Dokter Australia: Ganja Kok Dianggap Obat, Padahal Risetnya Sedikit

Riset ganja untuk pengobatan masih terbatas

Jakarta, IDN Times – Penggunaan ganja dalam dunia medis masih menjadi kontroversi. Dokter dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengungkapkan banyak masyarakat yang menganggap ganja sebagai obat.

“Tetapi penggunaan ganja dalam dalam konteks terapi dan obat masih terbatas, bahkan sangat kurang. Bicara satu komponen tumbuhan sebagai obat harus by riset tidak serta merta karena klaim testimoni, jadi harus ada riset yang dimuat jurnal internasional yang dilihat dan diiuji seberapa efektif ganja sebagai obat,” paparnya saat dikonfirmasi IDN Times, Selasa (28/6/2022).

1. Riset pada ganja untuk obat masih sedikit

Dokter Australia: Ganja Kok Dianggap Obat, Padahal Risetnya SedikitEpidemiolog Griffith University, Dicky Budiman (dok. Dicky Budiman)

Dicky menambahkan, riset ganja sangat terbatas termasuk riset untuk obat yang memiliki standar tinggi. Riset ini digunakan sebagai syarat memutuskan apakah ganja yang digunakan memiliki manfaat atau tidak.

“Keterbatasan ini yang dimiliki oleh ganja,” imbuhnya.

Baca Juga: Malaysia Sudah, DPR Dorong Pemerintah Riset Manfaat Ganja untuk Medis

2. Terapi ganja harus melewati tahap RCT

Dokter Australia: Ganja Kok Dianggap Obat, Padahal Risetnya SedikitIlustrasi pengungkapan peredaran ganja (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Selain itu, lanjut Dicky, studi prospektif yang berkaitan efek samping penggunaan ganja untuk medis masih kurang. Artinya, jika ganja digunakan sebagai terapi harus melalui tahapan Randomized controlled trial (RCT) dan melihat dampaknya seseorang itu mendapatkan terapi.

“Dua itu yang harus dilakukan, tetapi sama juga riset di dunia tentang ganja juga masih terbatas risetnya,” katanya.

Baca Juga: Wacana Legalisasi Ganja Medis, DPR Bakal Gelar Rapat Lintas Komisi

3. Riset dampak dan risiko juga dipertimbangkan

Dokter Australia: Ganja Kok Dianggap Obat, Padahal Risetnya SedikitIlustrasi pasien sembuh dari COVID-19. (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Dicky menambahkan, aspek manfaat dan risiko selalu juga jadi pertimbangan, sebab satu tanaman ganja mempunyai kandungan yang sangat banyak yang mempunyai manfaat dan risiko terhadap setiap pasien. Dicky menegaskan, dampak ganja tiap pasien akan berbeda-beda, semisal pada pasien komorbid dan interaksi obat.

“Pada pasien tertentu misalkan kanker kan tidak hanya mengkomsumsi ganja, tetapi obat lain, ini harus dilihat riset interaksi obatnya, tidak serta merta hanya sekadar testimoni, yang pasti harus ada riset ganja sebagai obat,” katanya.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya