KPAI Soroti Kasus Remaja Bengkulu Bunuh Diri Usai Sehari Masuk Lapas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Seorang remaja berinisial YYP (18) ditemukan tewas bunuh diri di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) klas II Bengkulu, sehari setelah masuk lembaga pemasyarakatan (lapas).
Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasa Putra mengaku prihatin dengan peristiwa tersebut. Jasra menegaskan, publik perlu mendapatkan keterangan jelas dari pihak berwenang dan memeriksa kasus ini.
"Kasus pencurian yang menghantarkan bunuh diri, menjadi perhatian kita semua. Apa yang terjadi dengan ananda YYP sehingga lebih memilih bunuh diri dalam proses masa pidana?" ujar Jasra dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Selasa (14/6/2022).
1. Jangan ada lagi anak tinggal sehari di lapas bunuh diri
Meski demikian, KPAI mengapresiasi respons kasus tersebut dengan mengagendakan pertemuan dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bengkulu, Kepala Lapas LPKA kelas II Bengkulu, Gubernur Bengkulu, dan Forum Perlindungan Khusus Anak di Bengkulu.
"Tentu kasus ini penting dipotret lebih jauh agar tidak ada lagi anak-anak yang baru tinggal sehari di lapas memilih bunuh diri. Padahal seringkali anak-anak berhadapan dengan hukum melakukan itu karena ada dorongan kuat dari pihak lain atau ada kasus sebelumnya yang menjebak anak dalam perlakuan salah," katanya.
Baca Juga: KPAI: Guru Bisa Juga Jadi Pelaku Perundungan Siswa
Baca Juga: KemenPPPA, KPAI, LPSK Komitmen Restitusi Anak Korban Tindak Pidana
2. Ada 80 kasus anak berhadapan dengan hukum di Bengkulu
Jasra menambahkan, berdasarkan data yang disampaikan pemerintah setempat, ada 80 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Bengkulu. Bahkan beberapa di antaranya membawa anak-anak menjadi pelaku.
Editor’s picks
Menurut laporan, anak-anak korban dirujuk ke Dinas Sosial, sedangkan anak anak pelaku berada di Balai Pemasyarakat (Bapas) Bengkulu.
3. Kasus anak berhubungan dengan hukum di Bengkulu meningkat
Jasra menyampaikan, laporan Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bengkulu menunjukkan, kasus ABH meningkat dari 65 kasus pada 2020, kemudian ada 80 kasus pada 2021, sementara yang bisa diintervensi Dinsos terdapat 50 ABH.
"Latar belakang anak ABH didahului menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan korban kekerasan seksual," katanya.
Baca Juga: Usai Bunuh Mantan Istri, Seorang Kakek di Lombok Berupaya Bunuh Diri
4. Tantangan dalam pendampingan ABH
Laporan ini senada dengan survei KPAI di lembaga rehab seluruh Indonesia yang masih mempunyai tantangan. Tantangan tersebut antara lain dalam hal pendampingan, memperkuat sumber daya manusia (SDM), dan anggaran, termasuk pasca keluar lapas.
Menurut Jasra, saat kembali ke keluarga atau proses reintegrasi, terkadang sudah jauh dari jangkauan lembaga. Selain itu, ada pula anak yang menjalani masa pidana sampai setahun, tetapi keluarganya tidak pernah datang.
"Karena kalau tidak terawasi dengan baik, anak-anak akan terseret dalam kondisi yang lebih buruk. Tentu ini menjadi kerja bersama yang harus ditindaklanjuti, agar anak-anak di Bengkulu memiliki rasa aman, masa depan yang lebih baik. Terutama anak-anak ABH," kata Jasra.
Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Penyusunan Rencana Aksi Pengasuhan Berbasis Hak Anak
Baca Juga: Kemen PPPA Kawal Kasus Istri dan Anak di Palembang Disiram Air Keras