Polri Peringkat Pertama Paling Banyak Diadukan ke Komnas HAM
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) mencatat Polri merupakan institusi yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM dalam lima tahun terakhir.
Aduan tersebut tentang kinerja kepolisian seputar proses hukum yang tidak sesuai dengan prosedur, tidak profesional, kekerasan, dan kriminalisasi
"Aduan di kepolisian semakin semakin meningkat. Tipologi aduan mencakup ketidakprofesionalan dan ketidaksesuaian prosedur penanganan laporan kepolisian, kekerasan atau penyiksaan, kebebasan berekspresi dan berpendapat, kriminalisasi bagi masyarakat yang mengeluarkan pendapat," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam seminar nasional Komnas HAM yang dipantau secara virtual, Selasa (8/12/2020)
1. Aduan tertinggi pada 2019
Dari data Komnas HAM, Polri menduduki peringkat pertama pelaku yang diadukan ke Komnas HAM diikuti korporasi, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah daerah.
Tercatat aduan pelaku Polri pada 2015 dengan 2.734 aduan, 2016 ada 944 aduan, kemudian 2017 ada 375 aduan, lalu 2018 ada 398 aduan, dan pada 2019 meningkat sebanyak 1.272 aduan.
"Ini memang dinamika politik kita yang makin hangat, apalagi dengan residu selepas Pilkada ini, kadang-kadang ada pemilahan-pemilahan sehingga ada praktik-praktik yang dirasakan mengganggu," imbuhnya.
Baca Juga: DPR Dukung Komnas HAM Bentuk Tim Penyelidikan Kasus FPI-Polisi
2. Aduan pelaku korporasi terbanyak kedua
Selain Polri, pelaku korporasi banyak diadukan ke Komnas HAM. Berdasarkan data pada pada 2015 dengan 1.2 aduan, 2016 ada 284 aduan, kemudian 2017 ada 108 aduan, lalu 2018 ada 126 aduan, dan pada 2019 naik sebanyak 126 aduan.
"Jika kita lihat tipologi aduan korporasi hampir tiap tahun itu sengketa tenaga kerja, meski demikian aduan ke Komnas HAM tidak terlalu banyak karena sudah ada mekanisme baik di tingkat provinsi maupun nasional, oleh Kementerian Tenaga Kerja, asosiasi buruh dan lain-lain," paparnya.
3. Negara harus menjamin kebebasan berekspresi
Ahmad memahami pada kondisi pandemik COVID-19, negara dituntut lebih banyak sebab masyarakat mengalami krisis sehingga ketergantungan kepada negara menjadi lebih besar.
"Ketika negara dikasih mandat lebih besar, maka dua hal yang memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, budaya, tetapi juga harus melindungi kebebasan sipil dan berpendapat," ucapnya.
Baca Juga: Polisi dan Laskar FPI Bentrok, Setara: Kepulangan Rizieq Ujian Polri