DLH Ungkap Penyebab Polusi Udara Jakarta Masih Ngeri Meski ASN WFH

Jakarta, IDN Times - Pemerintah DKI Jakarta mengakui kebijakan Work From Home (WFH) sebagian Aparatur Sipil Negara (ASN ), belum berdampak signifikan terhadap polusi udara di Jakarta.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, berharap kebijakan WFH jadi langkah kecil yang bisa berdampak mengurangi polusi udara di Ibu Kota dan sekitarnya.
"Penerapan WFH 21 (Senin) Agustus kemarin, Selasa banyak yang tanya dampak pengaruhnya ke polusi udara. Saya sampaikan ASN Pemprov ada sekitar 57 ribu, dan sekali lagi bahwa WFH itu hanya berlaku bagi ASN di DKI," ujar Asep di laman YouTube FMB9, dilansir Jumat (25/8/2023).
Baca Juga: Ngeri! Jakarta Juara Polusi Udara Dunia Meski ASN DKI WFH
1. Jumlah ASN DKI masih sedikit dibanding swasta dan kementerian
Asep mengatakan jumlah ASN di Pemprov DKI lebih sedikit jika dibanding pegawai kementerian dan lembaga yang tersebar di Jakarta. Sementara, pegawai di kementerian, lembaga, dan swasta belum menerapkan WFH.
"Baru dua hari (WFH) kok di cek IQAIR masih tinggi? Ingat penyebab polusi udara tidak hanya dari transportasi, ada sektor lainnya, yaitu sektor industri, dan transportasi masih banyak, dan berkurang itu hanya pegawai DKI yang tiap hari berkantor. Untuk pegawai kementerian, lembaga, swasta, kan tidak berlakukan WFH," katanya.
2. DLH imbau swasta juga WFH
Editor’s picks
Untuk itu, Asep mengimbau agar sejumlah kementerian, lembaga, hingga swasta mengurangi jumlah pegawai yang berkantor di Jakarta atau WFH, untuk menekan polusi udara.
"Kami sangat mengimbau kementerian, lembaga, kalau perlu seluruh swasta, mulai dapat mengurangi pegawainya yang sehari-hari berkantor," katanya.
Baca Juga: Gawat! Pasien ISPA di Jakarta Tembus 200 Ribu akibat Polusi Udara
3. Jakarta juara polusi udara hari ini
Berdasarkan laman IQ Air, polusi udara di Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota udara terkotor di dunia per Jumat (22/8/2023) pukul 14.31 WIB. Indeks kualitas udara di Jakarta berada di angka 161 dengan polutan utamanya PM2.5 dan nilai konsentrasi 70 µg/m³ (mikrogram per meter kubik).
Padahal, standar kualitas udara ideal dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) memiliki bobot konsentrasi PM2.5 antara 0 sampai 5 mikrogram per meter kubik.
"Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 11,6 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," demikian dikutip IQAir.
Dalam data tersebut, posisi Jakarta jauh di atas Dubai, Uni Emirat Arab, yang mencatatkan nilai AQI 157 dan Johannesburg, Afrika Selatan, dengan nilai 148.
IQair menyarankan agar warga memakai masker jika beraktivitas di luar ruangan. Namun jika dalam ruangan, sebaiknya menyalakan penyaring udara (air purifier) dan menutup jendela.