Menghilangnya Hutan Kota dan Kebun Anggrek demi Mal Mewah Konglomerat

Ada sanksi bagi pihak yang melanggar pemanfaatan tata ruang

Jakarta, IDN Times - Awal 2020, Ibu Kota mendapat kado pahit. Hujan deras semalam suntuk membuat Jakarta lumpuh terendam banjir. Gemerlap Kota Metropolitan seketika redup. Pesta tahun baru berubah menjadi duka dan nestapa.  

Banjir tidak hanya merendam perumahan warga, namun juga pusat perbelanjaan. Beberapa mal yang mengalami dampak parah akibat banjir adalah Mal Cipinang Indah di Jakarta Timur dan Mal Taman Anggrek di Jakarta Barat.

Mal Taman Anggrek bahkan harus tutup selama 15 hari, gara-gara pembangkit listrik pusat belanja yang dulu terkenal sebagai mal paling mewah dan terbesar di Asia Tenggara itu terendam banjir.  

Muhammad Syafi'i, penjaga lahan parkir di Mal Taman Anggrek, menjadi saksi bagaimana mal yang terletak di Jalan Letjen S. Parman, Tomang, Kecamatan Grogol Petamburan itu mendadak mati seolah tidak ada kehidupan, setelah basement-nya terendam banjir.  

Suasana sunyi ini membuat Syafi'i melayang ke masa kecilnya. Dia teringat, dulu waktu  masih kecil kawasan Mal Taman Anggrek sangat hijau dan sejuk. Tidak ada gedung beton, mal, apalagi apartemen di kawasan tersebut.  

"Rumah saya di belakang situ. Dulu ini rawa tempat kita main bola, sekarang pohon-pohon sudah jadi beton," ucap Syafi'i kepada IDN Times, Rabu 15 Januari lalu. 

Syafi'i merupakan warga asli Tanjung Duren Selatan, Jakarta Barat. Dia tahu benar bagaimana rawa-rawa di dekat rumahnya telah disulap menjadi Mal Taman Anggrek.  

Baca Juga: Satu Pengelola Jadi WNA, Mal Taman Anggrek Diduga Langgar Hutan Kota

1. Di masa Gubernur Soerjadi Soedirdja, Hutan Kota Tomang yang dikenal sebagai tempat kebun Anggrek disulap jadi mal

Menghilangnya Hutan Kota dan Kebun Anggrek demi Mal Mewah KonglomeratMall Taman Anggrek (IDN Times/Cindi Nopitasari)

Apa yang disampaikan Syafi'i bukan sekadar nostalgia belaka. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Jakarta 1985-2005, kawasan Mal Taman Anggrek dulunya merupakan Hutan Kota Tomang. Luasnya 172 hektare. 

Tapi pada 1996, di atas hutan kota ini dibangun pusat perbelanjaan mewah yang bernama Mal Taman Anggrek. Belakangan tidak hanya mal, tapi juga apartemen dan permukiman. Berdasarkan data Rujak Center for Urban Studies yang tersusun dalam laporan berjudul: Hujan Ekstrim Lokal & Tata Ruang DKI 6 Januari 2020, total area yang dihabiskan untuk pembangunan mal yakni 360.000 meter persegi.

Tidak hanya menjadi hutan kota, pengamat Tata Kota Nirwono Yoga menuturkan, dulu pada 1985 kawasan Mal Taman Anggrek bahkan terkenal sebagai tempat kebun Anggrek.

"Secara teknis tentunya kawasan tersebut diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau. Persoalannya mengapa dari hutan kota kok bisa disulap menjadi mal?" kata Nirwono kepada IDN Times, Kamis 16 Januari 2020.

DKI Jakarta sendiri pada 1996 dipimpin oleh Gubernur Soerjadi Soedirdja. Soerjadi yang merupakan purnawirawan TNI, memimpin Jakarta sejak 1992 sampai 1997. Soerjadi yang lahir di Batavia, 11 Oktober 1939, tidak hanya dikenal sebagai tokoh militer tapi juga tokoh politik.

Selain menjadi Gubernur DKI Jakarta, Soerjadi juga pernah menjadi Menteri Dalam Negeri pada 1999–2001, dan Menteri Koordinator bidang Politik, Sosial dan Keamanan tahun 2000. Saat Soerjadi memimpin, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meraih penghargaan Samya Krida Tata Tenteram Karta Raharja, yang merupakan penghargaan atas hasil karya tertinggi dalam melaksanakan pembangunan 5 tahun.

2. Menyusutnya Ruang Terbuka Hijau dan pemutihan kawasan Mal Taman Anggrek

Menghilangnya Hutan Kota dan Kebun Anggrek demi Mal Mewah KonglomeratMall Taman Anggrek (IDN Times/Cindi Nopitasari)

Terkait pembangunan Mal Taman Anggrek di atas lahan Hutan Kota Tomang, Nirwono menegaskan, fakta tersebut menunjukkan ada master plan Jakarta yang diduga dilanggar oleh pihak mal.

Nirwono mengingatkan, penggunaan ruang DKI Jakarta sudah diatur dengan kebijakan gubernur melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Rencana Induk 1965-1985 dan dilanjutkan dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) 1985-2005

"Pembangunan Mal Taman Anggrek telah melanggar Rencana Umum Tata Ruang Jakarta 1965-1985, bahkan dalam Rencana terkini, RTRW 2030 kawasan tersebut sudah diputihkan yang sebelumnya kawasan MTA warna hijau," papar Nirwono.

Dia menjelaskan, dalam Rencana Induk Jakarta 1965-1985, luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta ditargetkan sebesar 37,2 persen atau sekitar 241,8 km persegi. Tapi pada Rencana Umum Tata Ruang Jakarta 1985-2005, menurun jadi 25,85 persen.

Di era Gubernur Sutiyoso, target luas RTH malah lebih rendah lagi, menjadi sekitar 13,94 persen. Namun realisasinya, hanya sekitar 9 persen luas kota Jakarta yang menjadi Ruang Terbuka Hijau.

"Sekarang datanya pada 2020 terakhir hanya 9,98 persen RTH. Bayangkan selama 20 tahun satu persen pun penambahan tidak ada, sungguh sangat-sangat lambat," ungkapnya

3. Jakarta 'bersaudara' dengan air, tapi ruang terbuka hijau hanya tersisa 9,9 persen

Menghilangnya Hutan Kota dan Kebun Anggrek demi Mal Mewah KonglomeratSejarawan JJ Rizal (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sejarawan JJ Rizal mengatakan, sejatinya orang Jakarta dekat dengan air namun dalam periode yang panjang menjadi orang darat dengan betonisasi.

"Di depan Mal Taman Anggrek itu ada kali yang sudah berkali-kali meluap, artinya itu kawasan yang sudah dibayangkan sejak dulu adalah rumahnya pohon, bukan orang," ujarnya.

Tak heran, kata Rizal, banjir merendam Mal Taman Anggrek dan juga mal-mal lainnya. Sebab, Jakarta telah durhaka kepada 'saudaranya'.

Pendiri penerbitan Komunitas Bambu ini mengatakan, dalam sejarahnya Jakarta lahir bersama air, sehingga bisa dikatakan Jakarta adalah saudara air. Hal ini bisa dilihat dari beberapa nama tempat di Jakarta yang dekat dengan air.

Bak saudara yang datang menengok, lanjut Rizal, Jakarta harus memberikan ruang pada air, sehingga Ibu kota seharusnya memiliki ruang air atau ruang biru yang kemudian berkaitan juga dengan ruang hijau.

"Padahal, sesuai aturan pada Rencana Induk 1965-1985 sudah dirancang Jakarta harus memiliki ruang terbuka hijau 32,7 persen dari wilayah Kota Jakarta, tapi saat ini, hanya 9,9 persen," imbuh sejarawan Betawi itu.

Menurut JJ Rizal, terendamnya Mal Taman Anggrek seharusnya menjadi momen pencetus untuk membuka fakta soal hilangnya RTH Kota Jakarta, yang kini berubah menjadi mal.

"Seharusnya menjadi momen pencetus kasus pertama yang dapat buka-bukaan terkait RTH Kota Jakarta," ujar Rizal.

4. Diduga menempati lahan milik negara dan dibangun di atas jalur hijau, mengapa Mal Taman Anggrek dibiarkan?

Menghilangnya Hutan Kota dan Kebun Anggrek demi Mal Mewah KonglomeratMall Taman Anggrek (IDN Times/Cindi Nopitasari)

Berdiri di atas lahan hutan kota, membuat Mal Taman Anggrek telah menuai polemik sejak pertama dibangun. Hal ini ditegaskan oleh anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Endah S Pardjoko, seperti dilansir JPNN, 1 Maret 2017.

Endah menegaskan bahwa Mal Taman Anggrek telah menempati lahan milik negara dan dibangun di atas jalur hijau.

“Mal Taman Anggrek dan Plaza Senayan menempati lahan negara. Tapi sejak lama dibiarkan melanggar," ujarnya.

Gubernur DKI Jakarta kala itu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, ditantang membongkar mal yang berdiri di atas lahan negara itu. Hal ini bersinggungan dengan alasan Ahok yang ingin menggusur lokalisasi Kalijodo, yang disebut berdiri di atas tanah negara. Isu ini ramai menjelang Pilgub DKI Jakarta 2017.

5. Pemprov DKI Jakarta akan periksa aturan dan perizinan terkait tata ruang dan bangunan

Menghilangnya Hutan Kota dan Kebun Anggrek demi Mal Mewah KonglomeratSekda DKI Jakarta Saefullah (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Soal tudingan bahwa Mal Taman Anggrek melanggar RTRW, Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Saefullah mengaku, akan melakukan penindakan jika memang ada bangunan yang berdiri di atas lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

“Kalau perizinan gak sesuai ya kita tegakkan saja. Gak sesuai RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) kita tegakkan saja,” kata Saefullah di Gedung Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa 14 Januari 2019.

Tapi, Pemprov DKI Jakarta akan melihat dasar terkait tata ruang, apakah memang sudah sesuai atau belum, baru kemudian dilanjutkan pada pemeriksaan perizinan bangunan yang disebut-sebut berada di RTH.

6. Dibangun konglomerat untuk kebutuhan Kota Metropolitan, Taman Anggrek lumpuh setengah bulan karena banjir

Menghilangnya Hutan Kota dan Kebun Anggrek demi Mal Mewah KonglomeratMall Taman Anggrek (IDN Times/Cindi Nopitasari)

Perlu diketahui, Mal Taman Anggrek dibangun oleh orang terkaya nomor 5 di Indonesia tahun 2008, yakni Salimin Prawiro Sumarto. Dia merupakan konglomerat asal Kebumen, Jawa Tengah. Bersama Anton Haliman, Salimin mendirikan perusahaan properti PT. Agung Podomoro Group.

Mal Taman Anggrek saat ini dikelola oleh Mulia Group, yang merupakan besutan keluarga  Tjandra Kusum atau Tjan Boen Hwa bersama ketiga anaknya yakni Eka Tjandranegara (Tjan Kok Hui), Gunawan Tjandra (Tjan Kok Kwang), dan Djoko Soegiarto Tjandra (Tjan Kok Hui).

Grup Mulia berawal dari nama Mulialand yang bergerak di bidang konstruksi dan properti yang membangun sejumlah gedung mewah seperti Hotel Mulia Senayan, Wisma Mulia, Menara Mulia, perkantoran elite Wisma GKBI, Gedung BRI II, Menara Mulia Plaza 89, Plaza Kuningan, hingga apartemen Taman Anggrek.

Salimin mendirikan Mal Taman Anggrek guna menjawab kebutuhan Kota Metropolitan Jakarta kala itu. Mal ini terdiri dari tujuh lantai yang menampung 528 toko.

Setelah berdiri, Mal Taman Anggrek saat itu dikenal sebagai pusat belanja mewah dan terbesar di Asia Tenggara. Dalam buku Linda Christanty berjudul "Jurnalisme Sastrawi", Mal Taman Anggrek pada 1999-an digambarkan berdiri dengan suasana megah dan penuh barang bermerek di dalamnya.

"Di sekitar pertokoan ini (Mal Taman Anggrek) berdiri apartemen-apartemen menjulang dengan jendela kaca berkilau," tulis Linda dalam bukunya.

Tidak hanya mewah, Taman Anggrek juga tercatat sebagai mal pertama di Indonesia yang memiliki fasilitas gelanggang es di dalam ruangan atau Sky Rink. Fasilitas ini dibuat pada 1996, bersamaan dengan berdirinya mal tersebut. Sky Rink ini memiliki luas 1.248 meter persegi.

Pada 2 Agustus 2012, Mal Taman Anggrek memiliki layar LED Facade –yang membungkus eksterior gedung, dan merupakan LED Facade terbesar di dunia dan memperoleh sertifikat Guinness World Records. LED ini berukuran 8.675,3 meter persegi, dan mengikuti lekuk tubuh gedung.

Namun kemewahan Mal Taman Anggrek seketika redup ketika banjir menerjang Jakarta pada 1 Januari 2020. Ikut terendam banjir, mal ini lumpuh selama dua pekan, hingga akhirnya buka kembali pada 16 Januari 2020.    

Lama tutup membuat Taman Anggrek dan mal-mal lainnya yang terendam banjir mengalami kerugian. Ketua Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HPPBI) Budihardjo Iduansjah mengatakan, bila hitungan kasar, satu mal bisa merugi sampai Rp15 miliar selama operasional tutup setengah bulan.

Karena itu, melalui Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HPPBI), mal-mal yang rugi akibat banjir menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

7. Sanksi bagi pihak yang melanggar Undang-Undang Tata Ruang

Menghilangnya Hutan Kota dan Kebun Anggrek demi Mal Mewah KonglomeratMal Taman Anggrek di Jakarta Barat belum beroperasi hingga Rabu (15/1) sejak banjir merendam mal ini pada awal Januari 2020. (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Adanya dugaan bahwa Mal Taman Anggrek berdiri di atas Ruang Terbuka Hijau dengan fakta mal ini sangat rentan terkena banjir, muncul dugaan ada kongkalikong dalam perubahan zonasi kota. Tentu hal ini harus diungkapkan dan siapa yang bertanggung jawab. 

Jika terbukti ada aturan yang dilanggar, Pemprov DKI harus mengambil tindakan tegas. Dilansir dari Hukum Online, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU Tata Ruang), pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda (Pasal 22).

Sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi juga kepada pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang (Pasal 21)

Setiap orang yang melanggar kewajiban dalam pemanfaatan ruang, dikenai sanksi administratif (Pasal 23). Sanksi administratif dapat berupa (Pasal 24) peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang dan/atau denda administratif.

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda (Pasal 22)

Setiap pejabat pemerintah yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500 juta. Selain sanksi pidana, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya (Pasal 15).

Untuk mengonfirmasi hal ini, IDN Times berusaha menghubungi pengelola Mal Taman Anggrek beberapa kali. Namun, tidak ada jawaban sama sekali. 

(Laporan: Dini Suciatiningrum, Gregorius Aryodamar, Lia Hutasoit)

Baca Juga: Mal Taman Anggrek Kembali Beroperasi Pascabanjir, Begini Penampakannya

Topik:

  • Sunariyah
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya