Pakar: Aksi Bjorka Bukan Bentuk Demonstrasi Modern

Fenomena Bjorka ini adalah fenomena hacking

Jakarta, IDN Times - Beberapa minggu terakhir, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan peretasan yang dilakukan hacker Bjorka.

Banyak yang beranggapan, apa yang dilakukan Bjorka merupakan bentuk dari protes atau demonstrasi modern dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Namun,tidak sedikit pula yang mengecam tindakan penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh Bjorka.

1. Fenomena peretasan itu sudah terjadi di dunia internasional sejak lama

Pakar: Aksi Bjorka Bukan Bentuk Demonstrasi ModernPakar Komunikasi Digital Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dra Rachmah Ida MCom PhD./DOK UNAIR

Pakar Komunikasi Digital Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Rachmah menegaskan, peretasan oleh Bjorka bukanlah bentuk protes atau demonstrasi modern. Fenomena peretasan itu sudah terjadi di dunia internasional sejak lama.

“Kita ingat ada Julian Assange, pendiri WikiLeaks, yang membocorkan rahasia-rahasia Gedung Putih. Yang dilakukan Julian Assange pada saat itu membuka mata dunia, apabila data tidak secure akan mudah di-hack. Jadi, fenomena Bjorka ini adalah fenomena hacking,” ujar dosen media dan komunikasi politik itu dilansir laman UNAIR, Senin (26/9/2022).

Baca Juga: Mahfud MD Bilang Bjorka Tidak Ada Apa-apanya!

2. Peretasan Bjorka adalah cyber crime

Pakar: Aksi Bjorka Bukan Bentuk Demonstrasi Modern(Ilustrasi Wajah Bjorka) https://selular.id

Rachmah mengungkapkan, adanya kebocoran data para pejabat tinggi Indonesia membuktikan bahwa data security di Indonesia masih sangat lemah. Menurutnya, kasus E-KTP yang pada akhirnya dikorupsi menunjukkan keamanan data pribadi tidak bisa dijaga dan dijamin oleh negara.

“Jadi, ini bukan bentuk demonstrasi. Demonstrasi artinya menyuarakan kepentingan kelompok atau masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat,” imbuhnya.

Demonstrasi, lanjut Rachmah, dijamin dalam negara demokrasi dan termaktub dalam First Amendment, yaitu berupa freedom of speech. Ia menegaskan peretasan Bjorka adalah cyber crime.

Baca Juga: Anggota DPR: Harun Masiku Aja Masih Bebas, Gimana Mau Nangkap Bjorka?

3. UU ITE untuk menjerat orang-orang yang tidak terima dengan kebebasan berpendapat orang lain

Pakar: Aksi Bjorka Bukan Bentuk Demonstrasi ModernIlustrasi media sosial. IDN Times/Paulus Risang

Rachmah menambahkan cyber law memang melarang hacking, scam, cyber crime, cyber bully, dan sebagainya. Tetapi, apabila ada orang menyuarakan aspirasinya harus dihargai karena hak tersebut dijamin undang-undang.

Namun, ia menyayangkan UU ITE saat ini justru dijadikan penjerat bagi orang-orang yang tidak terima dengan kebebasan berpendapat orang lain.

“Teknologi digunakan untuk menyampaikan aspirasi itu sah-sah saja. Kita boleh mengkritik, tetapi tidak boleh bersifat personal. Misalnya, mengatai orang jelek, gemuk, dan lain-lain. Itu namanya diskriminasi. Kalau mengkritisi pelayanan publik suatu institusi ya boleh,” terangnya.

4. Sistem demokrasi di Indonesia tidak sama dengan negara lain yang lebih maju

Pakar: Aksi Bjorka Bukan Bentuk Demonstrasi Modernhttp://www.pencerahanakbangsa.or.id

Menurut Rachmah, sistem demokrasi di Indonesia tidak sama dengan sistem demokrasi di negara-negara lain yang lebih maju. Ia memberi contoh di Amerika Serikat, orang-orang seperti Bjorka pasti akan dibiarkan karena sistem demokrasi mereka sudah established serta literasi politik dan demokrasi masyarakatnya sudah tinggi.

“Bjorka menulis kritikan di Twitter, kemudian di-suspend oleh pemerintah Indonesia. Ini memang tidak baik, tetapi Indonesia masih mencari bentuk demokrasi. Maka hal-hal semacam yang dilakukan Bjorka ini dianggap melanggar,” katanya.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya