Menguak Cara Hidup Orangutan di Pedalaman Kalimantan

IDN Times berkesempatan melihat langsung habitat orangutan

Jakarta, IDN Times - Melihat langsung tingkah lucu orangutan di habitat aslinya merupakan suguhan yang tidak terlupakan saat berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Puting, Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Bagaimana tidak, saya bisa melihat dengan mata telanjang 'atraksi' menggemaskan orangutan makan bersama di sebuah panggung terbuka .

Nah, sebelum melihat pemandangan menakjubkan tersebut saya harus menempuh petualangan alam liar sepanjang perjalanan.

1. Sensasi susuri Sungai Sekoyer dengan kapal Klotok

Menguak Cara Hidup Orangutan di Pedalaman KalimantanIDN Times/Dini suciatiningrum

Sabtu (28/9), pukul 12.30 waktu setempat, saya bersama rombongan Sriwijaya Air Group berangkat dari Pelabuhan Kumai. Kami langsung disambut 15 kapal klotok Prince Kumai yang sudah berjejer di tepi pelabuhan.

Perahu Klotok merupakan perahu tradisional Kalimantan yang terbuat dari kayu. Interior kapal yang cukup mewah ini terbagi dua bagian, yakni dek atas yang berisi sofa nan empuk, satu set meja makan serta kursi santai yang nyaman untuk melihat pemandangan.

Sedangkan di dek bawah terdapat dapur, dua kamar mandi serta tempat istirahat kru kapal.

Gerimis mengiringi keberangkatan kami ke Taman Nasional Tanjung Puting. Suara mesin klotok cukup nyaman di telinga, tidak terlalu bising karena menggunakan mesin truk.

Setelah 15 menit berjalan, kami disambut patung orangutan yang berada di sebelah kanan dan papan Selamat Datang yang menjadi penanda kami memasuki Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.

2. Bekantan sambut wisatawan

Menguak Cara Hidup Orangutan di Pedalaman KalimantanIDN Times/Dini suciatiningrum

Pemandu wisata kami, Ria Fitria mulai menjelaskan bahwa destinasi kami adalah Tanjung Harapan yang merupakan satu di antara tiga lokasi konservasi orangutan, yaitu Pondok Tanggui dan Camp Leakey.

"Untuk menuju lokasi kita akan menempuh perjalanan di sepanjang Sungai Sekoyer selama 2,5 jam," ujar Ria.

Saat mulai menyusuri Sungai Sekoyer, sinyal telekomunikasi dan internet mulai meredup dan perlahan menghilang.

Namun, kami tidak serta merta mati gaya saat menyusuri hutan yang terletak di ekor Pulau Borneo itu di atas kapal.

Sepanjang perjalanan, kami melihat rerimbunan daun nipah. Ria mengungkapkan sesekali orangutan ke pinggir sungai untuk makan buah nipah. Tidak hanya itu jika beruntung bisa melihat buaya melintas di Sungai Sekoyer.

"Lihat di ujung pohon ada rombongan Bekantan yang sedang makan, mereka beda dengan monyet yang bisa menyendiri, mereka harus berkelompok," ujar Ria sembari menunjuk monyet berhidung panjang dengan bulu berwarna coklat kemerahan.

Sejenak kami mendekat menikmati pemandangan Bekantan yang asyik berayun di ujung dahan pohon.

Baca Juga: Dua Orangutan Kalimantan Ini Dehidrasi di Tengah Kebakaran

3. Ini larangan saat bertemu orangutan

Menguak Cara Hidup Orangutan di Pedalaman KalimantanIDN Times/Dini suciatiningrum

Sepuluh menit sebelum tiba di Dermaga Tanjung Harapan, Ria mengumpulkan rombongan untuk memberitahukan hal-hal yang dilarang.

Pertama, pengunjung tidak boleh memberi makan orangutan sebab akan mengubah perilaku alami orangutan. Berikutnya tidak boleh menggunakan flash saat memotret sebab mata orangutan sensitif bahkan bisa menyebabkan mata orangutan katarak.

"Jangan berisik ya saat feeding, karena orangutan akan kabur menjauh dalam hutan," ucapnya.

4. Tingkah laku orangutan sangat menggemaskan saat makan

Menguak Cara Hidup Orangutan di Pedalaman KalimantanIDN Times/Dini suciatiningrum

Tiba di Tanjung Harapan, kami memasuki pusat informasi yang menyuguhkan berbagai info seputar orangutan dan kekayaan Taman Nasional Tanjung Puting.

Setelah itu, kami bersama rombongan Sriwijaya Air memasuki hutan belantara. Ya selama sekira 15 menit kami berjalan menyusuri hutan, keringat mulai mengucur dan membasahi badan kami.

Namun lelah kami terbayar saat melihat dua ekor orangutan tengah mengambil aneka buah yakni singkong, tebu, jagung, sebanyak 20 kilogram yang diletakkan ranger di sebuah panggung berukuran sekira 6x4 meter.

Sejumlah wisatawan yang didominasi wisatawan asing duduk rapi di bangku kayu yang disediakan. Pengunjung dibatasi dengan tali tambang dengan jarak lima meter dari panggung orangutan.

Pandangan mereka tidak lepas dari tingkah menggemaskan dua ekor induk orangutan yang menggendong anaknya sambil memunguti makanan yang disediakan. Suasana pun sunyi, hanya terdengar suara lolongan ranger memanggil orangutan.

Baca Juga: Orangutan di Tapanuli Ditemukan Kurus dan Penuh Luka Sayatan

5. Feedding jadi tolok ukur keberlangsungan orangutan

Menguak Cara Hidup Orangutan di Pedalaman KalimantanIDN Times/ Dini suciatiningrum

Seekor induk orangutan mengambil satu tandan pisang kemudian menaiki pohon sambil menggendong anaknya. Mereka menikmati pisang di atas pohon.

"Bruk," suara tandan pisang memecah keheningan diiringi tawa wisatawan.

Setelah habis, mereka memungut lagi dua jagung lalu memanjat kembali ke atas pohon. Beberapa orangutan bertingkah sama, mereka seolah malu pada wisatawan yang tengah mendokumentasikan mereka.

Ada yang mengambil makanan kemudian kabur ke hutan namun ada juga yang cuek makan di tengah panggung.

"Jadi yang besar namanya Gundul, dia cukup mendominasi, pola makan mereka jika ada yang mendominasi makan maka yang lain mundur menunggu orangutan yang dominasi keluar," jelas Ria.

Menurut Ria, aktivitas feeding bukan makanan pokok mereka selain itu juga sebagai pengukur keadaan orangutan.

"Jika saat feeding yang datang orangutan sedikit berarti kebutuhan makanan di dalam hutan tercukupi, kalau datang banyak berarti terjadi sesuatu dalam hutan," imbuh Ria.

6. Selama pengunjung tertib, orangutan tetap aman

Menguak Cara Hidup Orangutan di Pedalaman KalimantanIDN Times/ Dini suciatiningrum

Presiden Orangutan Foundation International Dr Prof Birute M Galdikas mengungkapkan berdasarkan data 2016 saat ini di Taman Nasional Tanjung Puting ada sekitar 6 ribuan orangutan, dengan kunjungan wisata sebanyak 27 ribu wisatawan.

Menurutnya selama wisatawan patuh terhadap peraturan maka keberlangsungan orangutan tetap terjaga.

"Tidak ada dampak buruk terhadap orangutan selama pengunjung patuh contohnya di Uganda dan Rwanda yang mendirikan pariwisata gorila gunung serta bisa berkembang biak dengan baik," imbuhnya.

Perjalanan ini pun ditutup dengan penyerahan donasi dari Sriwijaya Air Group dan Bank Kalteng sebesar Rp250 juta untuk pelestarian orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting.

Baca Juga: 37 Orangutan di Kalimantan Tengah Terkena ISPA akibat Kebakaran Hutan 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya