Komnas Perempuan: Tinggal di Rumah Majikan, PRT Rentan Terpapar COVID

Di tengah pandemik, banyak PRT yang kehilangan pekerjaan

Jakarta, IDN Times - Kajian Komnas Perempuan tentang Dampak Kebijakan Penanganan COVID-19 menunjukkan, Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja dan tinggal di rumah majikan rentan terpapar virus COVID-19 lantaran tugas mereka melayani keluarga pemberi kerja khususnya yang dalam kondisi sakit. Selain itu, sebagian besar mereka tidak memiliki jaminan kesehatan dan terabaikan dari skema bantuan sosial.

Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, sebagai salah satu alternatif pekerjaan yang banyak diampu oleh perempuan, kontribusi PRT cukup signifikan dalam ekonomi keluarga, baik keluarga pemberi kerja dan PRT sendiri, juga pada ekonomi nasional.

"Namun, akibat belum adanya pengakuan dan perlindungan terhadap PRT, pada situasi pandemik seperti saat ini banyak PRT kehilangan pekerjaan yang potensial meningkatkan kemiskinan berwajah perempuan," ujarnya dalam siaran tertulis, Kamis (15/2/2021).

 

1. Angka pengangguran terus meningkat

Komnas Perempuan: Tinggal di Rumah Majikan, PRT Rentan Terpapar COVIDIlustrasi pencari kerja. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Mariana menerangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ada peningkatan angka pengangguran yang ditengarai terjadi akibat dari pandemik COVID-19.

Pada periode Agustus 2020 jumlah pengangguran mencapai 9,77 juta orang. Dalam periode yang sama jumlah angkatan kerja naik 2,36 juta orang menjadi 138,22 juta orang, namun orang yang bekerja justru turun 310.000 orang menjadi 128,45 juta orang.

Diperkirakan hal ini akan terus bertambah pada 2021. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi pada 2021 angka pengangguran potensial  menyentuh 12,7 juta orang.

Baca Juga: Miris! Beban Kerja PRT Bertambah, Upah Tidak Berubah Saat Pandemik

2. Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mendesak disahkan

Komnas Perempuan: Tinggal di Rumah Majikan, PRT Rentan Terpapar COVIDPerjalanan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (IDN Times/Sukma Shakti)

Selain itu, di tengah kerentanan PRT berhadapan dengan kekerasan, diskriminasi, dan pemiskinan, pengakuan dan perlindungan hukum terhadap PRT melalui Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mendesak untuk segera dibahas dan disahkan.

Komnas Perempuan berpandangan, pengakuan dan perlindungan hukum terhadap PRT akan menguntungkan banyak pihak yaitu PRT sendiri, pemberi kerja dan ekonomi negara pada umumnya.

"Tidak ada ruginya sama sekali bagi DPR-RI dan Pemerintah untuk segera mengakui dan melindungi PRT melalui Undang-Undang. Sebaliknya, kepastian hukum, perlindungan terhadap kedua belah pihak (Pemberi Kerja dan PRT), serta afirmasi terhadap kerja rumah tangga sebagai pekerjaan dan sumber ekonomi rumah tangga melalui Undang-Undang Perlindungan PRT, akan membawa manfaat dan keuntungan bagi semua.

3. Saatnya DPR RI menunjukkan keberpihakannya kepada kelompok miskin

Komnas Perempuan: Tinggal di Rumah Majikan, PRT Rentan Terpapar COVIDBekas sayatan pisau yang membekas di tangan Ika, seorang PRT asal Semarang (Dok. Istimewa)

Dia menegaskan sudah terlalu lama RUU Perlindungan PRT antre di DPR RI, berulang kali terdaftar sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI sejak periode 2004-2009 hingga kemudian masuk RUU Prioritas Prolegnas 2020.

"Saatnya DPR RI menunjukkan keberpihakannya kepada kelompok miskin, marginal dan rentan terutama dalam memastikan tidak ada lagi Sunarsih-Sunarsih lain di negeri ini," tegasnya.

4. Jangan ada Sunarsih lain

Komnas Perempuan: Tinggal di Rumah Majikan, PRT Rentan Terpapar COVIDSejumlah PRT Semarang menunjukan masker yang dibuat oleh Siti Khotimah. Dok SPRT Merdeka

Diketahui, Sunarsih merupakan PRT Anak (PRTA) berusia 14 tahun yang mengalami atas peristiwa penyiksaan dan kekerasan pada 2007.

Sunarsih adalah korban perdagangan orang yang dipaksa bekerja di Surabaya, Jawa Timur. Semasa bekerja, Sunarsih mengalami penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dari majikannya dan tidak menikmati hak-haknya sebagai pekerja dan anak.

Hak-hak tersebut antara lain tidak diberi upah, jam kerja yang lebih dari 18 jam, diberi makan yang tidak layak, tidak mendapat akses untuk keluar rumah karena dikunci, tidak bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dan tidur di lantai jemuran. Akibat seluruh perlakuan tersebut, Sunarsih akhirnya meninggal dunia pada 12 Februari 2001.

Baca Juga: Ini Penyebab RUU Perlindungan PRT Belum Juga Disahkan DPR

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya