Ramai Tagar #PercumaLaporPolisi Bukti Krisis Kepercayaan pada Aparat

Koalisi Reformasi Sektor Keamanan desak reformasi kepolisian

Jakarta, IDN Times - Baru-baru ini, media sosial Indonesia diramaikan dengan tagar #PercumaLaporPolisi, karena sikap institusi Polri yang dianggap tidak profesional dalam menangani kasus kekerasan seksual tiga anak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, yang diberitakan Project Multatuli.

Ditambah lagi, penetapan tersangka kepada seorang pedagang yang mengalami penganiayaan dari beberapa terduga preman pasar di Deli Serdang, Sumatra Utara hingga kekerasan terhadap sejumlah mahasiswa dalam penanganan aksi demonstrasi di sekitar kantor Bupati Kabupaten Tangerang, Banten.

Koalisi Reformasi Sektor Keamanan menilai riuhnya tagar #PercumaLaporPolisi tidak lain merupakan ekspresi kekecewaan dan kritik masyarakat atas kerja-kerja Polri yang dalam berbagai kasus dianggap tidak akuntabel, transparan, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

"Hal ini mengakibatkan krisis kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum dan hukum itu sendiri. Alih-alih merespon kritik dengan memperbaiki kinerja, Polri justru melakukan penyangkalan yang berlebihan dan tidak perlu," tulis laporan Koalisi Reformasi Sektor Keamanan dalam siaran tertulis, Minggu (17/10/2021).

Baca Juga: Atasan Polisi yang Smackdown Mahasiswa Tangerang Didesak Harus Dicopot

1. Sebanyak 651 kasus kekerasan dilakukan Polri terhadap masyarakat sipil

Ramai Tagar #PercumaLaporPolisi Bukti Krisis Kepercayaan pada AparatSuasana Demo Tolak UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Merujuk data KontraS, selama Juni 2020 hingga Mei 2021 setidaknya ada 651 kasus kekerasan yang dilakukan Polri terhadap masyarakat sipil. Jenis kekerasan yang paling banyak dilakukan adalah penembakan yang telah menewaskan 13 orang dan 98 luka-luka.

Sedangkan menurut catatan Imparsial, sepanjang 2016-2020 ditemukan setidaknya 76 kasus penyiksaan dilakukan dalam tugas-tugas kepolisian. Dari 76 kasus tersebut, 17 di antaranya terjadi di level Polsek, 51 peristiwa di level Polres, 5 di level Polda, 1 peristiwa oleh Brimob, dan 1 peristiwa oleh Densus 88.

Cara yang paling banyak dilakukan adalah pemukulan (57 temuan), pencambukan (11 temuan), ditodong atau diancam dengan senjata (6 temuan), disetrum (4 temuan) dan cara-cara lainnya.

"Berdasarkan data yang kami miliki, diketahui setidaknya 25 orang telah meninggal dunia akibat praktik ini," tulis laporan Koalisi Reformasi Sektor Keamanan.

2. Puncak gunung es praktik kekerasan dan penyiksaan yang terjadi di Indonesia

Ramai Tagar #PercumaLaporPolisi Bukti Krisis Kepercayaan pada AparatSuasana Demo Tolak UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) (IDN Times/Aldila Muharma&Athif Aiman)

Penting untuk digarisbawahi bahwa data tersebut merupakan puncak gunung es dari praktik kekerasan dan penyiksaan yang terjadi di Indonesia.

"Tidak tertutup kemungkinan bahwa masih terdapat kasus-kasus lainnya yang terjadi namun tidak terjangkau pemberitaan media maupun pemantauan kami," tulis laporan tersebut.

Catatan rangkaian brutalitas polisi di atas sebenarnya menunjukkan persoalan tersebut bukan hanya masalah individu anggota polisi semata, tetapi juga persoalan sistemik, yaitu kultur kekerasan yang masih kuat di tubuh kepolisian.

"Jika persoalan ini tidak segera diselesaikan oleh jajaran Polri, maka peristiwa serupa akan terus berulang dan dengan sendirinya akan mencoreng nama baik institusi Polri juga menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri," sebut laporan tersebut.

3. Kepatuhan Polri terhadap hukum relatif rendah

Ramai Tagar #PercumaLaporPolisi Bukti Krisis Kepercayaan pada AparatIDN Times/Arief Rahmat

Koalisi Reformasi Sektor Keamanan juga mencatat banyak masalah lain di tubuh institusi Polri, mulai dari extra judicial killing, penundaan kasus yang berlarut-larut, korupsi, penyalahgunaan wewenang, masuknya anggota Polri dalam jabatan sipil atau rangkap jabatan, dikerdilkannya kebebasan sipil, hingga masalah maladministrasi.

Dalam hal maladministrasi, Ombudsman RI menerima 699 laporan terkait kinerja Polri sepanjang 2020. Hal ini menempatkan Polri sebagai urutan pertama lembaga yang paling banyak dilaporkan masyarakat dibandingkan lembaga negara lainnya.

Selain itu, hasil survei kepatuhan hukum oleh lembaga penegak hukum pada 2019 yang dilakukan Ombudsman RI juga menyatakan kepatuhan Polri terhadap hukum relatif rendah.

Survei tersebut juga menyebutkan pemenuhan unsur dokumen tahap penyidikan sebanyak 31,85 persen atau kepatuhan rendah.

4. Aduan ke Komnas HAM didominasi Polri

Ramai Tagar #PercumaLaporPolisi Bukti Krisis Kepercayaan pada AparatWakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara (kanan) memberikan keterangan pers perkembangan penyelidikan dan hasil temuan Komnas HAM RI atas peristiwa kematian enam laskar FPI di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/12/2020) (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Berkaitan dengan HAM, menurut data Komnas HAM RI, sepanjang 2021, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima 2.331 aduan terkait HAM. Dari ribuan aduan tersebut, menurut data Komnas HAM klasifikasi tertinggi yakni aduan terkait Polri.

Pengaduan terkait Polri kebanyakan terkait ketidakprofesionalan prosedur kepolisian. Kemudian, kekerasan hingga penyiksaan oleh aparat kepolisian terhadap warga sipil.

"Kami menilai masalah-masalah tersebut dapat muncul dan kerap kali berulang disebabkan adanya pengabaian terhadap masalah struktural, yang penyelesaiannya tidak cukup dengan pendekatan kasuistik. Melainkan dengan pendekatan integral, perubahan secara menyeluruh terhadap institusi kepolisian, caranya melalui agenda reformasi kepolisian dengan merevisi Undang-Undang Kepolisian," papar laporan tersebut.

5. Koalisi Reformasi Sektor Keamanan mendesak presiden reformasi kepolisian

Ramai Tagar #PercumaLaporPolisi Bukti Krisis Kepercayaan pada AparatPresiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Untuk itu, Koalisi Reformasi Sektor Keamanan mendesak Presiden dan DPR RI segera melakukan percepatan agenda reformasi kepolisian dengan melakukan revisi berbagai undang-undang yang berhubungan dengan aspek baik kultural, struktural, hingga instrumental. Revisi ini dapat dimulai dari revisi UU Kepolisian, KUHAP, dan berbagai aturan yang bersinggungan lainnya.

Mendesak Presiden dan DPR memerintahkan Kapolri untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah perbaikan bagi pelaksanaan tugas kepolisian, yang mengedepankan prinsip-prinsip pemolisian demokratik dan penghormatan HAM.

"Petugas yang melakukan tindak kekerasan harus segera ditindak melalui proses peradilan pidana yang transparan, sehingga bisa menjadi bagian komitmen dari penegakan hukum di tubuh internal kepolisian," tulis laporan koalisi.

Koalisi Reformasi Sektor Keamanan juga mendesak presiden segera membentuk sebuah Tim Independen Percepatan Reformasi di kepolisian, yang bekerja secara langsung di bawah presiden, guna memastikan perubahan terjadi di semua lini kepolisian.

Diketahui, Koalisi Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari KontraS, Imparsial, Amnesty Internasional Indonesia, Public Virtue Institute, LBH Jakarta, Setara Institute, ICJR, HRWG, Elsam, PBHI, LBH Masyarakat, Pil-Net, ICW, LBH Pers dan Pusat Studi Demokrasi dan Keamanan (PSDK).

Baca Juga: Kondisi Baik, Mahasiswa yang Dibanting Polisi Boleh Pulang dari RS

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya