Sah, Rapid Test Antigen Jadi Alat Diagnosis Positif COVID-19 Nasional
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Kesehatan menetapkan secara resmi penggunaan rapid diagnostic test (RDT) Antigen sebagai alat mendiagnosis kasus positif COVID-19 yang dicatat sebagai kasus nasional. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021 tentang Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen dalam Pemeriksaan COVID-19.
Jubir vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan rapid test antigen merupakan salah satu metode dalam pelacakan kontak, penegakan diagnosis, dan sebagai bagian proses penyelidikan epidemiologi.
"Ini (rapid test antigen) digunakan untuk kepentingan epidemiologi, jadi untuk mendiagnosis,”katanya dalam konferensi pers dipantau virtual, Rabu (10/2/2021).
Baca Juga: Jangan Bingung! Ini Bedanya Rapid Test Antibodi dan Rapid Test Antigen
1. Rapid test antigen ini akan disediakan di puskesmas
Nadia mengatakan rapid test antigen ini akan disediakan di puskesmas-puskesmas. Pengadaannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Rapid test ini sudah ada sekitar 2 juta di 34 provinsi nantinya kita dorong untuk ditempatkan level puskesmas," imbuhnya.
2. Rapid test antigen untuk pelacakan epidemiologi, gratis
Nadia menegaskan rapid test antigen ini gratis jika digunakan untuk kepentingan penelusuran kontak secara epidemiologi di masyarakat. Pelaksanaannya melalui puskesmas.
Editor’s picks
"Sedangkan penggunaan RDT antigen sebagai syarat perjalanan orang di dalam negeri mengacu pada Surat Edaran yang dikeluarkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19, yang artinya secara mandiri (tidak gratis)," ujarnya.
Baca Juga: PPKM Mikro Lebih Longgar, Airlangga: Ada Swab Antigen Gratis
3. Pemeriksaan RDT antigen akan dilaporkan kasus terkonfirmasi positif sama dengan PCR
Nadia memaparkan hasil pemeriksaan RDT antigen akan dicatat dan dilaporkan sebagai kasus terkonfirmasi positif sama seperti hasil test PCR. Namun dalam sistem pelaporannya dilakukan pemisahan dari pemeriksaan RDT Antigen dan RT PCR.
“Penggunaan rapid test antigen harus tetap memperhatikan sejumlah kriteria, di antaranya pemilihan, penggunaan, fasilitas pemeriksaan dan petugas pemeriksa, pencatatan dan pelaporan, penjaminan mutu pemeriksaan, hingga pengelolaan limbah pemeriksaan,” ucap Nadia.
4. Rapid test antigen hanya dilakukan saat fase akut
Terkait dengan kriteria penggunaan, Nadia mengatakan pemeriksaan menggunakan rapid test antigen hanya dapat dilakukan saat fase akut, atau dalam waktu 7 hari pertama sejak muncul gejala. Masa tersebut ditetapkan untuk meningkatkan performa tes.
Pemeriksaan menggunakan rapid test antigen jauh lebih cepat daripada tes PCR. Kurang dari 30 menit untuk mengetahui status positif atau negatif.
"Ini untuk memperkuat pemeriksaan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) mikro, sehingga dipastikam kemungkinan pertambahan kasus positif akan terjadi," ujarnya.
Baca Juga: Libur Imlek, Korlantas Gelar Swab Antigen Acak di Tol Pulau Jawa