Duh, Pasien COVID-19 di Jakarta Kena Tagihan RS sampai Rp600 Juta  

Pemerintah harus menjamin semua biaya pasien COVID-19

Jakarta, IDN Times-  Pemerintah Indonesia berkomitmen menanggung seluruh biaya perawatan pasien COVID-19. Namun, sampai saat ini, masih banyak kasus keluarga pasien yang terpaksa harus membayar biaya perawatan COVID-19 kepada Rumah Sakit.

Pasalnya dalam laporan warga yamg diterima Lapor Covid-19 banyak laporan adanya Rumah Sakit (RS) Rujukan COVID-19 yang menagih biaya perawatan kepada pasien COVID-19.

"Sejak awal tahun 2021, LaporCovid-19 menerima sedikitnya 26 laporan warga yang mengeluhkan mengenai pembiayaan perawatan dan pembelian obat-obatan di rumah sakit," ujar Relawan Lapor Covid-19 Amanda Tan dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Kamis (19/8/2021).

Baca Juga: Kemendagri Minta Pemda Segera Lapor Data Terbaru Penanganan COVID-19

1. Tagihan obat sampai perawatan capai ratusan juta

Duh, Pasien COVID-19 di Jakarta Kena Tagihan RS sampai Rp600 Juta  Tenaga kesehatan merawat pasien positif COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat.

Amanda mengungkapkan, seorang pelapor di Jakarta mengeluhkan tagihan perawatan sang ibu yang terkonfirmasi COVID-19 sekitar Rp600 juta pada Juni 2021.

Laporan lain ada dari keluarga pasien di Denpasar yang diminta rumah sakit untuk membeli obat Gammaraas harganya senilai 220 juta rupiah pada Juli 2021.

Baca Juga: Faldo Bantah Jokowi Tak Minta Maaf Atas Kematian Pasien COVID-19

2. Pasien bayar Rp225 juta karena lewat jangka waktu perawatan 14 hari

Duh, Pasien COVID-19 di Jakarta Kena Tagihan RS sampai Rp600 Juta  Suasana RS Darurat COVID-19, Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, LBH Jakarta juga menerima pengaduan pasien yang diminta membayar hingga Rp 225 juta oleh rumah sakit dengan alasan jangka waktu perawatan yang dibiayai pemerintah hanya 14 hari saja.

"Kasus-kasus ini jelas menyimpangi berbagai ketentuan hukum di atas dan sangat menambah penderitaan pasien dengan biaya yang sangat mahal," tegas perwakilan Koalisi dari LBH Jakarta, Charlie Albajili.

Padahal, beberapa di antara rumah sakit tersebut adalah rujukan COVID-19 yang dapat mengklaim biaya perawatan pasien COVID-19 kepada Kementerian Kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 4344 Tahun 2021.

"Oleh karena itu diperlukan tindakan pemanggilan, pemeriksaan, dan pemberian sanksi kepada RS yang melanggar Keputusan Menteri Kesehatan No. 4344 Tahun 2021 tersebut," imbuh Charlie.

3. Pemerintah harus jamin biaya perawatan pasien COVID-19

Untuk itu Koalisi Warga untuk Akses Keadilan Kesehatan terdiri dari LBH Jakarta, YLBH, LaporCovid-19, Forum Bantuan Hukum Untuk Kesetaraan (FBHUK), LBH Masyarakat, TI Indonesia mendesak pemerintah menjamin seluruh pembiayaan perawatan pasien COVID-19 di seluruh fasilitas kesehatan maupun isolasi mandiri ditanggung oleh negara dengan sistem yang terukur, aksesibel dan transparan.

Koalisi Warga untuk Akses Keadilan Kesehatan meminta komitmen pemerintah menanggung seluruh biaya perawatan pasien COVID-19 dapat ditemukan dengan ditetapkannya COVID-19 sebagai penyakit yang menimbulkan wabah dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 01.07/MENKES/104/2020.

Dengan diterbitkannya penetapan tersebut, maka merujuk pada ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2016 tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu, pembiayaan pasien COVID- 19 yang dirawat dapat diklaim ke Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan. 

"Aturan hukum telah jelas menegaskan tanggung jawab negara dalam menjamin biaya perawatan COVID-19 warganya," tegasnya.

Pemerintah wajib menanggung biaya perawatan pasien COVID-19 apapun metode perawatannya sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam penanganan wabah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10 UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 8 UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Selain itu, Pasal 19 UU 36/2009 UU tentang Kesehatan menyatakan Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau. Hal ini adalah kewajiban dalam situasi kedaruratan kesehatan yang sebagai konsekuensi hukum Keppres 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Presiden juga mengeluarkan Keppres 12/2020 tentang Status Darurat Bencana Nasional Nonalam. Hal ini memiliki kewajiban turunan yaitu pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap orang yang terkena bencana. Kebutuhan dasar ini tentu salah satunya terkait kesehatan.

Baca Juga: Pengalaman Pasien COVID-19 Jalani Isoter di Denpasar: Berantakan 

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya