Riset CfDS UGM: 49,9 Persen Responden Tolak Vaksin COVID-19

40 persen tidak setuju kebijakan wajib vaksin COVID-19

Jakarta, IDN Times - Sejak pemerintah mengumumkan vaksinasi COVID-19 di Indonesia, masyarakat telah dihadapkan dengan berbagai dilema. Melihat aktivitas masyarakat di media sosial media, masih ditemukan seruan kelompok yang menolak vaksin COVID-19.

Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM yang diinisiasi Amelinda Pandu Kusumaningtyas, Iradat Wirid dan beberapa peneliti senior CfDS pun melakukan riset. Hasilnya, terdapat 49,9 persen dari total 601 responden menolak menjadi penerima vaksin COVID-19 pertama.

"Masyarakat menilai vaksin harus bersifat wajib, terlepas dari gratis atau tidaknya. Meski begitu masih terdapat hampir 40 persen masyarakat tidak setuju dengan kebijakan wajib vaksin COVID-19 yang mayoritas merupakan masyarakat berpendidikan tinggi, dan ini secara langsung berdampak pada persepsi negatif masyarakat yang menyurutkan kesediaan untuk menerima vaksin," ujar peneliti CfDS, Amelinda, dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat (26/3/2021).

1. Sinovac jadi merek vaksin yang paling banyak dirujuk

Riset CfDS UGM: 49,9 Persen Responden Tolak Vaksin COVID-19Kondisi penyimpanan vaksin Sinovac di gudang Dinkes Semarang. Dok Humas Pemprov Jateng

Baca Juga: WHO: Manfaat Vaksin AstraZeneca Lebih Besar dari Risikonya

Dari survei CfDS yang dilakukan pada Februari 2021, berdasarkan tingkat pendidikan dan persepsi terhadap vaksin COVID-19, diketahui mayoritas masyarakat Indonesia yang berpendidikan tinggi (diploma hingga S3) menganggap vaksin COVID-19 penting, baik untuk diri sendiri maupun keluarga.

Sementara jenis atau merek vaksin yang paling banyak dirujuk di antaranya Sinovac sebanyak 41,8 persen, Pzifer, dan Bio Farma.

2. Mayoritas masyarakat masih percaya vaksin COVID-19 dibuat demi keuntungan korporasi

Riset CfDS UGM: 49,9 Persen Responden Tolak Vaksin COVID-19Ilustrasi vaksinasi COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon

Amelinda menyebut hasil penelitian CfDS memperlihatkan sebagian besar masyarakat Indonesia pengguna layanan digital mengakses informasi COVID-19 melalui lini sosial media. Sebanyak 81,5 persen di antaranya masih bersinggungan dengan berbagai bentuk postingan yang memuat teori konspirasi.

Menurutnya, mayoritas masyarakat masih percaya dengan teori konspirasi elite global yang menyatakan vaksin COVID-19 dibuat demi keuntungan korporasi farmasi maupun untuk memasukan microchip dalam tubuh manusia.

“Belum lagi ada masyarakat Indonesia juga masih percaya dengan paparan informasi hoaks bila kesembuhan pasien bisa dengan kalung antiCOVID-19," ucapnya.

Dalam penelitiannya, Amelinda menegaskan informasi di media sosial sangat berpengaruh terhadap opini masyarakat Indonesia. Terlepas dari latar belakang yang dimiliki, masih saja terdapat masyarakat yang terpapar pusaran berita palsu maupun teori konspirasi yang beredar di sosial media.

Dalam penelitian yang terkait analisis teks media sosial, sebaran hoaks dan konspirasi terkait COVID-19, CfDS juga melakukan analisis yang mendalam dengan memanfaatkan data dari cuitan dan postingan netizen di berbagai platform sosial media.

3. Ada 18.400 cuitan di Twitter yang memuat tolak vaksin dan antivaksin

Riset CfDS UGM: 49,9 Persen Responden Tolak Vaksin COVID-19Logo Twitter (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Peneliti CfDS Iradat Wirid menyebut dari pengambilan data sejak Maret 2020 hingga Februari 2021 terdapat lebih dari 18.400 cuitan di Twitter yang memuat “Tolak Vaksin” atau “Antivaksin”.

Bersamaan dengan postingan masyarakat tersebut, kata dia, lebih dari 1.000 cuitan merujuk pada bantahan terhadap penolakan vaksin COVID-19 Sinovac. Sementara lebih dari 4.000 cuitan mengandung kata ‘PDIP’, ‘rakyat’, ‘PKI’ dan ‘Pemerintah’ sebagai bentuk penolakan balik postingan anggota DPR Ribka Tjiptaning yang tidak mendukung vaksin COVID-19.

“Sama halnya pada platform berbagi video Youtube, terdapat 11 video teratas yang membahas mengenai penolakan Ribka Tjiptaning, dengan penonton lebih dari 13 juta pengguna dan 62.000 komentar," ungkapnya.

4. Dukungan terhadap anggota DPR Ribka Tjiptaning untuk menolak vaksin COVID-19 tinggi

Riset CfDS UGM: 49,9 Persen Responden Tolak Vaksin COVID-19Anggota DPR dari Komisi IX, Ribka Tjiptaning Proletariyati (Tangkapan layar YouTube DPR)

Berbeda dengan Twitter, kata Iradat, pada kolom komentar Youtube di video tersebut lebih banyak memuat dukungan terhadap anggota DPR Ribka Tjiptaning untuk menolak vaksin COVID-19. Sementara di platform Instagram, terdapat berbagai akun yang dengan jelas menampilkan video atau foto dengan wacana konspirasi.

Salah satunya, ‘Injeksi MRNA Moderna adalah sistem operasi yang dirancang untuk memprogram manusia dan meretas fungsi biologisnya’, hingga upaya mengajak ‘apa yang perlu kita lakukan setelah menolak vaksin?’.

Iradat menambahkan platform dengan basis audio dan visual Instagram dan Youtube lebih banyak digunakan untuk membangun wacana penolakan atas vaksin COVID-19, dan warganet akan ikut berkomentar sejalan dengan isi konten tersebut.

Baca Juga: MKEK IDI Terbitkan Fatwa Larang Dokter Kampanye Antivaksin 

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya