MKEK IDI Terbitkan Fatwa Larang Dokter Kampanye Antivaksin 

Kampanye antivaksinasi gencar dipromosikan masyarakat

Jakarta, IDN Times - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menerbitkan fatwa yang melarang dokter terlibat dalam kampanye antivaksin.

Fatwa yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pusat IDI dr. Broto Wasisto, menyatakan terdapat kampanye antivaksinasi yang masif dan berdampak kontraproduktif terhadap program preventif vaksinasi nasional, di mana kampanye tersebut tidak sesuai dengan kaidah keilmuan dan profesi kedokteran serta kesehatan masyarakat.

Kampanye antivaksinasi yang gencar dipromosikan kepada masyarakat awam ini dapat menurunkan indikator capaian kesuksesan program tersebut secara signifikan dan berpengaruh besar pada kesehatan masyarakat.

"Dokter Indonesia dan organisasi dokter Indonesia dilarang terlibat dalam propaganda/kampanye anti vaksin termasuk di dalamnya beberapa postingan di media sosial, khususnya yang menjadi program vaksinasi nasional yang dapat merugikan kesehatan masyarakat secara luas," tulis lampiran fatwa melalui keputusan MKEK 024/PB/K.MKEK/01 /2021.

1. Vaksinasi salah satu bagian dari strategi penanggulangan wabah

MKEK IDI Terbitkan Fatwa Larang Dokter Kampanye Antivaksin Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 saat simulasi pelayanan vaksinasi di Puskesmas Kemaraya, Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (18/12/2020). Simulasi tersebut dilaksanakan agar petugas kesehatan mengetahui proses penyuntikan vaksinasi COVID-19 yang direncanakan pada Maret 2021. (ANTARA FOTO/Jojon)

Fatwa tersebut menjelaskan vaksinasi sebagai salah satu bagian dari strategi penanggulangan wabah, terlebih lagi apabila mencapai kriteria Pandemi, telah dikenal luas dan disepakati keilmuan kedokteran dan kesehatan masyarakat.

"Bahwa untuk mencapai tingkat keberhasilan yang baik, vaksinasi dapat menjadi program pemerintah yang diberlakukan nasional maupun lokal dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia," kata mereka dalam pertimbangannya.

Baca Juga: Siap-Siap! 13 Januari Mulai Vaksinasi COVID-19 Dimulai dari Jokowi

2. Perbedaan penafsiran didiskusikan dalam forum kepakaran

MKEK IDI Terbitkan Fatwa Larang Dokter Kampanye Antivaksin Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 kepada seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) saat simulasi di lingkungan Kodam IX Udayana, Denpasar, Bali, Kamis (10/12/2020). Simulasi tersebut digelar sebagai persiapan penyuntikan vaksinasi COVID-19 yang rencananya digelar pada Januari 2021. (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)

Menurut IDI, persoalan perbedaan penafsiran pada setiap diskusi keilmuan termasuk di dalamnya terkait vaksinasi dan program vaksinasi, sepatutnya didiskusikan di dalam forum kepakaran kedokteran dan kesehatan masyarakat, dan tidak dijadikan polemik diskusi di masyarakat.

"Bahwa masyarakat sungguh-sungguh mempercayai dan menghormati profesi kedokteran, sosok tenaga medis, program pemerintah, dan tokoh masyarakat," bunyi fatwa tersebut.

"Oleh karena itu masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang utuh tentang vaksinasi baik dari sisi ilmu kedokteran, ilmu pembuatan dan produksi massal vaksin, peraturan perundangan pemerintah Republik Indonesia, dan ilmu kemasyarakatan lain misalnya fatwa ulama dan pernyataan pemuka agama lainnya yang representatif di Indonesia," lanjut fatwa tersebut.

 

3. IDI menyayangkan jika ada tenaga medis tolak vaksinasi

MKEK IDI Terbitkan Fatwa Larang Dokter Kampanye Antivaksin Ilustrasi petugas medis. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Wakil Ketua PB IDI Adib Khumaidi membenarkan MKEK IDI mengeluarkan fatwa tersebut, meski demikian Adib tidak memberikan keterangan lebih jelas.

"Iya betul," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Selasa (12/1/2021).

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyayangkan bila ada tenaga medis yang menolak vaksinasi.

Sehingga dia menyayangkan jika ada tenaga medis yang menolak divaksin. Dia menekankan manfaat vaksin sangat banyak dan luar biasa terlebih bagi tenaga kesehatan.

"Kalau ada orang yang bilang (vaksin) buruk itu gak ada guna, malah membahayakan sebagian besar orang, sebab jika 70 persen orang di Indonesia sudag divaksin maka virus tidak bisa mencari inang, sehingga pandemik bisa berhenti, yang terjadi paling endemik," ujar Zubairi yang merupakan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Universitas Indonesia (UI).

 

Baca Juga: Vaksinasi Lansia Maret-April, Masih Tunggu AstraZeneca dan Pfizer

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya