Dokter Tak Lagi Pilih Pasien yang Diselamatkan saat Omicron Melonjak

Saat Delta, dokter IGD terpaksa pilih pasien yang diselamatkan 

Jakarta, IDN Times - Jarum jam menunjukan pukul 02.00 WIB saat dokter umum IGD melapor kepada seorang dokter spesialis emergency, Corona Rintawan. Saat itu, ada tiga pasien yang harus diberikan perawatan ICU dan ventilator, sementara hanya tersisa satu tempat tidur saja di rumah sakit.

Dokter tersebut melaporkan ada tiga pasien positif kondisinya buruk. ARDS berat/gagal napas ketiga-tiganya. Saturasi oksigen di bawah 90 persen. 

Setelah berpikir keras, Corona memilih pasien usia termuda agar segera dapat perawatan.

"Oke segera masukkan tuan C ke ICU, dan hubungi tuan A dan B untuk memberi tahu kondisi keluarganya yang memburuk (dan akhirnya tuan A dan B meninggal di IGD)," ungkapnya.

Peristiwa yang terjadi di akhir Juni 2021 saat wabah COVID-19 memuncak tidak akan bisa dilupakan Corona. Bahkan hampir tiap hari Ketua Tim Dokter Muhammadiyah ini memberlakukan triase bencana. Artinya, menyelamatkan yang paling besar kemungkinan untuk selamat, bukan yang paling jelek kondisinya.

"Percaya sama saya, kalian tidak akan pernah bisa membayangkan berada pada posisi seperti ini. Apakah saya yakin benar dengan pilihan ini? Tidak. Tetapi kita sebagai nakes (tenaga kesehatan) di RS harus segera memutuskan dengan cepat sehingga salah satu pasien tersebut mungkin bisa selamat," imbuhnya.

1. Saat lonjakan Omicron banyak pasien yang isolasi mandiri

Dokter Tak Lagi Pilih Pasien yang Diselamatkan saat Omicron MelonjakKetua Tim Dokter Muhammadiyah, dr. Corona Rintawan SpEM/dok Facebook

Hal berbeda saat gelombang varian Omicron menyerang tanah air di tahun ini. Corona mengatakan saat jumlah terkonfirmasi positif naik namun pasien yang datang ke rumah sakit hanya mengalami gejala ringan bahkan sebagian besar melakukan isolasi di rumah.

"Jika secara jumlah kasus memang sama tetapi keadaan berbeda, saat gelombang Delta harus memakai (hazmat) level 3 kalau sekarang diturunkan. Alhamdulilah saya tidak sampai memilih pasien mana yang dirawat karena sebagian besar pasien isoman di rumah," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Sabtu (12/3/2022).

Baca Juga: Varian Deltacron Lebih Mematikan? Begini Penjelasan Ketua Satgas IDI  

2. Dahsyatnya Omicron buat Corona terpapar untuk pertama kali

Dokter Tak Lagi Pilih Pasien yang Diselamatkan saat Omicron Melonjakilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski demikian, Corona mengaku varian Omicron ini lebih ganas dan menular dibandingkan sebelumnya. Sebab, selama 2 tahun pandemik berlangsung, dokter Corona terinfeksi COVID-19 saat varian Omicron melanda.

"Saya sudah memakai masker N95 dan kacamata safety tetapi kali ini masih terinfeksi. Ini membuktikan bahwa varian omicron ini memang berbeda dengan varian terdahulu. Alhamdulillah puji syukur saya hanya menjalani gejala ringan (demam, pilek, pusing) dan setelah 5 hari sudah bebas gejala. Dan ini pertama kali saya terkena COVID-19," ujarnya.

3. Pelajaran yang dipetik selama 2 tahun pandemik

Dokter Tak Lagi Pilih Pasien yang Diselamatkan saat Omicron MelonjakPetugas menyiapkan tempat isolasi pasien COVID-19 di Gedung Mal Pelayanan Publik Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (6/2/2022). (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Pandemik yang berlangsung selama 2 tahun memberi pelajaran dan pengalaman berharga bagi Corona dan tentu dunia kesehatan. Corona menilai saat lonjakan COVID-19 terjadi nyatanya fasilitas kesehatan Indonesia belum siap. Kekurangan oksigen, ketiadaan ruang isolasi bahkan hazmat.

Corona mengatakan rumah sakit bahkan harus menambah dan membongkar gedung atau ruangan untuk membuat ruang isolasi.

"Saat itu fasilitas belum siap," ujarnya.

4. Dokter juga bertugas mengedukasi pasien

Dokter Tak Lagi Pilih Pasien yang Diselamatkan saat Omicron MelonjakDua orang tenaga kesehatan beristirahat sejenak saat menunggu pasien di ruang isolasi COVID-19 Rumah Sakit Umum (RSU) Dadi Keluarga, Kabupetan Ciamis, Jawa Barat, Senin (14/6/2021). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi.

Selain itu, pandemik mengajarkan dia sebagai dokter ternyata tidak hanya bertugas merawat dan mengobati pasien namun juga harus mengedukasi masyarakat pada umumnya.

Wabah COVID-19 membuat hoaks bertebaran, ada yang menganggap virus COVID-19 tidak ada, bahkan masih ada anggapan dokter memgcovidkan pasien. Sisi lain, sampai saat ini tenaga kesehatan dan medis masih berjuang di garda terdepan melawan COVID-19.

"Tingkat pendidikan di masyarakat ternyata tidak berkaitan dengan tingkat literasi atau pengetahuan apalagi saat ini banyak hoaks sehingga saat ini tugas dokter juga mengedukasi juga," terangnya.

Baca Juga: Kemenkes Pantau Perkembangan Varian Deltacron, Sudah Masuk Indonesia?

5. Hati-hati terapkan endemik jangan sampai meledak

Dokter Tak Lagi Pilih Pasien yang Diselamatkan saat Omicron MelonjakIlustrasi mobilitas masyarakat selama PPKM (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Dan kini setelah 2 tahun pandemik, pemerintah menyusun protokol kesehatan menuju endemik setelah kasus COVID-19 terus melandai. Sebagai tenaga medis Corona senang namun dia berharap kebijakan tersebut agar dilakukan hati-hati agar tidak terjadi lonjakan tertutama tingkat kematian yang masih tinggi

Sebab saat ini cakupan vaksinasi untuk kelompok rentan masih rendah. Bahkan dia khawatir penghapusan tes PCR atau antigen untuk perjalanan akan diikuti pelonggaran lain misalkan bebas masker.

"Jika syarat PCR atau antigen untuk perjalanan ditiadakan, syarat pemakaian masker diperketat tidak ya? jika tidak tinggal menunggu bom waktu karena capaian vaksin di Indonesia untuk kelompok rentan yakni usia lanjut, penderita komorbid, bumil masih sangat rendah sehingga mereka yang nanti paling kena dampaknya jika terkena COVID-19," imbuhnya.

"Angka yang harus dirawat di rumah sakit dan angka positif akan melonjak tinggi. Hal ini terjadi di Hong Kong, dimana cakupan vaksin untuk kelompok lansia masih rendah. Maka patuhi protokol kesehatan dan ajak keluarga terutama kelompok rentan untuk vaksin," imbaunya.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya