Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah 

Masa kecil penderita hemofilia tidak mudah

Jakarta, IDN Times - "Darahmu kau donorkan, deritaku bebaskan, kau pun pahlawan meski tanpa gelar," nyanyian tersebut mengalun merdu dari bibir para penderita hemofilia di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (4/3).

Sekilas, tidak ada yang beda dari mereka. Satu di antaranya, Hafiz Kalamullah (28), duduk di barisan depan bersama dua penyandang hemofilia lain.

Pemuda berkaus merah itu selalu menebar senyum. Namun di balik senyumnya, Hafiz menyimpan masa kecil yang kurang menyenangkan.

Baca Juga: Bayi Mudah Memar, Waspadai Tanda Hemofilia

1. Didiagnosis sejak usia 2 tahun

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN TIMES/Dini suciatiningrum

Pada IDN Times, laki-laki yang lahir 9 September 1991 ini bercerita, menjalani masa kecil sebagai penyandang hemofilia tidaklah mudah. Hafiz divonis menderita kelainan darah langka tersebut sejak usia 2 tahun.

"Ibu sih cerita saat saya mulai merangkak, siku dan sendi sering lebam. Saat itu sudah periksa ke rumah sakit, tapi belum ketahuan. Nah, usia dua tahunan sering terjadi pendarahan sebab saat itu lagi aktif jalan. Setelah diperiksa, ternyata saya menderita hemofilia berat," cerita Hafiz.

Hafiz bersyukur mempunyai ibu yang berprofesi sebagai dosen ilmu Biologi, sehingga tahu bagaimana merawatnya. Terlebih, saudara laki-laki ibu meninggal karena hemofilia.

"Paman menderita hemofilia, jadi ibu lebih protect pada saya," terang Hafiz.
 

2. Diperlakukan bak barang pecah-belah

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN Times/ Dini suciatiningrum

Menyandang hemofilia membuat masa-masa kecil Hafiz tidak biasa. Seluruh keluarga besar terlebih sang ibu, sangat overprotective terhadapnya.

"Saya diperlakukan bak barang pecah-belah atau berlian, benar-benar dijaga. Geser dikit saja dingatin. Jangan lari, jangan main ini-itu, pokoknya diawasin terus," ungkap dia sambil menerawang.

Saat kecil, Hafiz merasa dunia tidak adil. Dia selalu bertanya mengapa dirinya tidak seperti anak yang lain. Hafiz juga ingin bermain bola, berlarian, dan bermain seperti teman sebayanya.

3. Hafiz sering mengurung diri dan marah

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN Times/Dini suciatiningrum

Perlakuan keluarga yang membatasi kegiatan saat kecil, membuat Hafiz sering menangis, terutama jika momen tahun baru tiba.

Saat malam pergantian tahun, biasanya seluruh keluarga berkumpul. Namun, Hafiz tidak bisa menikmati panorama kembang api di malam tahun baru.

"Saat malam tahun baru, semua naik ke loteng. Tetapi saya gak naik sebab gak boleh menaiki tangga. Namanya anak kecil, diingatin begitu ya langsung nangis, marah, lalu mengurung diri di kamar," kenang Hafiz.
 

4. Sendi Hafiz harus dioperasi akibat sembunyikan luka lebam

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN Times/Dini suciatiningrum

Sebagai penyandang hemofilia akut, Hafiz memahami kulitnya tidak boleh terkena gesekan, tergores, bahkan luka, sebab akan menyebabkan pendarahan yang membuat sendi dan otot bengkak.

Meski demikian, kadang dia tidak bisa menghindari pendarahan tersebut. Hafiz sering menyembunyikan luka lebam dari sang ibu. Dia tahu, jika ibunya mengetahui dia terluka, pasti akan dimarahi dan dibawa ke rumah sakit.

"Saya juga sedih lihat ibu panik gitu, tiap lebam selalu ngerepotin ibu, jadi kalau ada memar saya sembunyiin. Termasuk luka karena jatuh ngejar layangan, he he... Namanya juga anak kecil, meski dilarang lari, tetap aja," kata Hafiz.

Bak bom waktu, luka yang disembuyikan Hafiz lama-lama terungkap. Sendi kedua kakinya membengkak dan harus dioperasi.

"Saya harus memakai tongkat selama sembilan tahun karena sendi di kaki mulai retak," cerita dia.

5. Hafiz ditolak beberapa sekolah

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN TIMES/ Dini suciatiningrum

Tidak hanya aktivitas, Hafiz juga mengalami kendala saat memasuki usia sekolah. Dia menceritakan, ibunya sempat mengalami penolakan saat memasukkan Hafiz di jenjang sekolah dasar.

"Tidak semua sekolah mau menerima saya sebab sejak awal, ibu sudah memberi tahu kondisi saya pada sekolah agar memperlakukan saya tidak sama dengan siswa lain. Setelah beberapa kali penolakan, syukur ada sekolah swasta yang mau terima," papar Hafiz.

Hafiz pun menambahkan, penyandang hemofilia juga harus belajar keras agar tidak tertinggal mata pelajaran. Sebab dalam satu minggu, dia bisa menginap dua sampai tiga hari di rumah sakit untuk menjalani perawatan.

"Sebelum ada konsentrat pembekuan darah, saya harus nginap di rumah sakit berhari-hari, rutin tiap minggu untuk transfusi darah. Sebab, penyandang hemofilia membutuhkan minimal 12 kantong darah. Untung ibu selalu membawa buku-buku agar saya tidak tertinggal dengan siswa lain," ucap Hafiz.

6. Hafiz jalani masa sulit saat ditinggal ibu

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN TIMES/Dini suciatiningrum

Hafiz mengungkapkan masa-masa sulit yang dialaminya saat sang ibu meninggal dunia karena penyakit kanker. Selama lima belas tahun, hidupnya selalu bergantung pada ibu.

"Mulai SD sampai SMP, ibu selalu menemani saya, tidak pernah meninggalkan saya sedetik pun sehingga saat beliau meninggal, saya sangat terpuruk, kehilangan perhatian, kasih sayang," kata dia.

Hafiz mulai belajar mandiri meski sulit. Namun, dia terus belajar dan bertahan. Hafiz bersyukur, ada teman-teman sesama penyintas hemofilia di Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) yang mendukung dan menemani.

7. Urusan asmara, Hafiz terbuka soal kondisinya

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN Times/ Dini suciatiningrum

Hafiz menambahkan, tidak semua orang bisa menerima penyandang hemofilia, termasuk dalam urusan asmara. Namun, dia percaya jodoh dan rezeki sudah diatur oleh Sang Maha Kuasa.

"Saya selalu memberitahukan kondisi saya tiap mendekati wanita. Penolakan hal biasa, namun jodoh gak ke mana. Akhirnya, saya bertemu dengan istri yang mau terima keadaan saya," ungkap Hafiz.

Kini, Hafiz dikarunia anak yang sudah berusia satu tahun. Dia bersyukur, anak laki-lakinya tumbuh sehat seperti anak normal lain.
 

8. Penyandang hemofilia kesulitan mencari kerja

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN Times/Dini Suciatiningrum

Hafiz bercerita lebih lanjut bahwa tidak semua perusahaan mau menerima karyawan dengan riwayat penyakit tersebut. Tidak terhitung berapa perusahaan yang sudah menolak Hafiz. Terlebih, dia juga mencari pekerjaan yang minim risiko bagi penderita hemofilia.

"Saya memilih jurusan komputer di Universitas Indonesia, dengan harapan bekerja lebih fleksibel dan minim risiko," kata dia.

9. Berharap hemofilia semakin dikenal oleh masyarakat luas

Kisah Penderita Hemofilia, Diperlakukan Bak Barang Pecah-Belah IDN Times/Dini Suciatiningrum

Menutup perbincangan dengan IDN Times, dia berharap penyandang hemofilia lebih terbuka. Hal ini selain untuk mengurangi resiko luka lebih serius, Hafiz juga merasa prihatin dengan minimnya informasi dan pengetahuan di masyarakat mengenai penyakit ini. Sehingga menurutnya, tidak semua anak dengan hemoflkia bisa diterima dalam keluarga dan masyarakat.

"Ada yang dibuang orang tuanya, bahkan penyandang hemofilia dianggap sampah oleh keluarga dan masyarakat karena dianggap sebagai penyakit kutukan Tuhan," tutup Hafiz.

HMHI alias Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia telah meluncurkan aplikasi Hemofilia Indonesia sebagai wadah registrasi nasional berbasis android bagi penyandang hemofilia. 

Baca Juga: HMHI Luncurkan Aplikasi Hemofilia Indonesia 

Topik:

  • Elfida

Berita Terkini Lainnya