Komnas HAM: Penerimaan CPNS Kejagung Diskriminatif dan Cederai UUD 45

Persyaratan CPNS bertentangan konvensi

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Kejaksaan Agung diskriminatif terhadap kelompok orientasi seksual dan identitas gender tertentu.

"Komnas HAM meminta klarifikasi dan pembatalan persyaratan tersebut dalam proses penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Kejaksaan Agung," ujar Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara dalam siaran tertulis, Senin (25/11).

1. Komnas HAM menemukan 12 kali kalimat diskriminatif

Komnas HAM: Penerimaan CPNS Kejagung Diskriminatif dan Cederai UUD 45IDN Times/Lia Hutasoit

Beka mengatakan Komnas HAM menilai persyaratan khusus pada lima jabatan dengan seluruh formasi di Kejaksaan Agung, bertentangan dengan prinsip dan nilai hak asasi manusia yang terkandung dalam konstitusi.

Secara spesifik, Beka menjelaskan, Komnas HAM mendapati 12 kali kalimat “tidak cacat mental termasuk kelainan orientasi seks dan kelainan perilaku (transgender)” yang disebutkan pada pengumuman tersebut.

"Komnas HAM menilai pengecualian pada kelompok tertentu, sama sekali tidak berkaitan dengan nilai dan bentuk pekerjaan pada jabatan-jabatan tersebut. Artinya, semua orang dapat melakukan pekerjaan pada jabatan tersebut tanpa melihat orientasi seksual dan identitas gendernya," kata dia.

2. Persyaratan CPNS bertentangan dengan UUD 1945

Komnas HAM: Penerimaan CPNS Kejagung Diskriminatif dan Cederai UUD 45IDN Times/Lia Hutasoit

Menurut Beka, persyaratan tersebut terbukti bertentangan dengan Pasal 28I (2) UUD 1945, yang berbunyi “Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun, dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” 

Persyaratan tersebut, kata Beka, juga mencederai Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

"Perlu digaris bawahi bahwa setiap warga negara pada ayat tersebut menunjukkan tidak ada pengecualian warga negara untuk menikmati hak ini," kata Beka.

3. Persyaratan diskriminatif bertentangan dengan kewajiban negara menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM

Komnas HAM: Penerimaan CPNS Kejagung Diskriminatif dan Cederai UUD 45(Ilustrasi) IDN Times/Arief Rahmat

Selain itu, kata Beka, persyaratan diskriminatif tersebut bertentangan dengan kewajiban lembaga negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM semua warga negara, termasuk kelompok berbasis orientasi seksual dan identitas gender.

Hal tersebut sejalan dengan Pasal 2 UU Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM, yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.” 

Menurut Beka, instrumen HAM lainnya yang menjamin pemenuhan hak atas pekerjaan adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

"Ratifikasi kovenan ini mempertegas tanggung jawab negara sebagai pengemban kewajiban (duty bearer) untuk dapat memenuhi kebutuhan minimal hak-hak ekosob (ekonomi, sosial, dan budaya)," ujar dia.

4. Indonesia harus patuh pada konvensi-konvensi ILO

Komnas HAM: Penerimaan CPNS Kejagung Diskriminatif dan Cederai UUD 45IDN Times/Margith Juita Damanik

Beka mengingatkan tanggung jawab negara memenuhi dan melindungi hak atas pekerjaan meliputi beberapa aspek, sesuai Komentar Umum Nomor 8, yaitu: aspek ketersediaan, aspek aksesibilitas, dan aspek akseptabilitas.

Terlebih, kata Beka, sebagai anggota ILO (Organisasi Buruh Internasional) sejak 1950, Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi ILO seperti Konvensi Nomor 88 Tahun 1948 tentang Lembaga Pelayanan Penempatan Kerja, dan meratifikasi Konvensi Nomor 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.

"Oleh karena itu, Indonesia harus patuh pada konvensi-konvensi ILO untuk memajukan kesempatan bagi siapa pun, untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif dalam kondisi yang merdeka, setara, aman, dan bermartabat," ujar dia.

5. Kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender, bukan penyakit jiwa maupun cacat mental

Komnas HAM: Penerimaan CPNS Kejagung Diskriminatif dan Cederai UUD 45(ilustrasi) pexels.com/Magda Ehlers

Alasan lain yang tidak kalah penting, kata Beka, WHO atau Lembaga Kesehatan Dunia pada 1992 telah menghapus kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender dari daftar penyakit kejiwaan.

"Pernyataan WHO ini diamini oleh Kementerian Kesehatan melalui PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) III tahun 1993, yang juga menyatakan bahwa kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender, bukan merupakan penyakit jiwa maupun cacat mental," sebut dia.

Ditambah lagi, menurut Beka, pada 17 Oktober 2019, Indonesia terpilih menjadi Anggota Dewan HAM PBB 2020-2022. Sehingga mekanisme kerja yang dibangun oleh setiap lembaga negara, termasuk Kejaksaan Agung, wajib berbasis pada prinsip dan nilai-nilai HAM.

Baca Juga: Larang CPNS LGBT dan Cacat, Kejagung: Kita Ingin yang Normal

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya