LaporCovid-19 Terima Laporan Dugaan Jual Beli Vaksin Booster
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan LaporCovid-19 mendorong pemerintah agar melakukan investigasi dan menindak tegas petugas, pejabat, atau kelompok lainnya yang terbukti melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan program vaksinasi COVID-19.
Perwakilan LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah mengungkapkan,
pihaknya menerima sedikitnya 71 laporan warga terkait dugaan penyimpangan, maupun penyalahgunaan program vaksinasi COVID-19.
"Sebagian besar laporan atau sebanyak 27 laporan justru diduga melibatkan oknum petugas hingga pejabat atau kepala daerah, yang memiliki akses secara langsung terhadap distribusi vaksin," ujar Firdaus dalam siaran tertulis, Rabu (5/1/2021).
"Salah satu temuan lain dari audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) juga mengindikasikan adanya penyalahgunaan persediaan vaksin, di antaranya pemberian vaksin booster kepada kelompok nonnakes," sambung dia.
Baca Juga: Fakta-Fakta soal Vaksin Booster COVID-19 yang Perlu Kamu Tahu
1. Praktik jual beli vaksin booster di Surabaya
Firdaus mengatakan praktik jual beli vaksin booster untuk masyarakat umum ini juga terus terulang kembali. Pada penghujung 2021 secara langsung ditemukan praktik jual beli vaksin COVID-19 di Surabaya.
"Praktik semacam ini tidak dilakukan hanya karena ada kesempatan, melainkan sudah direncanakan sedemikian rupa, dengan menyertakan link pendaftaran sebagai tanda bukti pemesanan," ujar dia.
2. Menjamurnya penyimpangan dalam program vaksinasi
Editor’s picks
Selain itu, kata Firdaus, bentuk penyimpangan lain cukup beragam, mulai dari pungutan liar hingga maraknya peredaran sertifikat vaksin palsu atau ilegal, yang merugikan masyarakat secara keseluruhan.
"Menjamurnya praktik semacam ini disebabkan pengawasan yang lemah, pembiaran laporan warga dan minimnya transparansi pada proses distribusi vaksin, hingga kemudian jatuh pada kelompok tertentu dan memanfaatkannya demi meraup keuntungan," kata dia.
3. Pemerintah bertanggung jawab mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat secara optimal
Sementara, perwakilan dari Transparency International Indonesia Agus Sarwono menambahkan, penyimpangan atau penyalahgunaan program vaksinasi berpotensi menghambat publik mendapatkan hak atas kesehatan, termasuk layanan vaksinasi dan semakin memperlebar ketimpangan mendapatkan layanan kesehatan yang setara.
"Pemerintah bertanggung jawab mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat secara optimal. Antara lain melalui penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang layak, serta mudah diakses oleh masyarakat. Klausul ini pun sudah tertera di dalam konstitusi, UU Kesehatan, UU Kekarantinaan Kesehatan, dan sejumlah peraturan lainnya," kata dia.
Baca Juga: Vaksin Booster Mulai 12 Januari, Berapa Harga Resmi dari Pemerintah?
4. Publik kesulitan mengakses informasi distribusi vaksin
Menurut Agus, selama ini mekanisme distribusi vaksin ke daerah menjadi kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, yang juga menetapkan kebutuhan vaksin sesuai jenis, jumlah yang akan dibutuhkan, hingga harga satuan vaksin.
Sementara, pemerintah daerah bertugas meneruskan vaksin ke fasilitas kesehatan, sehingga dapat menyelenggarakan program vaksinasi COVID-19.
"Namun, hingga saat ini publik masih kesulitan mengakses informasi terkait kuantitas, masa berlaku, hingga jenis vaksin yang digunakan, baik mulai dari proses pengadaan, distribusi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, hingga pencatatan vaksinasi kepada kelompok penerima," kata Agus.