Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDS

Mereka ditelantarkan oleh keluarga

Jakarta, IDN Times - Hidup di tengah keterbatasan ekonomi tidak membuat Puger Mulyono menutup hati dan mata dari keadaan sekitar. Laki-laki yang bekerja sebagai juru parkir ini rela merawat puluhan anak yang ditelantarkan keluarga akibat menderita HIV AIDS.

"Saya kasihan, kasihan gak ada yang merawat," ujarnya singkat saat dihubungi IDN Times, Minggu (12/1).

1. Puger mulai mengasuh anak penderita HIV/AIDS pada 2012

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSPuger Mulyono bersama anak-anak di Yayasan Lentera

Puger menceritakan awal mula dia mengabdikan hidup untuk merawat anak penderita HIV Aids pada 2012. Saat itu dia melihat ada seorang bayi berusia 1 tahun ditelantarkan di salah satu rumah sakit di Solo pada 2012.

"Saat itu saya mendengar info ada bayi menderita HIV/AIDS yang ditelantarkan bahkan keluarganya baik kakek nenek tidak mengakui, sedangkan orang tua meninggal karena penyakit HIV/AIDS. Akhirnya kami merawat anak tersebut," ungkapnya.

2. Kehadiran mereka di dunia ditolak keluarga karena HIV/AIDS

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSPetugas Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun mencatat hasil tes sampel darah untuk melihat terjangkit atau tidaknya pemandu lagu dari HIV/Aids. (IDN Times/Nofika Dian Nugroho)

Semakin hari, berbagai rumah sakit, puskesmas atau Dinas Sosial mempercayakan perawatan anak penderita HIV AIDS di tangan Puger

Anak-anak tersebut lahir dengan HIV-AIDS, mereka berasal dari berbagai pelosok Nusantara. Mereka itu tertular HIV dari orang tua yang dulu berperilaku seksual tak aman atau pernah mengonsumsi narkoba suntik.

"Setelah orang tua mereka meninggal, baik keluarga dan warga yang menolak kehadiran dan mengasuh anak-anak itu. Karena mengira HIV menular melalui sentuhan, bahkan lewat udara," paparnya.

3. Puger dan keluarga sering mendapat diskriminasi dari tetangga

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSIlustrasi bullying. Pexels-photo

Stigma negatif tentang anak HIV/ AIDS terus melekat pada anak yang lahir tidak berdosa. Beberapa kali Puger dan keluarga mengalami diskriminasi dan penolakan dari warga karena keberadaan anak-anak penderita HIV/AIDS.

"Sejak 2012 sampai 2016, kami hidup berpindah-pindah, diusir, dihina,' terangnya.

Saat ini, mereka menempati rumah khusus berkat bantuan dari pemerintah kota serta dinas sosial setempat dan juga pihak swasta.

"Sekarang kami lebih tenang karena tinggal sekitar di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bakti Jurug, Solo, gak punya tetangga, tetangga ya itu makam," terangnya.

4. Anak-anak penderita HIV/AIDS sering dirisak di sekolah

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSpixabay

Tidak hanya di lingkungan, Puger mengungkapkan diskriminasi kerap dialami anak-anak saat di lingkungan sekolah. Mereka sering kali mengalami perundungan di sekolah.

"Anak-anak yang sekolah umum sering dihina, caci maki makanya saya selalu memberi penguatan harus jujur bilang iya aku HIV, sehingga mereka siap jika ada yang menghina, dan terbiasa," terangnya.

5. Puger sedih jika anak yang sudah dirawat meninggal dunia

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSPengambilan sampel darah para pemandu lagu dalam tes HIV/Aids. IDN Times/Nofika Dian Nugroho

Bukan dikriminasi dan penolakan yang membuat Puger sedih namun saat dia harus kehilangan anak yang diasuh.

Penyakit yang diderita anak-anak sering kali menyiksa. Berbagai perawatan dan pengobatan terus dilakukan secara maksimal. Namun terkadang takdir berkata lain, sampai saat ini dia sudah kehilangan 12 anak.

"Jika mereka sakit terus meninggal itu sedih, ya gimana kan sudah saya anggap anak sendiri saya rawat, makan saya suapin ya seperti keluarga," ujarnya.

6. Mengapa saya tertular penyakit HIV/AIDS?

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSUnsplash/Olga Kononenko

Bukan itu saja, Puger kerap kali menahan tangis tatkala anak-anak bertanya tentang penyakit dan menyalahkan orang tua

"Tugas berat saat mereka menyalahkan orang tua mengapa menularkan penyakit dan menelantarkan, saya berusaha menjelaskan secara bijaksana pada mereka. Pernah ada yang drop, tak mau minum obat lagi dan meninggal. Akhirnya, kami juga melakukan pendekatan religius kepada mereka," kata dia.

7. Keluarga mendukung kegiatan Puger

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSarchive.boston.com

Beruntung istri dan empat anak mereka mendukung dan menganggap anak-anak penderita HIV/AIDS bagian dari keluarga.

"Tidak hanya main, atau makan bahkan kami juga bersama mereka. Saya anggap mereka anak sendiri, kasihan," imbuhnya.

8. Puger keluarkan biaya Rp45 juta perbulan untuk menghidupi anak-anak penderita HIV/AIDS

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSPetugas melakukan tes HIV pada darah seorang warga saat pemeriksaan HIV secara gratis di halaman Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Saat ini ada 35 anak yang menghuni Yayasan Lentera. Puger mengakui pekerjaan sebagai juru parkir tidak bisa memenuhi kebutuhan anak-anak terlebih jika mereka sedang paliatif, membutuhkan perawatan dan pengobatan yang maksimal.

"Dalam satu bulan saya harus mengeluarkan sekitar Rp45 juta per bulan untuk kebutuhan sehari-hari, itu belum obat dan perawatan, beruntung banyak orang-orang baik yang masih membantu," katanya

9. Penghuni rumah khusus berasal dari berbagai daerah

Kisah Mengharukan Juru Parkir Rawat Puluhan Anak Penderita HIV/AIDSnorthcoastcourier.co.za

Saat ini bersama tujuh relawan, dia merawat 35 anak berusia dari dua minggu sampai sepuluh tahun di rumah khusus ini.

Dia mengungkapkan rumah tersebut sudah menjadi rujukan nasional bagi anak penderita HIV/AIDS. Selain dari Solo, ada yang berasal dari Batam, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi, Papua, dan daerah lainnya.

"Kami tidak bisa menolaknya karena itu tadi kasihan mereka gak ada yang merawat," ucapnya

Puger berpesan agar masyarakat tidak melakukan seks bebas yang bisa menularkan HIV/AIDS atau memakai jarum suntik, sebab ada bayi-bayi tidak berdosa yang nanti membawa beban dosa mereka.

Baca Juga: Miris, Kisah 4 Bayi Ditinggalkan Keluarga karena Terjangkit HIV/AIDS

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya