Miris! Beban Kerja PRT Bertambah, Upah Tidak Berubah Saat Pandemik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) mengungkapkan, sebanyak 4,2 juta PRT saat ini masih mengalami berbagai pelanggaran hak baik sebagai pekerja, warga negara, maupun perempuan dan anak.
Serikat Pekerja Rumah Tangga Tunas Mulia Jala PRT, Jumiyem mengatakan, keadaan ini luput perhatian dari pemerintah terlebih saat pandemik.
"Beban kerja PRT pada masa pandemik tidak terbatas, di sisi lain upah tidak berubah. Meski demikian, tidak sedikit pula PRT yang harus kehilangan pekerjaan tanpa diberi pesangon," ujarnya dalam webinar Peringatan Hari PRT Nasional dipantau virtual, Senin (15/2/2021)
1. Jam kerja panjang serta rentan alami kekerasan seksual
Jumiyem mencatat pelanggaran hak PRT sebelum pandemik juga terjadi seperti jam kerja PRT yang panjang mulai pukul 05.00 sampai 21.00. Tidak hanya beban jam kerja, namun sampai saat ini tidak ada jaminan sosial dan kesehatan bagi PRT.
"Yang lebih memprihatinkan PRT masih mengalami kekerasan psikis, fisik dan seksual. Bahkan tidak hanya upah kecil, namun ada yang pembayaran ditunda serta tidak dibayarkan," ungkapnya.
Baca Juga: Nasib RUU PPRT Terkatung-katung karena Isu PRT Minta Gaji UMR
2. PRT berorganisasi pun dicurigai
Editor’s picks
Jumiyem menambahkan PRT di Indonesia juga sulit melakukan organisasi serta dijangkau karena bekerja di lingkungan elite. Tidak hanya itu, PRT juga ada yang dilarang bertemu dengan keluarga .
"Jika ingin berorganisasi harus mendapatka izin RT karena kami dicurigai melakukan tindakan tidak baik. Untuk itu situasi saat ini perlu perubahan bagi PRT yakni adanya UU untuk PRT," ucapnya.
3. Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sangat mendesak
Koordinator Nasional Jala PRT Lita Angraini mengatakan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sangat mendesak dalam situasi saat ini. Meski demikian Lita mengakui tidak mudah memperjuangkan RUU PPRT sebab banyak isu yang diembuskan agar masyarakat menolak, satu di antaranya PRT di Indonesia ingin digaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR), hanya mengambil satu pekerjaan saja di rumah, dan tidak mau membantu.
"PRT jelas dirugikan dengan embusan isu ini sehingga membuat majikan atau pemberi kerja menjadi khawatir dan menolak, padahal kenyataannya tidak seperti itu. PRT di Indonesia selama puluhan tahun sudah bekerja baik, saling bekerja sama dan saling memahami," ungkapnya.
4. RUU PPRT akan meminimalisir kekerasan
Lita mengatakan dengan diundangkannya RUU PPRT maka akan meminimalisir kekerasan dan diskriminasi yang selama ini dialami banyak PRT.
"Tercatat dalam kurun 3 tahun terakhir dari Januari 2018 sampai dengan April 2020 ada 1.458 kasus kekerasan PRT yang dilaporkan dengan berbagai bentuk kekerasan, dari psikis, fisik, ekonomi dan seksual serta pelecehan terhadap status profesinya," imbuhnya.
Baca Juga: Ini Penyebab RUU Perlindungan PRT Belum Juga Disahkan DPR