Kisah Dokter yang Terinfeksi HIV Stadium 4: Itu bukan Akhir Segalanya 

Stigma dan diskriminasi terjadi karena kurang informasi

Jakarta, IDN Times - Suara Maruli tiba-tiba tercekat saat mengingat stigma yang dialaminya saat dia menyandang status HIV Juli pada 2004 lalu. Bumi seakan runtuh, tatkala dia ditinggalkan oleh orang yang dicintai. Terpuruk sudah pasti namun Maruli mampu bangkit bahkan saat ini, Maruli menganggap HIV adalah berkah.

"Kalau gak HIV saya gak seperti ini. Saya temukan makna hidup sebenarnya setelah saya terinfeksi. Saya tahu, saya mengerti hidup saya lebih berguna bagi orang lain, bermanfaat. Suatu kebanggaan bagi saya karena saya bertahan hidup," ujar Maruli Togatorop, sambil mengusap air mata yang nampak jatuh dipelupuk kedua mata di balik kacamatanya saat berbincang dalam acara Ngobrol Seru IDN Times, Kamis (11/3/2021).

"Jika berbicara seperti ini saya gak tahan untuk tidak mengeluarkan air mata, ternyata saya masih bisa berguna untuk membangkitkan semangat orang lain," sambung dokter gigi yang kini mengabdi di Marauke Papua tersebut. Maruli membagikan kisah sebagai penderita HIV yang membuktikan ODHIV dan ODHA bisa hidup normal, berkarya dan bermanfaat bagi sesama dalam perbincangan selama tiga puluh menit bersama IDN Times.

Baca Juga: Kisah Dokter Yasmi, Beratnya Menyampaikan Hasil Diagnosa Pasien HIV

1. Maruli dinyatakan positif HIV stadium 4

Kisah Dokter yang Terinfeksi HIV Stadium 4: Itu bukan Akhir Segalanya Ilustrasi: Petugas melakukan tes HIV pada darah seorang warga saat pemeriksaan HIV secara gratis di halaman Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Suara Maruli Togatorop bergetar dan matanya berkaca-kaca saat mulai menceritakan kejadian tujuh tahun lalu. Saat itu, Maruli harus bolak balik ke rumah sakit bukan menunaikan tugas sebagai dokter namun pasien.

"Saya tidak tahu sakit apa, bermacam dokter spesialis belum menemukan diagnosa yang pasti, padahal saya sudah bolak balik di rawat di rumha sakit," ujarnya.

Hingga Juli 2014, dokter yang juga teman Maruli memutuskan melakukan pengecekan HIV-AIDS. Hasilnya, Maruli HIV positif stadium empat. Bak disambar petir siang hari, Maruli kaget mesli dia bekerja sebagai tenaga kesehatan ternyata dia masih awam.

"Saya ditemukan sudah stadium 4 sudah stadium akhir. Saat itu saya masih bekerja, walaupun saya dokter tetapi pemahaman tentang HIV masih sangat minim jadi saya tidak tahu kalau saya terinfeksi HIV," ungkapnya.

2. Kondisi Maruli terpuruk dan ditinggalkan orang terdekat

Kisah Dokter yang Terinfeksi HIV Stadium 4: Itu bukan Akhir Segalanya Ilustrasi AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Kondisi Maruli kian drop, berat badan turun drastis dari 75 kg menjadi 45 kg, kondisi tersebut diperparah dengan stigma yang dialami di lingkungan sekitar. Maruli memilih resign atau keluar dari pekerjaan di sebuah rumah sakit di Jakarta.

Maruli mengakui sempat terpuruk namun rasa tanggung jawab pada diri sendiri membuat dia bangkit. Dan mulai menerima keadaan diri.

"Saya memang langsung membuka status pada banyak orang, karena saya tiba-tiba sadar telah melakukan kegiatan berisiko (hubungan intim) saya sendiri tidak perlu menolak, tidak pernah membohongi diri. Saya harus mempertanggungjawabkan perbuatan saya, dengan membuktikan bahwa saya bisa," ucapnya.

Saat itu, Maruli kemudian fokus melakukan pengobatan penanganan HIV dan mencari tahu semua informasi tentang HIV. Kini dia paham, banyak orang yang menstigma penderita HIV karena kurang informasi.

"Kenapa terjadi disebut stigma, karena belum ada informasi, ini yang menyebabkan terjadi diskriminasi terjadi karena kurangnya informasi pemahaman yang benar tentang HIV, jadi sampai sekarang saya bisa buktikan sendiri saya bisa hidup sehat layak orang lain," katanya.

Baca Juga: Kisah ODHA di Balikpapan, Sempat Depresi saat Didiagnosis HIV

3. Maruli bangkit dan umumkan dia positif HIV

Kisah Dokter yang Terinfeksi HIV Stadium 4: Itu bukan Akhir Segalanya Istimewa

Maruli mulai menata hidupnya kembali dan menghadapi dunia dengan berdiri pada kedua kaki. Pada 2015, dia mengirim surat ke Kementerian Kesehatan dengan menceritakan kondisinya dan meminta dipindahkan kembali ke Merauke, Papua.

Di Merauke, ia kembali bekerja seperti biasa menjadi dokter gigi. Maruli, tetap semangat sembuh dengan mengonsumsi ARV dan menerapkan pola hidup sehat. Bahkan kini dia juga aktif konselor serta motivator.

“Saya terbuka pada siapa pun tentang kondisi saya HIV positif. Saya tidak memaksa untuk membuka diri, namun saya berikan contoh agar orang lain tahu. Dengan begitu, saya jadi orang paling bebas, karena orang tidak perlu bergosip di belakang saya. Saya sendiri yang mengumumkan status HIV saya karena bagi saya HIV itu bukan aib, bukan akhir dari segalanya," ucapnya.

4. Hasilkan dua buku tentang perjuangan lawan stigma negatif

Kisah Dokter yang Terinfeksi HIV Stadium 4: Itu bukan Akhir Segalanya Instagram @drg.maruli

Perjuangan hidupnya ini dia tuangkan dalam dua buah buku berjudul berjudul “Dokter Kena HIV-Perjungan Penerimaan Diri Hingga Membuka Diri” dan "Punya Arti Sebelum Mati".

"Sebelum saya mati, saya ingi memberika arti seperti dalam buku saya jadi saya menuliska apa yang benar-benar terjadi pada saya, saya mau meninggalkan jejak informasi tentang HIV," imbuhnya.

Maruli memgungkapkan melalui buku tersebut dia memberika penjelasan dengan tidak sekedar teori namun juga menunjukan bahwa orang HIV bisa hidup sehat, melakukan pekerjaan sama dengan orang lain.

"Saya buktikan dengan konsumsi minum obat ARV secara teratur seperti akan bisa hidup sehat layaknya orang lain. Dan melalui buku ini biarlah orang tahu informasi HIV/AIDS dari saya," tuturnya.

"Stop virus sampai di saya tidak ada lagi yang terinveksi HIV. Saya bisa hidup sehat, saya bisa produktif, saya bisa berprestasi," imbuh Maruli.

5. Maruli buktikan HIV bukan akhir dari segalanya

Kisah Dokter yang Terinfeksi HIV Stadium 4: Itu bukan Akhir Segalanya Aktivitas rehabilitasi sosial pada orang dengan HIV (ODHIV) Medan (Dok. Kemensos)

Maruli menegaskan stigma dan diskriminasi tidak akan menimpa penderita HIV jika masyarakat memahami dan mengetahui informasi. Untuk itu, dia akan terus mengedukasi dan memberikan dampingan serta semangat bagi ODHA dan HIV.

"Kenapa ada stigma, karena tidak berdaya, bagi saya berdaya jadi tak ada orang yang stigma (lagi). Saya selalu bilang, Anda tidak mau berteman dengan saya karena status HIV itu bukan salah saya, tapi salah Anda itu masalah Anda, bukan masalah saya. Bagi teman-teman lain jika saya bisa kenapa Anda tidak bisa."

"Anda harus bangkit, harus semangat, karena HIV bukan akhir segalanya," serunya.

Baca Juga: Menuju Indonesia Bebas HIV/AIDS 2030, Apa Strategi yang Disiapkan?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya