Kemensos Bantah Omongan Suharso Pejabat Bappenas Terima Bansos

Kemensos klaim data DTKS padan sudah 98,8 persen

Intinya Sih...

  • Kemensos membantah klaim Menteri Bappenas tentang pejabat eselon I menerima bansos.
  • Data penerima bansos dari DTKS Kemensos tepat sasaran, telah diperiksa dan tidak ditemukan pejabat instansi lain yang menerima bansos.
  • DTKS digunakan sebagai data terpadu penerima bansos bagi kementerian/lembaga lain dan sudah padan NIK 98,9 persen pada Mei 2024.

Jakarta, IDN Times - Kementerian Sosial (Kemensos) membantah pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa yang menyebut ada pejabat eselon I di kementeriannya menerima bantuan sosial (bansos).

Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Agus Zainal Arifin menegaskan data penerima bantuan sosial yang bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola Kemensos tepat sasaran.

"Terhadap pernyataan salah satu pejabat instansi lain yang menerima bansos, Kemensos sudah melakukan pengecekan dan tidak ditemukan adanya data pejabat instansi tersebut pada DTKS yang menerima bansos dari Kemensos,” kata Agus dalam keterangan, Senin (24/6/2024).

Baca Juga: Jokowi Tanya Tanah IKN Boleh Jadi Hak Milik, Ini Jawaban Suharso

1. DTKS digunakan untuk data terpadu penerima bansos

Kemensos Bantah Omongan Suharso Pejabat Bappenas Terima BansosGoogle MI Media

Agus menjelaskan, pengelolaan DTKS oleh Kemensos merupakan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. DTKS pun digunakan sebagai data terpadu penerima bansos bagi kementerian/lembaga lain.

"Isu ini sudah pernah disampaikan 2021, kemudian kami minta datanya tapi tidak diberikan. Jika memang ada pejabat yang menerima bansos, berikan datanya ke kami, bisa melapor ke daerah, atau menyanggah kepesertaan bansosnya melalui aplikasi Cek Bansos," tegas Agus.

2. DTKS yang padan NIK menjadi 98,9 persen

Kemensos Bantah Omongan Suharso Pejabat Bappenas Terima BansosWarga Antre untuk Mencetak Surat Keterangan DTKS di MPP Kota Cimahi. (Dok/Istimewa)

Agus mengatakan DTKS ini sudah berjalan sejak lama dan dimonitoring oleh aparat penegak hukum.Pada proses pembenahan dan perbaikan DTKS serta tata kelola bansos, lanjut Agus, Kemensos telah melibatkan kementerian dan lembaga lain seperti Bappenas, KPK, BPK, BPKP, Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, Kemendagri, Kemenkes, TNP2K, dan Kantor Staf Presiden.

Dalam presentasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, jumlah DTKS yang padan dengan NIK pada tahun 2019 baru 44 persen, namun pada tahun 2023 meningkat menjadi 98 persen.

“Pada Mei 2024, DTKS yang padan NIK meningkat lagi menjadi 98,9 persen,” katanya.

Baca Juga: Bansos Tak Boleh buat Judi Online, Ma’ruf Amin: Kalau Berjudi Dicabut!

3. DTKS sudah melalui pengecekan berlapis pada proses pemadanan data

Kemensos Bantah Omongan Suharso Pejabat Bappenas Terima Bansoskementrian sosial

Agus merinci DTKS yang padan NIK sebesar 98,9 persen tersebut antara lain data yang padan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebanyak 137.369.028 jiwa, penerima Bansos, termasuk penerima bantuan iuran (PBI) BPJS sebanyak 125.151.985 jiwa, serta data ganda, meninggal, tidak padan: 71.932.167 jiwa. 

“DTKS tersebut telah melalui proses usulan dan pemutakhiran data oleh pemerintah daerah dengan melakukan verifikasi berjenjang mulai dari lingkup RT, RW, dan selanjutnya dibawa ke dalam forum musyawarah desa/kelurahan. Pengesahannya kemudian dilakukan kepala daerah masing-masing. DTKS juga sudah melalui pengecekan berlapis pada proses pemadanan data dengan data milik Kementerian/Lembaga (K/L) lain," paparnya.

Sebelumnya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menilai data penerima bantuan sosial di Indonesia saat ini masih bermasalah tak tepat sasaran. Bahkan ada pejabat eselon I di Bappenas yang terdaftar sebagai penerima manfaat.

"Berdasarkan evaluasi Bappenas, ada sekitar 46 persen penerima bansos tidak tepat sasaran akibat adanya exclusion dan inclusion error. Exclusion error adalah kesalahan data karena tak memasukkan rumah tangga miskin yang seharusnya masuk ke dalam data, sedangkan inclusion error memasukkan rumah tangga yang tak miskin ke dalam data," ujarnya dilansir ANTARA.

Baca Juga: Menteri Bappenas Heran Eselon I Masuk Data Penerima Bansos, Kok Bisa?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya