Miris, 5 Juta PRT Indonesia Tidak Dapat Pengakuan Negara

Mayoritas PRT bekerja dalam situasi yang tidak layak

Jakarta, IDN Times - Pekerja Rumah Tangga adalah salah satu pekerjaan tertua dan terbesar karena paling dibutuhkan di berbagai belahan dunia. Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat pada 2014 lebih dari 67 juta PRT mengisi sebagian besar angkatan kerja, terutama di negara-negara berkembang, dan jumlahnya semakin meningkat.

Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggraini mengatakan, PRT sampai saat ini menempati salah satu posisi jumlah tenaga kerja terbesar Indonesia.

Berdasarkan Survei ILO Jakarta 2015 jumlah PRT di Indonesia sebesar 4,2 juta dengan 84 persen mayoritas perempuan.

"Diperkirakan pada tahun 2021, jumlah PRT meningkat sekitar 5 juta. Jumlah tersebut menandakan bahwa kehadiran PRT sangat dibutuhkan. Suatu angka besar yang menunjukkan bahwa Pekerja Rumah Tangga sangat dibutuhkan," ujar Lita dalam siaran tertulis, Selasa (8/2/2022).

1. Mayoritas PRT bekerja dalam situasi yang tidak layak

Miris, 5 Juta PRT Indonesia Tidak Dapat Pengakuan NegaraGerakan seribu serbet dukung pengesahan RUU PRT/ Tangkapan layar zoom IDN Times Dini suciatiningrum

Namun, menurut Lita, kehadiran PRT sebagai bagian warga negara yang bekerja di sektor perawatan kerumahtanggaan domestik tidak mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari negara.

"Mayoritas PRT bekerja dalam situasi yang tidak layak, mengalami diskriminasi dan tidak diakui sebagai Pekerja dan secara sistemtis mengalami bekerja dalam situasi kerja yang tidak layak," katanya

 

Baca Juga: Perlindungan bagi PRT dan Pekerja Migran Mandek, Ini Rekomendasi GPPI

2. PRT memiliki beban kerja tidak terbatas

Miris, 5 Juta PRT Indonesia Tidak Dapat Pengakuan NegaraPerjalanan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (IDN Times/Sukma Shakti)

Dia membeberkan PRT memiliki beban kerja tak terbatas serta jam kerja panjang rata-rata lebih dari 16 jam per hari.

"Mereka tidak ada istirahat, tidak libur mingguan, tidak ada cuti tahunan, tidak ada jaminan sosial baik jaminan kesehatan sebagai peserta PBI dan jaminan ketenagakerjaan," katanya.

Bahkan upah sangat rendah 20 sampai 30 persen dari Upah Minimum Regional, bahkan mengalami pembatasan akses untuk bersosialisasi berorganisasi dan tidak ada jaminan atas tinggal dan makanan yang layak dan sehat.

"Mereka juga rentan berbagai bentuk kekerasan psikis, fisik, ekonomi, sosial dan bahkan seksual," katanya.

3. Sebanyak 86 persen PRT tidak bisa mengakses Jaminan Kesehatan Nasional

Miris, 5 Juta PRT Indonesia Tidak Dapat Pengakuan NegaraIlustrasi pelayanan di kantor BPJS Kesehatan. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Lita membeberkan berdasarkan survei Jaminan Sosial JALA PRT tahun 2019 terhadap 4.296 PRT yang di 6 kota sebanyak 89 persen PRT tidak mendapatkan Jaminan Kesehatan sebagai peserta PBI, dan 99,9 persen PRT tidak mendapatkan hak Jaminan Ketenagakerjaan.

Sementara survei pada Agustus 2021 terhadap 743 PRT sebanyak 86 persen PRT tidak bisa mengakses Jaminan Kesehatan Nasional sebagai peserta Program Penerima Bantuan Iuran.

"Sementara dengan pendapatan sangat minim yang sulit untuk pemenuhan kebutuhan hidup, lebih sulit bagi PRT untuk membayar iuran Jaminan Kesehatan Mandiri dengan iuran terendah Kelas III sebesar Rp35.000 per bulan dengan subsidi Pemerintah untuk dirinya dan anggota keluarganya. Sehingga ketika PRT mengalami sakit, kecelakaan kerja PRT tidak berobat atau menanggung sendiri biaya pengobatan dengan cara berutang," katanya.

Baca Juga: Ini Penyebab RUU Perlindungan PRT Belum Juga Disahkan DPR

4. Penghidupan yang layak merupakan hak asasi manusia

Miris, 5 Juta PRT Indonesia Tidak Dapat Pengakuan NegaraPerjalanan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (IDN Times/Sukma Shakti)

Lita menegaskan Udang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Bekerja (UU PRT) untuk memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak asasi manusia setiap warga negara di Indonesia.

UU PRT juga wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya hak untuk bekerja, maka harus pula ada pihak yang berkewajiban menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-haknya, yakni negara.

"Artinya, kita perlu menegaskan kembali nilai, peran dan konritbusi pekerjaan kerumahtanggaan dan PRT yang besar perlu diakui oleh negara dalam kebijakan peraturan perundangannya yang inklusif,  memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap PRT, mendistribusikan kembali kesejahteraan dan perwujudan perekonomian yang berkeadilan sosial bagi semua warga negara dan sesama warga negara," ujarnya.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya