IDI Khawatir Polemik Vaksin Nusantara Bikin Publik Ragu akan Vaksinasi

Vaksin lokal harus memenuhi prosedur keilmuan

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih khawatir polemik vaksin Nusantara dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap vaksin yang sudah disediakan pemerintah untuk program vaksinasi COVID-19.

"Vaksin yang disampaikan pemerintah itu sudah teruji dan diakui WHO. Memang efikasi vaksin paling rendah adalah tidak boleh lebih rendah dari 50 persen, ini sudah dilewatin semua," ujar Daeng dikutip dalam instagram resmi @ikatandokterindonesia, Kamis (15/4/2021).

Baca Juga: Satgas: Vaksin Nusantara Dikembangkan di AS, Uji Coba di Indonesia

1. IDI dorong pengembangan vaksin lokal tapi jangan sampai di luar prosedur standar

IDI Khawatir Polemik Vaksin Nusantara Bikin Publik Ragu akan VaksinasiANTARA FOTO/Fauzan

Daeng mengungkapkan pihaknya mendorong pengembangan vaksin lokal bahkan sebelum ada vaksin Nusantara dan vaksin Merah Putih. Meski demikian, Daeng menggarisbawahi vaksin yang dikembangkan harus sesuai prosedur keilmuan.

"Jika ada kebijakan untuk memfasilitasi setuju, tetapi kalau prosedur keilmuan, pengawasan mutu dan pengembangan vaksin itu tidak dilalui dengan baik kami tidak setuju karena kami khawatir melangkahi prosedur standar yang seharusnya dilakukan dalam rangka menjamin vaksin ini aman berkhasiat dan berkualitas, itu saya kira kita harus memegang bersama karena fungsi Badan POM sebagai otoritas," paparnya.

2. Penelitian vaksin Nusantara dikembangkan di Amerika

IDI Khawatir Polemik Vaksin Nusantara Bikin Publik Ragu akan VaksinasiANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria

Sementara itu Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan vaksin Nusantara merupakan jenis vaksin yang dikembangkan di Amerika dan diujicobakan di Indonesia.

Wiku mengatakan pada prinsipnya semua vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat harus mendapatkan izin dari Badan POM terutama dalam aspek keamanan efikasi dan kelayakan selama memenuhi kriteria.

"Pemerintah akan memberikan dukungan, sehingga diharapkan tim pengembang vaksin nusantara dapat berkoordinasi dengan baik dengan Badan POM agar isu yang ada terkait aksi ini dapat segera terselesaikan," ujarnya dipantau dalam Youtube BNPB, Kamis (15/4/2021).

Baca Juga: BPOM: 20 dari 28 Relawan Uji Klinis I Vaksin Nusantara Alami KTD

3. BPOM sebut vaksin Nusantara tidak bisa dikembangkan dalam waktu cepat di Tanah Air

IDI Khawatir Polemik Vaksin Nusantara Bikin Publik Ragu akan VaksinasiIlustrasi (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Sementara, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito mengatakan semua komponen untuk pembuatan vaksin Nusantara dengan metode sel dendritik diimpor dari Negeri Paman Sam. Komponen yang diimpor itu antara lain antigen, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GMSCF), medium pembuatan sel, dan alat-alat untuk persiapan. 

Penny mengatakan industri farmasi yang bekerja sama dengan AIVITA Biomedica Inc belum memiliki sarana produksi untuk produk biologi, maka sulit membayangkan vaksin Nusantara bisa dikembangkan dalam waktu cepat di Tanah Air.

"Butuh waktu sekitar 2-5 tahun untuk dikembangkan di Indonesia," ungkap Penny. 

"CEO AIVITA Indonesia mengatakan mereka akan mengimpor obat-obatan sebelum produksi di Indonesia," tutur dia lagi. 

Peneliti yang melakukan pengembangan vaksin Nusantara di Tanah Air juga didominasi oleh orang asing. Relawan yang diteliti adalah warga Indonesia. "Tetapi, mereka tidak dapat menunjukkan izin penelitian bagi peneliti asing di Indonesia," kata dia. 

4. Terawan kembangkan vaksin Nusantara

IDI Khawatir Polemik Vaksin Nusantara Bikin Publik Ragu akan VaksinasiMantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tengah mengembangkan vaksin Nusantara yang diklaim oleh Terawan sebagai satu-satunya vaksin COVID-19 di dunia yang menggunakan teknologi sel dendritik. Teknologi tersebut biasanya digunakan untuk pengobatan pasien kanker. 

Secara sederhana, pembuatan vaksin dilakukan dengan mengambil darah dari tubuh pasien. Sel darah putih dipisahkan lalu diberi protein rekombinan atau antigen Sars-CoV-2 di laboratorium. Usai disimpan selama satu pekan di dalam laboratorium, maka sel tersebut disuntikan lagi ke tubuh pasien. 

Terawan menyebut meski teknologi sel dendritik bersifat personal, tetapi bila diberi lampu hijau oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), maka vaksin tersebut tetap dapat diproduksi massal. 

"Dalam sebulan bisa kok diproduksi sekitar 10 juta (dosis)," kata Terawan pada media 16 Februari 2021 lalu. 

Terawan juga mengklaim sekali suntik, vaksin tersebut bisa menghasilkan antibodi seumur hidup. Bagi anggota komisi IX DPR yang ikut diajak oleh Terawan untuk meninjau pengembangan vaksin nusantara, teknologi tersebut bisa jadi alternatif dalam menangani pandemik COVID-19. 

Baca Juga: Teknologi Vaksin Nusantara dari AS, Bukti Bukan Inovasi Anak Bangsa

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya