Cerita Saksi: Musala Assa'adah, Tempat Pemicu Kerusuhan Tanjung Priok 

Peristiwa Tanjung Priok jadi salah satu pelanggaran HAM bera

Jakarta, IDN Times - Tragedi Tanjung Priok menjadi salah satu peristiwa kelam yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru. Tepat pada 12 September 1984, kerusuhan yang melibatkan massa Islam dengan aparat tersebut pecah.

Tak diketahui secara pasti berapa jumlah korban, baik tewas, luka-luka, maupun hilang, lantaran pemerintah Orde Baru menutupi fakta sebenarnya.

Berdasarkan catatan Komnas HAM yang dimuat dalam kontras.org, setidaknya 79 orang menjadi korban dalam peristiwa tersebut; 55 orang alami luka-luka, dan 23 orang lain dinyatakan meninggal dunia.

Selain itu, puluhan orang ditangkap dan ditahan tanpa melalui proses hukum yang jelas, serta beberapa orang lain dinyatakan hilang.

Namun, berdasarkan data dari Solidaritas untuk Peristiwa Tanjung Priok (Sontak) tidak kurang dari 400 orang tewas dalam tragedi berdarah itu, belum termasuk yang luka dan hilang. Tragedi Tanjung Priok pun dimasukan dalam peristiwa pelanggaran HAM berat.

Baca Juga: Tragedi September Kelam di Indonesia, Satu Terjadi di Lampung

1. Musala Assa'adah menjadi saksi bisu tragedi Tanjung Priok

Cerita Saksi: Musala Assa'adah, Tempat Pemicu Kerusuhan Tanjung Priok Napak tilas Tragedi Tanjung Priok 12 September 1984. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

IDN Times mencoba menelusuri jejak tragedi berdarah tersebut bersama salah seorang saksi yang juga menjadi korban peristiwa Tanjung Priok, yakni Syaiful Hadi di Musala Assa'adah. Musala yang berada di gang IV, Koja, Tanjung Priok tersebut menjadi saksi bisu tempat yang memicu terjadinya peristiwa berdarah tersebut.

"Ini musala awal terjadinya meletusnya Tanjung Priok. Di sinilah awal mulanya," ujar Syaiful Hadi, Senin (12/9/2022).

Musala yang berada di tengah perkampungan itu hingga kini tetap berdiri kokoh dan terlihat baru dicat dengan warna dominasi hijau. Menurut Syaiful, musala ini sudah mengalami perubahan, namun tak banyak. 

3. Seorang Babinsa merobek pamflet dalam musala

Cerita Saksi: Musala Assa'adah, Tempat Pemicu Kerusuhan Tanjung Priok Syaiful Hadi bersama keluarga korban Tragedi Tanjung Priok melakukan napak tilas peristiwa 12 September 1984. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Syaiful mengungkapkan, kejadian 38 tahun lalu tersebut bermula saat seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) bernama Sersan Satu Hermanu merobek pamflet yang tertempel di dinding musala, Sabtu (8/9/1984).

Dia memasuki area tempat ibadah tanpa melepas sepatu dengan maksud mencopot pamflet yang dianggap berisi ujaran kebencian terhadap pemerintah saat itu. Bahkan Hermanu menyiram area tersebut dengan air comberan.

Baca Juga: Tinjau Vaksinasi di Tanjung Priok, Jokowi: Ini Pelabuhan Tersibuk

3. Situasi ricuh saat sepeda motor milik babinsa dibakar

Cerita Saksi: Musala Assa'adah, Tempat Pemicu Kerusuhan Tanjung Priok Syaiful Hadi bersama keluarga korban Tragedi Tanjung Priok melakukan napak tilas peristiwa 12 September 1984. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Syaiful menambahkan, isu yang meruak di kalangan jemaah pun beredar, dan meminta pihak yang berwenang untuk segera menyelesaikan masalah itu dengan damai .

Dua hari kemudian, terjadi cekcok adu mulut beberapa warga dan Babinsa tersebut melibatkan beberapa tokoh masyarakat di Masjid Baitul Makmur yang terletak tak jauh dari musala.

Namun situasi tiba-tiba ricuh, karena salah seorang dari kerumunan tiba-tiba membakar sepeda motor milik babinsa tersebut.

Baca Juga: Lerai Keributan di Tanjung Priok, Seorang Polisi Malah Dikeroyok

4. Massa minta empat tokoh dibebaskan hingga akhirnya kericuhan terjadi

Cerita Saksi: Musala Assa'adah, Tempat Pemicu Kerusuhan Tanjung Priok 

Akibat peristiwa tersebut, aparat menciduk sejumlah tokoh yakni Saripudin Rambe, Ahmad Sahi, Sofwan Sulaiman, dan Nur Muhamad Nur pada 10 September 1984.

Aksi penangkapan itu menyulut kemarahan warga dan jemaah yang meminta agar keempat orang itu segera dibebaskan. Puncakya pada 12 September, massa lalu bergerak ke Kodim.

"Namun baru saja bergerak, di depan Mapolres Jakarta Utara, dihadang tentara yang membawa senjata dan menembaki massa. Namun, peristiwa Babinsa merobek pamflet hanya percikan saja, ada kisah panjang di baliknya," katanya.

"Saya melihat musala ini agak berubah banyak, tetapi ini sebagai prasasti sejarah," katanya.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya