Pakar UI: Jangan Buat Publik Bingung, Temuan Obat COVID-19 Harus Diuji

Kombinasi berbagai obat khusus COVID-19 muncul tanpa diuji

Jakarta, IDN Times - Belum lama ini Badan Intelijen Negara (BIN) dan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, mengumumkan kombinasi obat yang bisa digunakan untuk menangani virus corona atau COVID-19.

Namun, masyarakat gamang, sebab Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menegaskan, penemuan vaksin corona bukan hal yang mudah.

Saat ini banyak negara berlomba-lomba untuk menemukan vaksin virus corona. Tercatat sekitar 120 laboratorium di seluruh dunia tengah berusaha menemukan vaksin dan obat virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok itu.

Menyikapi hal ini, pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mengingatkan, meski dalam kondisi darurat semua tugas yang diamanatkan undang-undang dalam prosedur pembuatan obat harus dipenuhi.
 
"Meski dalam situasi emergency, harus tetap memperhatikan keselamatan publik. Janganlah melampaui batas tupoksi, siapa pun, karena ini berbasis ilmu pengetahuan," tegas Pandu dalam siaran tertulis, Rabu (1/6).

Baca Juga: Juru Wabah UI: Publik Harus Pertanyakan Keampuhan Obat COVID-19 Unair

1. Semua pihak harus ikuti prosedur

Pakar UI: Jangan Buat Publik Bingung, Temuan Obat COVID-19 Harus DiujiDr. Pandu Riono dalam Ngobrol seru by IDN Times dengan tema "100 Hari Pandemik Globql: Workshop Meliput COVID-19". IDN Times/Besse Fadhilah

Pandu mengatakan, semua pihak harus mengikuti prosedur untuk mengklarifikasi keabsahan obat tertentu. Sebab, sudah terbukti ada sebagian obat yang diklaim sebagai obat COVID-19, ada yang bermanfaat dan ada yang tidak.
 
"Jangan sampai hal ini membuat publik bingung. Orang bilang ini riset, tapi bagaimana metodologinya? Bagaimana mungkin temuan dari sel langsung loncat menjadi clean bagi manusia. Seharusnya BPOM menyatakan ini belum bisa. Tidak perlu basa-basi," tegasnya.
 

3. Rapid tes tidak ada manfaatnya untuk merespons pandemik

Pakar UI: Jangan Buat Publik Bingung, Temuan Obat COVID-19 Harus DiujiIlustrasi hasil pemeriksaan rapid tes (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Pandu juga menyoroti soal rapid test yang masif dilakukan di Tanah Air. Menurutnya, rapid test tidak ada manfaatnya untuk merespons pandemik. Pasalnya, yang harus ditingkatkan adalah kemampuan PCR atau tes cepat antigen, bukan antibodi.
 
"Kita harus fokus, dan jangan kemana-mana. Sebab pada masa pandemik saat ini, sekitar 70 sampai 80 persen orientasinya adalah public health, bukan klinik dan pengobatan. Tidak ada cara-cara atau jalan pintas untuk mengklaim sesuatu. Ini harus dipatuhi," katanya. 

3. Obat yang belum dinyatakan lolos uji klinis tidak digunakan dulu

Pakar UI: Jangan Buat Publik Bingung, Temuan Obat COVID-19 Harus DiujiLima kombinasi obat COVID-19 (Tangkapan layar BNPB Indonesia)

Sementara itu, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Prof. Dr. dr. Sukman Tulus Putra mengimbau berbagai pihak, tak mudah mengklaim obat tertentu bisa menyembuhkan COVID-19.
 
Sukman meminta agar obat yang belum dinyatakan lolos uji klinis, tidak digunakan dulu. Sebab, untuk register suatu obat memerlukan trial cukup valid.  

“Sepengetahuan saya hingga saat ini belum ada obat COVID-19," katanya.
 
Menurut Sukman, di seluruh dunia belum ada obat yang betul-betul dapat digunakan untuk menyembuhkan COVID-19. Karena itu, dia meminta agar tak gampang mengklaim menemukan obat COVID-19.
 

4. Penggunaan obat yang tidak lolos uji klinis masuk pada pelanggaran disiplin dan etik

Pakar UI: Jangan Buat Publik Bingung, Temuan Obat COVID-19 Harus DiujiPenelitian resep penyembuhan COVID-19 terus diupayakan (Dok.IDN Times/BNPB)

Sukman menegaskan, obat yang belum lolos uji klinis tapi dipaksakan untuk diproduksi dan diberikan kepada pasien, akan masuk pada pelanggaran disiplin dan etik. 
 
“Namun perlu diingatkan kepada yang melakukan penelitian, jangan cepat-cepat mengklaim tanpa bukti dan lolos tahapan uji pra-klinis dan kemudian uji klinis, yang pada dasar memerlukan waktu cukup lama demi efektifitas, manfaat, dan keamanan dari obat tersebut terhadap manusia atau pasien yang mengkonsumsinya," terang dia.

5. Obat harus lolos uji klinis agar aman dan stabil dikonsumsi oleh pasien COVID-19

Pakar UI: Jangan Buat Publik Bingung, Temuan Obat COVID-19 Harus DiujiANTARA FOTO/REUTERS/Callaghan O'Hare

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, mengingatkan bahwa menemukan obat jenis apa pun atau vaksin dalam upaya penyembuhan dan menghadang COVID-19, harus berbasis keamanan dan keselamatan konsumen sebagai pengguna obat.

Tulus menegaskan, obat tersebut harus lolos uji klinis sehingga memenuhi standar efektivitas, manfaat, aman dan stabil untuk dikonsumsi oleh masyarakat penderita/pasien COVID-19.

“Aspek ini harus menjadi skala prioritas utama dan pertama, tanpa kompromi,” katanya.

6. Gugus tugas khusus diperlukan untuk mengakselerasi upaya penemuan obat dan vaksin

Pakar UI: Jangan Buat Publik Bingung, Temuan Obat COVID-19 Harus DiujiKetua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo saat beradai di Gedung Grahadi Surabaya, Rabu (24/6). IDN Times/Dok. Istimewa

Tulus mengatakan, lembaga apa pun, termasuk BNPB dan BIN, seyogyanya tidak membuat/mendistribusikan obat apa pun atau pun vaksin, sebelum mendapatkan lampu hijau dari Badan POM.

Green light Badan POM akan menjadi dasar terhadap aspek yang sangat fundamental, yakni keamanan dan keselamatan pada konsumen dan masyarakat secara keseluruhan,” imbuhnya.

Menurut Tulus, keberadaan gugus tugas khusus diperlukan untuk mengakselerasi upaya penemuan obat dan vaksin yang melibatkan multi stakeholder secara utuh dan komprehensif, baik sektor kesehatan maupun nonkesehatan.

“Egoisme antar lembaga harus ditinggalkan. Spirit menghadang wabah COVID-19 dan perlindungan masyarakat konsumen, harus menjadi prioritas pertama dan utama,” bebernya.

Baca Juga: Menko PMK Minta Bio Farma Percepat Produksi Obat Virus Corona

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya