Kisah Dokter Mariska Temani Suami di ICU Bergelut Melawan COVID-19

Suami dokter Mariska tertular COVID saat PSBB dilonggarkan

Jakarta, IDN Times - Satu tahun lebih, pandemik COVID-19 melanda Indonesia, perasaan duka pun masih menyelimuti dokter spesialis paru Mariska T.G. Pangaribuan. Dokter RS Kanker Dharmais ini tidak menyangka akan kehilangan suaminya karena COVID-19.

Sebagai dokter yang menangani pasien COVID-19, dia dan keluarga sangat ketat menerapkan protokol kesehatan. Setiap pulang dari rumah sakit, dia mandi lagi sampai di rumah meski di rumah sakit juga mandi.

Mariska juga menjaga jarak dari semua orang rumah, tidak makan bersama dan bahkan tidur terpisah di kamar sendiri. Kedisiplinan menjaga jarak itu ia lakukan karena hanya dirinya yang beraktivitas di luar rumah suami dan anak-anaknya dapat bekerja serta belajar dari rumah.

"Sejak awal menangani pasien COVID-19, ketakutan terbesar saya adalah tertular dan membawa virus ke rumah. Makanya saya selalu jaga diri dengan anak-anak dan suami, tapi, seperti peribahasa yang menyatakan bahwa manusia boleh berusaha pada akhirnya takdir Tuhan-lah yang bicara," ujarnya dikutip laman buku Dharmaistory yang diterima IDN Times, Jumat (9/4/2021).

1. Pelonggaran PSBB buat suami Mariska tertular virus corona

Kisah Dokter Mariska Temani Suami di ICU Bergelut Melawan COVID-19ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Mariska mengungkapkan, sejak informasi datangnya wabah dan pembatasan sosial berskala besar, protokol kesehatan ketat dijalankan oleh Mariska dan keluarganya. Tapi disiplin menjalankan protokol kesehatan itu seolah sia-sia ketika pelonggaran PSBB diberlakukan dan masyarakat secara umum kembali beraktivitas hampir seperti sedia kala saat pandemik belum selesai.

Ketika pelonggaran PSBB diberlakukan, suami Mariska kembali harus bekerja dan datang ke kantor. Menjalani rapat- rapat dan bertemu kolega di satu ruangan yang sama.

Saat diketahui salah satu dari rekan kerja yang terinfeksi COVID-19, suami Mariska ikut teridentifikasi pernah menjalin kontak erat dengan orang positif COVID-19 tersebut karena berada dalam satu ruangan tertutup secara bersama dan dalam waktu lama.

Baca Juga: [LINIMASA-6] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 di Indonesia

2. Ruang isolasi terasa bagaikan penjara bagi mereka yang dirawat

Kisah Dokter Mariska Temani Suami di ICU Bergelut Melawan COVID-19Ilustrasi. Ruang isolasi RSUD Kabupaten Tangerang. ANTARA FOTO/Fauzan

Dari hasil yang diperoleh, suami Mariska diketahui positif COVID-19 meski saat itu ia belum bergejala. Walaupun tanpa gejala dan kondisinya tampak cukup baik, ia menjalani isolasi di Rumah Sakit Pertamina.

Perkiraan sang suami adalah Orang Tanpa Gejala (OTG) yang relatif sembuh ternyata meleset. Hari-hari tanpa gejala tersebut bukan karena ia OTG, tetapi karena virus yang telah memasuki masa itu masih dalam masa inkubasi atau masa awal gejala gejala belum timbul. Di hari ke lima dirawat, gejala sesak dan demam mulai datang sampai akhirnya mengalami perburukan dan masuk ruang ICU.

Sebagai dokter yang hampir setiap hari merawat pasien COVID-19, Mariska paham bagaimana ruang isolasi bisa terasa bagaikan penjara bagi mereka yang dirawat di dalamnya.

Sendirian di dalam ruangan tanpa mengenal siapa pun yang masuk dan keluar atau mereka yang lalu lalang merupakan kondisi yang begitu asing. Baik perawat, dokter, maupun petugas kebersihan serupa astronot yang datang ke bulan tanpa wajah apalagi seulas senyum karena pakaian APD menutupi menutupi itu semua.

3. Mariska temani suami di ICU hingga detik terakhir

Kisah Dokter Mariska Temani Suami di ICU Bergelut Melawan COVID-19Perawat RS Dharmais membacakan surat yassin pada pasien COVID-19 (Instagram.com/anjarisme)

Mariska tidak sanggup membayangkan suaminya merasa kesepian di ruang ICU dengan kemungkinan sembuh yang tidak menentu, Mariska ingin berada di samping suaminya. la ingin menemani sang suami bergelut melawan virus tersebut.

Mariska pun mengajukan permohonan pada rumah sakit yang bersangkutan untuk bisa masuk dan menjenguk suaminya di dalam.

"Karena saya dokter paru, mereka memberikan pengertian khusus." ucapnya.

Kesempatan itu tidak disia-siakan Mariska, gunakan APD level tiga dia temani suaminya. Kondisi sang suami saat itu antara sadar dan tidak. Meski menyadari keberadaan Mariska, mereka tidak bisa berkomunikasi. Suami dengan alat bantu pernapasan, sementara Mariska dengan segenap masker dan hazmat yang dikenakannya Tapi pandangan mata melakukan cukup untuk menyampaikan betapa cinta kasih di antara mereka kuat, seperti maut. Dapat berada di samping suaminya adalah anugerah terindah Mariska.

"Setiap hari saya menjenguk pasangan di rumah sakit dan menemani detik-detik terakhirnya. Saat suami terkena COVID itu adalah hantaman terbesar untuk saya bahwa ternyata dengan adanya saya sebagai dokter, tidak bisa menjaga orang di sekitar saya," ucap Mariska.

4. Mariska usir lara dengan kembali bekerja

Kisah Dokter Mariska Temani Suami di ICU Bergelut Melawan COVID-19Petugas kesehatan memasukan vaksin COVID-19 ke jarum untuk disuntikkan kepada tenaga pendidikan di Palembang, Sumatera Selatan, Senin (8/3/2021) (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Dua minggu Mariska tidak bekerja, memberi dirinya waktu untuk melakukan duka. Ketika Mariska memutuskan kembali bekerja, ia disambut hangat rekan sejawatnya di RS Kanker Dharmais.

"Apa sudah sanggup pegang pasien dan kembali bertempur?" tanya rekan-rekannya. Mariska hanya mampu menjawab dengan senyum getir.

Bagi Mariska, menolong pasien adalah kewajiban sekaligus mengusir lara. la ingin menolong setiap pasien agar sebisa mungkin tidak ada istri yang ditinggal suami, suami yang ditinggal istri, anak yang ditinggal orang tua, atau orang tua.

"Kami sudah eman-eman, pasien aman, bersih. Ada saja nakes, petugas kami, penunggu yang Masih beraktivitas di luar dan terinfeksi. Karena di luar ini membara, ya kita kena apinya," imbuh rekan Dokter Mariska, Dokter Arif Riswahyudi Hanafi, Sp.P (K).

Baca Juga: Kisah Dokter ICU Saksi Kematian Pasien COVID-19 di Zona Merah

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya