Curhat Pasien Isolasi: Jangan Sampai Wisma Atlet Jadi Pusat Penularan!

Penghuni rebutan makanan hingga minimnya protokol kesehatan

Jakarta, IDN Times - Seorang mahasiswa internasional dari Universitas Twente, Belanda mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Sebagai rumah sakit rujukan, selain mengabaikan penerapan social distancing, Kunaifi juga mengungkapkan bahwa RS darurat tersebut tidak memberikan makanan yang cukup untuk penghuni.

Melalui media sosial, Kunaifi menceritakan dia terpaksa pulang ke Indonesia di tengah pandemik COVID-19 bersama istri dan dua anak karena visa dan beasiswa hampir habis.

Setiba di Jakarta, Kunaifi dan keluarga harus menjalani masa karantina di Wisma Atlet Kemayoran bersama rombongan TNI, meskipun rapid test menunjukkan hasil non reaktif.

1. Tidak ada penerapan social distancing

Curhat Pasien Isolasi: Jangan Sampai Wisma Atlet Jadi Pusat Penularan!Wisma Atlet Jakabaring Palembang untuk menampung Orang Dalam Pemantauan (ODP) paparan COVID-19 (ANTARA FOTO/Feny Selly)

Saat memasuki di Wisma Atlet Kemayoran pada Sabtu (16/5) lalu, Kunaifi melihat tidak melihat penerapan social distancing.

"Tidak ada yang perlu disalahkan tapi ada yang bisa dibenahi," ungkapnya.

Dia mengatakan sebenarnya pihak TNI dan petugas telah berupaya semaksimal mungkin dengan segala daya yang mereka punya.

"Melalui berbagai pengumuman kami diberitahu bahwa penularan terjadi karena banyak warga wisma turun ke lantai 1. Itu benar, tapi hanya salah satu penyebab. Yang juga penting digali adalah akar penyebab mengapa orang pergi ke lantai 1? Mengapa orang tetap berdesakan?" ujarnya.

2. Penghuni RS Wisma Atlet berebut makanan dan berdesakan

Curhat Pasien Isolasi: Jangan Sampai Wisma Atlet Jadi Pusat Penularan!Kondisi RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran (Twitter/jtuvanyx)

Kunaifi membeberkan penghuni RS Wisma Atlet Kemayoran berdesakan turun ke lantai satu karena pada Sabtu, makanan dibagikan di lantai tersebut, setiap penghuni mengambil makanan sendiri dengan berdesakan tanpa jarak.

Sementara pada Senin, penghuni dilarang turun ke lantai 1, makanan diantar ke setiap lantai. Namun jumlah makanan selalu kurang sehingga orang mulai berebut. Tidak ada jarak saat mereka berebut makanan di setiap lantai.

"Sahur tadi makanan datang setelah azan subuh. Kami berempat sekeluarga, tapi hanya dapat dua kotak nasi, malam ini keluarga saya malah tak dapat makanan. Kami puasa dan tadi sahur berempat dengan dua makanan. Malam ini saya terpaksa turun ke lantai 1 mesan makanan lewat GoFood, namun dilarang pesan makanan lewat GoFood," ungkapnya.

Baca Juga: Kisah Perawat ICU Wisma Atlet Melawan Rasa Takut Jaga Pasien COVID-19

3. Jumlah makanan selalu kurang

Curhat Pasien Isolasi: Jangan Sampai Wisma Atlet Jadi Pusat Penularan!ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Kunaifi mempertanyakan jumlah makanan yang selalu kurang , dia menduga karena porsi setiap kotaknya terlalu kecil sehingga tidak cukup mengenyangkan bagi anaknya yang besar dan para ABK yang masih membutuhkan porsi paling tidak 3 kali lipat dibanding lain.

"Walhasil mereka ambil lebih dari 1 kotak sehingga yang ingin jaga jarak tak kebagian jatah karena keduluan mereka yang 'kuat berebut.' Mereka tak salah mengambil lebih, karena porsinya memang kecil," ucapnya.

4. Lift pun selalu berdesakan

Curhat Pasien Isolasi: Jangan Sampai Wisma Atlet Jadi Pusat Penularan!Tampak Wisma Atlet yang akan digunakan sebagai tempat isolasi pasien COVID-19 (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Selain makanan, Kunaifi juga mengungkapkan penggunaan lift yang selalu penuh. Aparat TNI yang menjaga lift di lantai 1 berusaha memenuhi lift, padahal dalam lift, bahu ketemu bahu.

"Anak-anak saya ketakutan bersentuhan serapat itu dengan orang yang baru datang dari negara-negara pandemi COVID-19, begitu pula saya dan istri juga takut. Sudah 2 bulan lebih kami di rumah saja di Eropa sehingga agak ketakutan bertemu orang serapat itu,' ungkapnya.

Namun jika menunggu lift sepi, maka dia dan keluarga tidak akan pernah sampai ke kamar di lantai 19 sebab dia membawa koper-koper besar yang tidak bisa diangkat melalui tangga.

"Pak TNI juga tidak salah karena memenuhkan lift, sebab jika lift dibuat sepi, antrean di depan pintu lift akan sangat sangat panjang karena orang sangat ramai dan pendatang baru terus datang," sambungnya.

Kunaifi menilai lift juga jarang bahkan dibersihkan sebab terdapat bekas tangan dan jari di tombol dan dindingnya.

5. Tidak ada aturan protokol kesehatan

Curhat Pasien Isolasi: Jangan Sampai Wisma Atlet Jadi Pusat Penularan!Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta Pusat. (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Selanjutnya, dia melihat orang yang masuk RS Wisma Atlet tanpa protokol kesehatan.

"Tidak ada aturan main di sini. Minimal kami tidak diberi tahu. Tidak ada banner atau tanda-tanda penting di dinding. Orang seolah dituntut untuk cerdas sendiri. Orang tak tahu apa yang dilarang sehingga tetap melakukan kesalahan dan membuat pak TNI marah marah di mikrofon," imbuhnya.

Menurutnya masih banyak orang tidak tahu protokol kesehatan COVID-19 yang benar karena masih ada yang keluar kamar tanpa masker. Tidak sedikit yang ngobrol bergerombol sambil berpelukan ada juga yang makan di tangga.

"Bukankah ini adalah pusat pengendalian Covid di Jakarta? Untuk promosi politik dan keberhasilan pejabat banyak infografis cantik, tapi di sini kok tidak ada. Tidak semua warga wisma ini adalah para pembaca berita, kami profesi berbeda, tidak semua paham,"ucapnya.

6. Jangan sampai Wisma Atlet menjadi pusat penularan COVID-19

Curhat Pasien Isolasi: Jangan Sampai Wisma Atlet Jadi Pusat Penularan!Relawan Indonesia Bersatu Lawan COVID-19 melakukan tes cepat COVID-19 (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Jadi, menurutnya segala bentuk ketidakdisiplinan dan pengabaian tersebut ada suatu latar belakang yang mendorongnya.

"Ada risiko besar di balik itu. Itulah yang harus dibenahi segera," tegasnya.

Dia menekankan bahwa warga wisma ini kebanyakan hanyalah orang yang tak tahu apa-apa saat dibawa ke sini. Dia pun begitu terkejut saat turun di Soetta langsung diangkut ke sini.

"Kami tidak dikabari siapapun sebelumnya. Andai kami tahu, mungkin kami memilih tinggal dulu di Eropa yang jauh lebih aman dan nyaman. Hak kami untuk tahu tidak diberikan. Sekarang di sini hak kami untuk makan dan berjarak pun sedang terancam," terangnya.

Dia menambahkan jika tidak ada perubahan sistem, sebaiknya lepaskan saja. Di luar sana Kunaifi dan keluarga punya ruang yang luas untuk jaga jarak, menjaga diri dan orang lain.

"Jangan sampai kami yang sehat saat berangkat dari luar negeri justru terjangkit di pusat pengendalian Covid ini. Jangan sampai Wisma Atlet menjadi pusat penularan COVID-19,"ujarnya.

"Pengelola wisma melihat masalah dari sudut pandang mereka. Saya melihat dari sudut pandang selaku warga wisma. Tidak untuk menyalahkan siapa-siapa tapi andai kedua sudut pandang dipertemukan, mungkin kita lebih cepat membuat perbaikan" sambungnya.

IDN times mencoba konfirmasi pada pengelola RS Wisma Atlet Kemayoran namun sampai berita ini dibuat belum ada tanggapan.

 

Baca Juga: Kena Virus Corona, Warga Tambora Menolak Diisolasi ke RS Wisma Atlet 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya