PWNU DKI: Lebai Jika Anggap Santri Tutup Telinga dari Musik Radikal

NU DKI meminta masyarakat mengedepankan toleransi

Jakarta, IDN Times - Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Taufik Damas, angkat bicara terkait video viral sejumlah santri yang menutup telinga saat mendengar musik di lokasi vaksinasi COVID-19. 

Dia mengatakan masyarakat tidak perlu berasumsi secara berlebihan terkait sikap santri pada video tersebut. Apalagi, mencap para santri sebagai radikal.

“Kalau ada komentar terhadap video itu sebagai bentuk radikalisme, itu komentar yang lebai,” ujar Taufik dikutip laan nu.or.id, Jumat (17/9/2021).

1. Hukum mendengar musik di kalangan ulama Islam beragam

PWNU DKI: Lebai Jika Anggap Santri Tutup Telinga dari Musik RadikalIlustrasi Bermain Musik (Bass) (IDN Times/Shemi)

Taufik menyampaikan hukum mendengar musik di kalangan ulama Islam beragam. Sejumlah ulama da yang mengharamkan, memakruhkan dan memperbolehkan.

Beragamnya hukum mendengarkan musik, kata dia, seharusnya dapat mendorong setiap individu untuk toleransi.

“Siapa yang memilih salah satunya, ya silakan, gitu. Hidup itu secara toleran, saling menghargai, dan tidak boleh dengan mudahnya mengklaim orang-orang tertentu dengan klaim radikal. Jangan kemudian video santri yang menutup kuping itu dianggap radikal,” kata Taufik. 

Baca Juga: Yenny Wahid: Jangan Cap Santri Tutup Telinga saat Dengar Musik Radikal

2. Ada keyakinan mendengarkan musik dapat melemahkan kemampuan hafalan

PWNU DKI: Lebai Jika Anggap Santri Tutup Telinga dari Musik RadikalIlustrasi (ANTARA FOTO/Akbar Tado)

Berkaitan dengan tindakan santri yang menutup telinga, Taufik menjelaskan di kalangan pesantren penghafal Al-Qur’an memang tidak diperbolehkan mendengarkan musik. Sebab, ada keyakinan mendengarkan musik dapat melemahkan kemampuan hafalan.

Haram dan mubahnya musik, sebagai penjelasan, Taufiq mengutip surah Luqman ayat 6 sebagai salah satu landasan yang dijadikan ulama mengharamkan musik. Ayat ini menceritakan adanya orang musyrik yang tidak suka Nabi berdakwah menyampaikan Al-Qur’an.

Salah satunya adalah Nadr bin Harits yang sengaja membeli buku-buku dongeng dari Persia, yang kemudian dibacakan untuk menandingi Al-Qur’an. Tujuannya, supaya orang-orang tidak mau fokus menerima pesan-pesan kebaikan dari Nabi Muhammad. 

“Jadi ada sebagian orang yang memang membuat nyanyian, dongeng-dongeng untuk memalingkan kecenderungan orang dari mendengarkan Al-Qur’an,” terangnya.

3. Selama mendengarkan musik untuk hiburan tidak haram

PWNU DKI: Lebai Jika Anggap Santri Tutup Telinga dari Musik RadikalIlustrasi Bermain Musik (Piano) (IDN Times/Sunariyah)

Kalangan sufi, seperti Imam Al-Ghazali, merupakan salah satu ulama yang berpendapat musik boleh untuk didengar. Dalam kitab Ihya Ulumiddin, ia mengkritik keras ulama yang mengharamkan musik.

Begitu juga Dzunun Al Misri yang memperbolehkan musik. Bahkan, dia mengatakan musik adalah suara kebenaran yang membangkitkan hati manusia untuk menuju Allah.

“Selama kita mendengarkan musik hanya untuk hiburan, tentu tidak haram,” jelasnya.

Baca Juga: Kata Ketua Muhammadiyah soal Viral Santri Tutup Telinga Dengar Musik

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya