MAKI Minta KPK Umumkan Tersangka Korupsi Lahan Rumah DP Rp0 di Munjul
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI ) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengumumkan tersangka dugaan korupsi pengadaan lahan untuk program rumah DP 0 Rupiah di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur.
"Kami meminta segera diumumkan tersangka dan dilakukan penahanan terhadap para tersangka dugaan korupsi pembayaran PD Sarana Jaya untuk rencana memperoleh lahan di Munjul," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis, Jumat (19/3/2021).
Baca Juga: Wagub DKI Tak Tahu Sarana Jaya Beli Lahan 70 Hektare
1. MAKI serahkan data lahan yang diduga dikorupsi
Boyamin mengungkapkan, MAKI sudah menyerahkan data sertifikat Hak Guna Bangunan lahan di Munjul.
Dia menjelaskan, lahan tersebut terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97,98, dan 99 yang diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada 31 Juli 2001, dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021 atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar 4 hektare.
"Berdasar data tersebut terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan," katanya.
2. Lahan tersebut milik sebuah yayasan
Boyamin membeberkan, lahan tersebut milik sebuah yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta. Lahan yayasan hanya boleh dialihkan kepada yayasan lain untuk digunakan tujuan fungsi sosial. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Ttntang Yayasan.
"Semestinya sejak awal PD Sarana Jaya mengetahui tidak bisa membeli lahan tersebut, karena lahan dimiliki oleh sebuah yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta dilarang oleh UU yayasan," terangnya
Editor’s picks
Menurutnya, pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp200 miliar merupakan bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean, serta berpotensi menimbulkan total lost atau uang hilang semua tanpa mendapat lahan.
3. HGB lahan habis 2021
Boyamin menambahan, HGB lahan tersebut akan habis 2021 dan selama ini tidak pernah dilakukan pembangunan apapun sesuai izin HGB, sehingga berpotensi tidak akan diperpanjang.
"Semestinya PD Sarana Jaya menunggu perpanjangan HGB untuk melakukan pembayaran, sehingga dengan pembayaran sebelum HGB diperpanjang adalah bentuk pembayaran yang sia-sia dan berpotensi tidak akan memperoleh lahan tersebut," ujarnya.
4. Pembayaran oleh PD Sarana Jaya suatu hal yang ceroboh
Bonyamin mengatakan, sebelum terbit HGB tahun 2001, lahan tersebut adalah berstatus Hak Pakai yang dimaknai lahan milik pemerintah, sehingga ketika lahan tersebut terlantar karena tidak didirikan bangunan maka berpotensi HGB dicabut atau setidaknya perpanjangannya akan ditolak.
"Pembayaran oleh PD Sarana Jaya adalah sesuatu hal ceroboh dan uang terbuang percuma," ungkapnya
Kemudian, rencana penjualan lahan oleh pemegang HGB kepada perusahaan swasta yang kemudian dijual kepada PD Sarana Jaya patut diduga telah melanggar UU Yayasan.
"HGB tersebut dapat dicabut oleh pemerintah karena tidak sesuai peruntukannya, sehingga pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga turut serta korupsi yang merugikan negara," terangnya.
Baca Juga: Korupsi Rumah DP Rp0, Dirut PD Sarana Jaya Diduga Mark Up Harga Tanah