Menagih Janji Insentif Pejuang COVID-19 yang Tidak Kunjung Cair

Satu per satu tenaga medis berguguran akibat pandemik

Jakarta, IDN Times - Sejak pandemik COVID-19 melanda tanah air awal Maret 2020, tenaga medis menjadi garda terdepan melawan virus corona. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, keluarga, bahkan nyawa sekali pun.

Melihat perjuangan tenaga medis yang terus berjibaku di tengah pandemik, pemerintah menjanjikan insentif kepada tenaga kesehatan yang menangani pasien virus corona.

"Kita telah rapat dan telah diputuskan, telah dihitung oleh Menteri Keuangan bahwa akan diberikan insentif bulanan kepada tenaga medis," kata Presiden Joko "Jokowi" Widodo, melalui siaran pers di saluran YouTube Sekretariat Presiden, Senin 23 Maret 2020.

Namun kenyataan tak sesuai harapan. Setelah beberapa bulan presiden menjanjikan intensif, tim medis tak kunjung mendapatkan gaji tambahan tersebut. Sudah tiga bulan bonus itu tak jua mereka terima.

1. Masih ada tenaga medis belum menerima insentif

Menagih Janji Insentif Pejuang COVID-19 yang Tidak Kunjung CairInfografik besaran insentif tenaga kesehatan/IDN Times Arief Rachmat

Seorang perawat berinisial WK yang bertugas di IGD salah satu rumah sakit di Sulawesi Selatan, mengaku belum menerima insentif, bahkan saat Lebaran tidak menerima tunjangan hari raya (THR).

"Saat banyak yang terima THR, kami hanya bisa tersenyum pahit, miris sih, kami yang dikatakan pahlawan tapi realitanya jangan kan uang insentif, THR saja gak dapat, " ujar dia melalui pesan singkat, Jumat 10 Juli 2020.

Sama seperti WK, tenaga medis di rumah sakit swasta yang jadi rujukan pasien COVID-19 di ibu kota juga belum terima haknya. Perawat yang enggan disebutkan namanya ini mengatakan, sebenarnya ia ikhlas merawat pasien virus corona di ruang isolasi, dan tak ingin menuntut lebih pada pemerintah. Namun karena negara pernah menjanjikan insentif sebesar Rp7,5 juta, dia pun jadi berharap.

Dia tidak mengetahui alasan uang insentif dari pemerintah belum juga cair. Namun perawat perempuan ini masih berharap pemerintah akan menepati janji memberikan insentif kepada tenaga medis.

"Teman saya ada yang sudah dapat, tapi saya sendiri belum sampai saat ini, semoga dimudahkan,'" ujar dia, kepada IDN Times baru-baru ini.

2. Sebanyak 120 ribuan perawat menagih janji presiden

Menagih Janji Insentif Pejuang COVID-19 yang Tidak Kunjung CairSalah satu perawat di RSPP Jakarta (Dok. Pribadi)

Ketua Umun Persatuan Perawat Nasional (PPNI) Harif Fadhillah mendesak pemerintah agar segera menepati janji untuk memberikan insentif. Sebab, ada 120 ribuan perawat yang saat ini menagih janji presiden.

"Sampai hari ini pemerintah baru mencairkan 10 sampai 20 persen dari jumlah perawat yang berhak mendapatkan. Dari data estimasi ada sekitar 830-an rumah sakit rujukan di Indonesia yang berhak, dengan total jumlah perawat 120 ribuan," papar dia.

Harif mengakui mekanisme untuk mendapat insentif cukup panjang, hingga membuat perawat lama mendapatkan haknya itu. Meski demikian, dia berharap adanya revisi Permenkes Nomor 278 Tahun 2020, memberikan angin segar bagi tenaga kesehatan.

"Saya dapat revisi permenkes kelihatannya prosesnya akan disederhanakan. Sebelumnya sumah sakit swasta tidak dapat, kecuali ditunjuk gubernur atau menteri, namun adanya revisi ini semoga teman-teman di rumah sakit swasta dapat, semoga ya," kata dia.

Baca Juga: 29 Perawat Meninggal karena COVID-19, Baru Enam yang Terima Santunan

3. Janji presiden dianggap terlalu lama direalisasikan

Menagih Janji Insentif Pejuang COVID-19 yang Tidak Kunjung CairIlustrasi pemeriksaan rapid test di pasar Palembang (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Lambannya pencairan insentif membuat Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubairi Djoerban gereget. Dia mengatakan insentif yang diterima dokter saat ini baru 1,53 persen, namun dia tidak tahu detail data penerima insentif. Dia menyebut banyak teman sejawat yang belum menerima.

"Kami gak minta, tapi pemerintah ingin memberikan pemerintah insentif ya itu bagus, tapi kalau sudah terlalu lama tapi belum dibagikan ya bagaimana ya," ujar Zubairi.

Terkait alasan pemerintah pencairan insentif menunggu usulan fasilitas pelayanan kesehatan, Zubairi mengatakan, semua data sudah komputerisasi, baik di rumah sakit, dinas kesehatan, hingga kementerian kesehatan, sehingga laporan data lebih mudah.

"Kalau crosscheck data bisa cek ke IDI dan perawat. Cek PPNI atau dokter ke IDI, tinggal bagikan saja, apa susahnya? Kalau janji ya harus ditepati, janji Maret tapi keluar sekarang, ya kelamaan. Presiden Jokowi kan sudah memerintahkan, memarahi, dan menegur, jadi ya tinggal dikerjakan saja," kata dia.

4. Insentif masih terkonsentrasi di rumah sakit rujukan COVID-19

Menagih Janji Insentif Pejuang COVID-19 yang Tidak Kunjung CairSuasana RS Darurat COVID-19 di Kemayoran (Youtube/Sekretariat Presiden)

Wakil Ketua Umum PB IDI Adib mengatakan, sebelum ada regulasi baru insentif hanya diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19. Padahal, kata dia, tidak sedikit nakes yang merawat pasien virus corona bukan di rumah sakit rujukan saja.

Meski demikian, kata Adib, banyak teman sejawatnya yang belum menerima insentif. Untuk itu, dia mendesak pemerintah agar perubahan regulasi tersebut segera ditindak lanjuti.

"Ini ada langkah perubahan regulasi, jadi semua rumah sakit dapat mengajukan insentif tapi spesifik hanya mereka yang di ruang isolasi, perawat IGD, dokter spesialis yang merawat, regulasi ini harus ditindaklanjuti, bukan hanya terkonsentrasi pada RS COVID-19," ujar dia.

Menurut Adib, insentif harus berdasarkan pengajuan dari rumah sakit, namun banyak rumah sakit yang bingung mengajukan.

"Saat kemudian pilih nakes, dokter yang mana rumah sakit bingung, padahal kita tahu ada integrasi semua pihak, sehingga saat memberikan insentif juga harus dilihat nakes yang ikut peran serta pelayanan COVID-19 ini," kata dia.

Adib menegaskan dokter tetap bekerja semaksimal mungkin, dan tidak melihat mendapat insentif atau tidak, terutama temannya sejawat di daerah. Namun pemerintah sudah teranjur janji.

"Kemarin kita coba koordiansi Kemenkes agar bisa terima, terutama teman-teman di daerah. Mereka tetap bekerja dan tidak melihat insentif," ungkap dia.

5. Presiden Jokowi sentil Menkes Terawan

Menagih Janji Insentif Pejuang COVID-19 yang Tidak Kunjung CairInfografik anggaran insentif tenaga kesehatan/ IDN Times Arief Rachmat

Banyaknya keluhan tenaga kesehatan, membuat Presiden Jokowi jengkel. Alhasil, dia menyentil kinerja Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Presiden menyinggung Menkes agar tidak membuat prosedur yang bertele-tele, sehingga menghambat bantuan dan insentif tenaga kesehatan.

Jokowi juga meminta agar pembayaran untuk layanan kesehatan yang berkaitan dengan COVID-19 dipercepat. Ia mengingatkan jangan sampai ada keluhan-keluhan tenaga medis tentang uang tambahan-tambahan hingga santunan kematian.

"Prosedurnya di Kemenkes bisa dipotong, jangan sampai ini bertele-tele. Kalau aturan di Permen (Peraturan Menteri) nya terlalu berbelit-belit ya disederhanakan," ujar Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin 29 Juni 2020.

Menanggapi sikap presiden, Kementerian Kesehatan langsung meresponsnya. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir menuturkan, pemerintah menganggarkan dana insentif bagi tenaga medis sebesar Rp5,6 triliun.

Dari jumlah itu, sebanyak Rp3,7 triliun dikelola Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai dana transfer daerah dalam bentuk dana tambahan bantuan operasional kesehatan (BOK). Sisanya, Rp1,9 triliun dikelola Kemenkes yang di dalamnya termasuk dana santunan kematian tenaga kesehatan sebanyak Rp60 miliar.

Menurut Kadir, keterlambatan pencairan dana insentif karena terlambatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. Itu terjadi karena usulan tersebut harus diverifikasi di internal fasilitas pelayanan kesehatan, kemudian dikirim ke Kemenkes.

"Alurnya terlalu panjang sehingga membutuhkan waktu untuk  proses transfer ke daerah. Keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) oleh Kementerian Keuangan," kata Kadir dalam keterangan pers di Jakarta, Senin 29 Juni 2020.

Kadir menjelaskan dari dana Rp1,9 triliun yang dikelola Kemenkes, sampai saat ini telah dibayarkan sebesar Rp226 miliar bagi 25.311 tenaga medis. "Ini dari target 78.472 orang tenaga kesehatan. Artinya sudah hampir 30 persen dari target," ujar dia.

Sementara untuk dana santunan kematian telah dibayarkan sebesar Rp14,1 miliar kepada 47 penerima.

6. Menkes tegaskan insentif tenaga kesehatan sudah dibagikan tapi belum keseluruhan

Menagih Janji Insentif Pejuang COVID-19 yang Tidak Kunjung CairMenteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tiba memberi keterangan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara. (IDN Times/ Hana Adi Perdana)

Sementara, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan insentif bagi tenaga kesehatan sudah dibayarkan, namun belum secara keseluruhan.

"Intensif untuk tenaga kesehatan sudah direalisasikan. Di sejumlah daerah sudah direalisasikan. Memang belum 100 persen karena pembayarannya agak terlambat," kata Menkes dilansir Antara, Selasa 7 Juli 2020.

Terawan menegaskan, pihaknya membagi dua jalur untuk percepatan realisasi insentif tenaga kesehatan, dari total anggaran yang dialokasikan pemerintah sebesar Rp75 triliun.

"Jadi untuk percepatan penyaluran insentif dibagi dua jalur. Penyalurannya lebih dipermudah dengan Kepmenkes No.HK.01.07/MENKES/392/2020," kata dia saat berkunjung ke Ambon.

Kepmenkes No.HK.01.07/MENKES/392/2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani COVID-19, merupakan revisi dari Kepmenkes sebelumnya, yakni nomor HK.01.07/MENKES/278/2020.

Dengan Permenkes tersebut mempercepat penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan. Jalur birokrasinya dipermudah. Insentif untuk nakes di daerah langsung diverifikasi kepala dinas kesehatan dan anggarannya bisa langsung cair.

"Jadi saat ini tinggal komunikasi Dinkes masing-masing daerah, sedangkan untuk perawat di RS rujukan yang ditunjuk itu harus melalui Kementerian Kesehatan," kata Menkes.

Dengan pembagian dua jalur, menurut Terawan, maka beban kerja Kementerian Kesehatan, terutama rantai administrasi dipangkas dan lebih diperpendek, sehingga pelaksanaan penyaluran intensif untuk nakes termasuk tenaga laboratorium hingga Puskesmas di daerah bisa terlaksana dengan cepat.

Insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan berdasarkan Kepmenkes yakni untuk dokter spesialis sebesar Rp15 juta, dokter umum dan gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, serta tenaga medis lainnya Rp5 juta.

7. Sebanyak 52 dokter meninggal dunia selama pandemik COVID-19

Menagih Janji Insentif Pejuang COVID-19 yang Tidak Kunjung CairIlustrasi. Seorang tenaga medis memakai pita hitam sebagai bentuk duka cita atas meninggalnya perawat RSVP dr Kariadi. Dok PPNI Jateng

Berdasarkan catatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hingga Juli 2020, ada 52 dokter meninggal dunia ketika menangani COVID-19. Hampir tiap hari akun Instagram IDI mengabarkan berita duka datang dari dunia kesehatan.

Meski dibayang-bayangi risiko tinggi, tenaga medis masih tetap berjuang hingga kini. Menghadapi kasus virus corona yang belum juga menurun. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 per Sabtu 11 Juli 2020 mencatat total kasus virus corona menjadi 74.018 kasus, setelah bertambah 1.671 kasus.

Sementara, pasien sembuh dari virus corona menjadi 34.719 kasus, setelah bertambah 1.190 kasus pada tanggala yang sama. Sedangkan, kasus meninggal dunia menjadi 3.535 kasus, setelah bertambah 66 kasus.

Tetap semangat dan sehat selalu para pejuang COVID-19, semoga pandemik segera berlalu.

Baca Juga: Miris, Kisah Seorang Dokter di Makassar Tangani 190 Pasien COVID-19

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya