Epidemiolog: Gak Ada Reagen PCR Rp13 Ribu, Saya Sudah Telusuri!

Reagen ekstraksi dan PCR Rp25 ribu sampai Rp70 ribu

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengungkapkan berdasarkan penelusuran data dengan ahli patologi klinik, pihaknya tidak menemukan reagen untuk Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) seharga Rp13 ribu.

Pernyataan Dicky ini untuk menanggapi adanya berita harga asli reagen PCR di kisaran harga Rp13 ribu.

"Saya melakukan beberapa penelusuran data dan juga komunikasi dengan ahli patologi klinik dan beberapa penyedia tes PCR, termasuk berlatar pemahaman saya sebagai dokter dan juga penyusun anggaran kesehatan saat masih di Biro Anggaran Kemenkes," ujarnya saat dikonfirmasi IDN Times, Rabu (3/11/2021).

1. Reagen PCR metode Tes cepat molekuler (TCM) PCR) masih lebih dari Rp100 ribu

Epidemiolog: Gak Ada Reagen PCR  Rp13 Ribu, Saya Sudah Telusuri!Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman. (dok. Pribad/Dicky Budiman)

Dicky menerangkan berdasarkan info yang dia dapat reagen ekstraksi dan PCR sekitar Rp25 ribu sampai Rp70 ribu sudah termasuk PPN.

"Tapi gak ada reagen PCR yang harga Rp13 ribu, sementara reagen PCR metode Tes cepat molekuler (TCM) PCR) masih lebih dari Rp100 ribu," paparnya.

Baca Juga: Harga Reagen PCR Rp13 Ribu? Begini Penjelasan Kemenkes  

2. Tarif pemeriksaan PCR juga memperhitungkan jasa sarana lain

Epidemiolog: Gak Ada Reagen PCR  Rp13 Ribu, Saya Sudah Telusuri!ilustrasi tes usap atau PCR swab test (IDN Times/Arief Rahman)

Dicky pun menegaskan selain harga reagen PCR, tarif pemeriksaan PCR juga harus memperhitungkan jasa sarana lain dan barang habis pakai lain yang tentu memerlukan modal.

"Artinya tarif yang ada sekarang tidak ideal untuk pertimbangan biaya-biaya di atas, BEP nya bisa lama sekali. Selain itu, sekarang tes PCR sudah sedikit, biaya kerugian untuk pengulangan juga belum dihitung," paparnya.

3. PCR konvensional minimal periksa 8 sampel baru

Epidemiolog: Gak Ada Reagen PCR  Rp13 Ribu, Saya Sudah Telusuri!Ilustrasi. Pengoperasian laboratorium PCR COVID-19. (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Dicky menjabarkan PCR konvensional minimal memeriksa 8 sampel baru bisa dilanjut, jika di bawah 8 berarti sisanya akan terbuang.

"Kalau Lab biasanya dimasukkan ke biaya kerugian seperti untuk pengulangan. Selain itu, untuk harga reagen PCR, berlaku hukum dagang, semakin banyak belinya maka semakin murah harga yang diberikan ya kayak harga grosir, tetapi kalau para vendor ngasi harga kan bebas. Nah kita di lab dan rumah sakit ya dapat harga dari vendornya tidak semurah kalau beli langsung ke pabriknya," ungkap Dicky.

Baca Juga: DPR Minta KPK Usut Potensi Kerugian Negara dari Impor Alkes Reagen

4. Respons Kemenkes soal temuan reagen seharga Rp13 ribu

Epidemiolog: Gak Ada Reagen PCR  Rp13 Ribu, Saya Sudah Telusuri!Juru bicara vaksin dari Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi (Tangkapan layar YouTube Kemenkes)

Sebelumnya, Juru Bicara Vaksin COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menegaskan keputusan pemerintah menurunkan harga swab test Polymerase Chain Reaction (PCR) COVID-19 menyesuaikan harga pasar dan suplai, termasuk reagen PCR. Sebab, sampai saat ini ada 200 merek reagen dengan variasi harga yang berbeda.

Nadia pun mempertanyakan reagen seharga Rp13 ribu yang ditemukan tim Investigasi majalah Tempo.

"Sejauh info yang kita dapatkan harga reagen sekitar Rp90 ribuan, tapi memang tergantung mereknya. Kemenkes pun tidak menentukan harga reagen namun harga pemeriksaan tertinggi pemeriksaan PCR," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Selasa (2/11/2021).

Nadia menerangkan penetapan tarif PCR juga sudah memperhitungkan komponen pemeriksaan di dalamnya termasuk penggunaan alat pelindung diri (APD) bagi petugas laboratorium.

“Penetapan ini sudah termasuk komponen lain seperti bahan habis pakai, reagen, komponen admistrasi, dan biaya lainnya seperti biaya operasional mesin PCR, listrik dan sebagainya," ujarnya.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya