Epidemiolog Minta Menkes Hentikan Vaksin Nusantara, Kenapa?  

Sel dendritik untuk terapi kanker dinilai berisiko tinggi

Jakarta, IDN Times - Vaksin Nusantara yang diinisiasi mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, memulai tahap uji klinis kedua di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang, Selasa (16/2/2021). Penelitian ini dilaksanakan di RS Kariadi Semarang bekerja sama dengan RSPAD Gatot Subroto dan Balitbangkes Kementerian Kesehatan.

Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono berpandangan, vaksin nusantara yang mengandung vaksin dendritik, sebelumnya banyak digunakan untuk terapi pada pasien kanker yang merupakan terapi yang bersifat individual.

Menurut Pandu, untuk imunoterapi kanker bukan karena setiap orang diberi jumlah sel dendritik, tetapi karena setiap orang sel dendritiknya bisa mendapat perlakuan yang berbeda. Dalam hal ini yang disesuaikan adalah perlakuan terhadap sel dendritik tersebut.

"Jadi pada imunoterapi kanker sel dendritik tetap diberi antigen, tetapi antigennya bisa dari tumornya dia sendiri. Karena itu sifatnya personal," kata Pandu dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Minggu (21/2/2021).

1. Dua catatan epidemiolog vaksin nusantara

Epidemiolog Minta Menkes Hentikan Vaksin Nusantara, Kenapa?  Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D dalam Ngobrol Seru: 100 Hari Pandemik Global (Tangkap Layar YouTube IDN Times)

Terkait hal itu, Pandu memberikan dua catatan. Pertama, membandingkan perbedaan sel dendritik pada terapi kanker dengan vaksin dendritik. Bahwa untuk terapi kanker sel dendritik tidak ditambahkan apa-apa, hanya diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut.

"Sementara, pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus," ujarnya.

Baca Juga: Benarkah Vaksin Nusantara Sekali Suntik Bikin Antibodi Seumur Hidup?

2. Sel dendritik untuk terapi kanker tidak layak untuk vaksinasi massal

Epidemiolog Minta Menkes Hentikan Vaksin Nusantara, Kenapa?  Ilustrasi Vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Kedua, bahwa sel dendritik perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi risiko.

Dengan demikian, sangat besar risikonya, antara lain sterilitas, pirogen (ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi), dan tidak terstandar potensi vaksin karena pembuatan individual.

"Jadi, sebenarnya sel dendritik untuk terapi bersifat individual, dikembangkan untuk terapi kanker. Sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal," tegas Pandu.

3. Vaksin Nusantara gunakan anggaran Kemenkes

Epidemiolog Minta Menkes Hentikan Vaksin Nusantara, Kenapa?  Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Oleh karena itu, Pandu Riono meminta Menteri Kesehatan, Budi G. Sadikin untuk menghentikan vaksin nusantara demi kepentingan kesehatan masyarakat Indonesia.

"Itu kan menggunakan anggaran pemerintah (Kemenkes) atas kuasa pak Terawan sewaktu menjabat Menkes," tegasnya.

4. Ahli biomolekuler dan vaksinolog menilai data uji klinis vaksin nusantara belum terlihat

Epidemiolog Minta Menkes Hentikan Vaksin Nusantara, Kenapa?  Ilustrasi Vaksin. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sementara itu, ahli biomolekuler dan vaksinolog, Ines Atmosukarto menilai vaksin nusantara datanya diduga belum terlihat. Data uji klinis I belum terlihat dan belum di-update ke data uji klinis global.

"Seharusnya tercatat semua di situ, terakhir saya cek belum ada update hasil uji klinisnya. Apakah vaksin tersebut aman, datanya belum aman," kata Ines.

Menurut Ines, ada prosedur yang harus dilewati, yakni mendapat izin dari Komite Etik, setiap protokol uji klinis dapat izin dari mereka.

"Yang perlu dicari Komisi Etik mana yang mengizinkan ini, apakah mereka sudah mendapatkan data yang lengkap," ucap Ines.

5. Pengembangan vaknus bermula dari perintah lisan Presiden Joko "Jokowi" Widodo

Epidemiolog Minta Menkes Hentikan Vaksin Nusantara, Kenapa?  ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Dikutip dari tayangan daring dari stasiun berita Kompas TV yang tayang pada Selasa, 16 Februari 2021, vaksin nusantara sudah memasuki uji klinis tahap kedua yang dilakukan di RSUP dr. Kariadi Semarang. Terawan menjelaskan vaknus berbasis sel dendritik yang sebelumnya sudah dikembangkan oleh AIVITA Biomedical Inc di California, Amerika Serikat. 

Mantan tenaga ahli kesehatan Menkes, Andi menjelaskan, pengembangan vaknus bermula dari perintah lisan Presiden Joko "Jokowi" Widodo ke Terawan ketika masih duduk sebagai Menkes. 

"Waktu itu, Pak Terawan diperintah Presiden Jokowi untuk mendapatkan vaksin COVID-19 yang aman bagi anak-anak dan pasien COVID-19 yang punya penyakit penyerta," ujar Andi dalam keterangan tertulis pada Selasa kemarin. 

Ia menjelaskan Jokowi memberi instruksi mengenai vaksin pada Agustus 2020. Instruksi mantan Wali Kota Solo itu langsung ditindaklanjuti dengan membentuk tim vaknus satu bulan kemudian. Dalam proses uji klinis tahap kedua itu turut disaksikan oleh sejumlah anggota komisi IX DPR. 

Sementara itu, Terawan menjelaskan vaksin nusantara menggunakan teknologi sel dendritik autolog yang merupakan komponen dari sel darah putih. Satu vaksin, kata dia, dibuat dan diperuntukan satu orang sehingga diklaim aman bagi orang yang memiliki penyakit bawaan. 

"Uji klinis I selesai dengan hasil baik, imunitasnya baik dan hasilnya safety. Uji klinis I itu kan fungsinya untuk mengontrol safety (keamanan) dari pasien. Dari 30 pasien, imunogenitasnya baik," ujar dia. 

Ia melanjutkan ketika sel dendritik sudah berada di dalam tubuh maka akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap virus corona. Ia menjelaskan meski vaksin dibuat dengan menyesuaikan komorbid masing-masing individu, tetapi ia memastikan vaksin tersebut bisa diproduksi massal. Asal memperoleh izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

"Dalam sebulan bisa kok diproduksi sekitar 10 juta (dosis)," kata Terawan. 

 

Baca Juga: Ini Awal Mula DPR Tahu soal Vaksin Nusantara yang Digagas Terawan

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya