Mal-mal Ini Diduga Langgar Master Plan Jakarta, Siapa Tanggung Jawab?

Kok bisa hutan kota disulap jadi mal?

Jakarta, IDN Times - Gemerlap kemewahan sejumlah pusat perbelanjaan seketika lenyap saat banjir melumpuhkan Ibu kota pada awal 2020.

Beberapa pusat perbelanjaan lumpuh hingga satu pekan lebih akibat direndam banjir. Tentunya para penyewa mal mengalami kerugian yang tidak sedikit, karena tidak bisa beroperasi. Salah satunya Mal Taman Anggrek di Jakarta Barat.

Ketua Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HPPBI) Budihardjo Iduansjah mengungkapkan, bila hitungan kasar, satu mal bisa merugi sampai Rp15 miliar karena tutup selama setengah bulan.

Karena itu, melalui HPPBI, mal-mal yang merugi akibat banjir menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Namun, pengamat tata kota Nirwono Joga menilai, tuntutan penyewa mal tersebut justru menjadi bumerang.

"Tuntutan itu malah jadi bumerang lebih baik evaluasi diri, jangan sampai Pemerintah Provinsi DKI yang menggugat karena pengembang membangun di atas lahan terbuka hijau," ujar Nirwono pada IDN Times, Kamis (16/1).

Baca Juga: Mal Taman Anggrek dan 'Luka Lama' Jakarta Pasca-Banjir

1. Persoalannya mengapa dari hutan kota kok bisa disulap menjadi mal?

Mal-mal Ini Diduga Langgar Master Plan Jakarta, Siapa Tanggung Jawab?Mal Taman Anggrek di Jakarta Barat tidak beroperasi sejak banjir melanda awal Januari 2020. (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Tuntutan penyewa mal dinilai secara tidak langsung membuka 'kartu' yang selama ini seolah dipendam. Nirwono mengungkapkan, sebenarnya kawasan Mal Taman Anggrek dahulu merupakan kawasan hutan kota, bahkan wilayah tersebut terkenal sebagai tempat kebun Anggrek pada 1985.

"Secara teknis tentunya kawasan tersebut diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau. Persoalannya mengapa dari hutan kota kok bisa disulap menjadi mal?" ungkapnya.

2. Kelapa Gading termasuk daerah resapan air

Mal-mal Ini Diduga Langgar Master Plan Jakarta, Siapa Tanggung Jawab?(Twitter/@TMCPoldaMetro)

Nirwono memaparkan, jika menjadi catatan maka kalau ditarik garis panjang lagi hal yang sama terjadi di lain lokasi, misal kawasan Kelapa Gading.

Dulu wilayah tersebut dalam peta menunjukkan warna biru yang artinya, lanjut Nirwono, merupakan daerah rawa dan setu.

"Makanya Rawasari, Rawamangun, Rawakucing karena dulu daerah resapan air. Pertanyaan kenapa kok bisa berubah jadi permukiman?" ujarnya.

3. Mall Taman Anggrek dan Kelapa Gading diduga langgar master plan Jakarta

Mal-mal Ini Diduga Langgar Master Plan Jakarta, Siapa Tanggung Jawab?Mal Taman Anggrek di Jakarta Barat belum beroperasi hingga Rabu (15/1) sejak banjir merendam mal ini pada awal Januari 2020. (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Nirwono menegaskan, fakta tersebut menunjukkan ada master plan Jakarta yang diduga dilanggar oleh Mall Taman Anggrek dan Kelapa Gading.

Nirwono mengingatkan, penggunaan ruang DKI Jakarta sudah diatur dengan kebijakan gubernur melalui rencana tata ruang wilayah (RTRW) Rencana Induk 1965-1985 dan dilanjutkan dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) 1985-2005.

"Pembangunan Mall Taman Anggrek dan Kelapa Gading telah melanggar Rencana Umum Tata Ruang Jakarta 1965-1985, bahkan dalam Rencana terkini, RTRW 2030 kawasan tersebut sudah diputihkan yang sebelumnya kawasan MTA warna hijau, bahkan Kelapa Gading yang dulu berwarna biru sekarang sudah campuran," paparnya.

4. Lahan Hijau Jakarta hanya 9,98 persen

Mal-mal Ini Diduga Langgar Master Plan Jakarta, Siapa Tanggung Jawab?IDN Times/Dimas Fitra Dirgantara

Lebih lanjut, Nirwono memaparkan, dalam Rencana Induk Jakarta 1965-1985, luas RTH di Jakarta ditargetkan sebesar 37,2 persen atau sekitar 241,8 km persegi. Pada Rencana Umum Tata Ruang Jakarta 1985-2005, menurun jadi 25,85 persen.

Namun, di era Gubernur Sutiyoso target luas RTH malah lebih rendah lagi, menjadi sekitar 13,94 persen. Namun realisasinya, hanya sekitar 9 persen luas kota Jakarta yang menjadi ruang terbuka hijau.

"Sekarang datanya pada 2020 terakhir hanya 9,98 persen RTH. Bayangkan selama 20 tahun satu persen pun penambahan tidak ada, sungguh sangat-sangat lambat," ungkapnya.

5. Pemerintah Provinsi DKI dinilai harus tanggung jawab dengan turunnya jumlah lahan hijau

Mal-mal Ini Diduga Langgar Master Plan Jakarta, Siapa Tanggung Jawab?Penjaga parkir sepeda motor di sekitar Mal Taman Anggrek mengeluh omzet berkurang. (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Nirwono menegaskan, pelanggaran tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebab, pemerintah yang memberi izin membangun kawasan elite dan pusat perbelanjaan di lahan yang sesungguhnya untuk kawasan resapan.

"Kalau taat peraturan tentu harus dipertahankan tapi terbukti diubah-ubah. Sekarang ini kalau kawasan Kelapa Gading diubah jadi rawa gak mungkin, Mall Taman Anggrek dirubuhkan juga gak bisa, makanya sebagai bentuk kompensasi, pemerintah harus menuntut membuat lahan hijau seluas lahan yang mereka tempati," ujarnya.

6. Pengembang wajib ganti lahan hijau yang diambil

Mal-mal Ini Diduga Langgar Master Plan Jakarta, Siapa Tanggung Jawab?Dok. Pribadi

Nirwono mengatakan, pemerintah harus tegas kepada pengembang dengan menekankan kewajiban membuat lahan hijau di tengah kota atau waduk.

"Ini tanggung jawab Pemerintah DKI Jakarta yang mengeluarkan izin, maka pemprov harus bisa menekan pengembang lakukan kewajibannya," imbuh dia.

7. Lahan ritel di Jakarta hampir menyamai 9 kali luas kota Vatikan

Mal-mal Ini Diduga Langgar Master Plan Jakarta, Siapa Tanggung Jawab?IDN Times/Maulana

Menurut Global Cities Retail Guide terakhir pada 2013/2014 dari Cushman & Wakefield, lahan ritel di Jakarta telah tumbuh lebih dari 17 persen, atau hampir mencapai angka 4 juta meter persegi atau bisa dikatakan hampir menyamai 9 kali luas kota Vatikan.

Dilansir dari Databox, menurut Data Colliers International, akan ada penambahan tiga pusat belanja di Jakarta dan tiga di Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) pada tahun ini. Secara keseluruhan, tambahan pasokan diprediksi mencapai 600.000 meter persegi pada periode 2019-2021, sebanyak 70 persen di antaranya berada di Ibu Kota.

Saat ini pusat perbelanjaan terbanyak terdapat di Jawa Barat (139 unit), DKI Jakarta (80 unit), dan Jawa Timur (65 unit). Sementara di sisi lain terdapat daerah yang belum memiliki pusat perbelanjaan, yaitu Sulawesi Barat.

Baca Juga: Sejarah Berkilau Mal Taman Anggrek yang Kini Lumpuh Terendam Banjir

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya