Satgas IDI: Setop Obat Azitromisin dan Oseltamivir untuk Pasien Isoman

"Bukan untuk COVID-19."

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memberikan obat gratis pada pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri. Namun paket obat yang dibagikan menuai kontroversi lantaran Kementerian Kesehatan memberikan obat keras Azitromisin dan Oseltamivir bagi pasien COVID-19 tanpa gejala dan gejala ringan.

Padahal lima organisasi yang terdiri dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 14 Juli 2021 lalu membuat revisi protokol tata laksana COVID-19.

Berdasarkan tata laksana tersebut, obat Azitromisin dan Oseltamivir tidak lagi direkomendasikan untuk pasien COVID-19 bergejala ringan.

1. Oseltamivir itu bukan obat COVID-19

Satgas IDI: Setop Obat Azitromisin dan Oseltamivir untuk Pasien IsomanPanduan azithromisin dan oseltamivir untuk pasien COVID-19 (IDN Times/Alfonsus Adi Putra)

Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indomesua (IDI), Zubairi Djoerban, mengatakan obat Azitromisin dan Oseltamivir yang tidak lagi jadi standar perawatan pasien COVID-19 termasuk oleh WHO.

"Sebenarnya Oseltamivir adalah obat bagus. Obat antivirus ini digunakan untuk terapi infeksi Influenza dalam tubuh. Bukan untuk Covid-19. Jadi jelas, prinsipnya, Oseltamivir itu bukan obat Covid-19," tegas Zubairi dalam akun media sosial @twitter yang sudah dikonfirmasi IDN Times, Rabu (21/7/2021).

Baca Juga: Pemerintah Akan Terima 30 Juta Dosis Vaksin COVID-19 Akhir Agustus

2. Azitromisin tidak efektif terhadap pasien COVID-19

Satgas IDI: Setop Obat Azitromisin dan Oseltamivir untuk Pasien Isomanilustrasi azitromisin atau azithromycin (pexels.com/JESHOOTS.com)

Sedangkan Azitromisin, lanjut Zubairi, merupakan obat antibiotik yang mengatasi bakteri dan jamur.

"Kalau Covid-19 kan penyebabnya virus. Sehingga, tidak seharusnya pasien Covid-19 diberikan Azitromisin kecuali ada infeksi bakteri sekunder. Akan tetapi, pemakaiannya tetap ditentukan oleh dokter," katanya.

Menurutnya, revisi itu dilakukan karena beberapa penelitian mengungkap bahwa dampak Azitromisin terhadap pasien COVID-19 itu tidak efektif.

"Bahkan penggunaannya secara tidak perlu membuat pasien rentan terhadap efek samping obat itu. Salah satunya meningkatkan risiko resistensi," tegasnya.

3. Jika pemakaiannya sembarangan bisa timbulkan resistensi

Satgas IDI: Setop Obat Azitromisin dan Oseltamivir untuk Pasien IsomanKetua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Zubairi menambahkan, obat ini berisiko pada pasien isoman yang selama ini menggunakan obat antibiotik secara bebas. Sebab jika pemakaiannya sembarangan, terlalu banyak, tanpa indikasi yang benar, maka akan timbul resistensi.

"Yang resisten tentunya bukan kita, tapi bakterinya. Jadi, bakteri yang terlalu sering dapat Azitromisin, malah membuat bakteri itu resisten. Kalau mereka resisten, maka sulit diatasi. Saran saya, jangan pakai Azitromisin kecuali memang terbukti ada infeksi bakteri, selain Covid-19," imbaunya.

4 . IDI minta penggunaan Azitromisin disetop

Satgas IDI: Setop Obat Azitromisin dan Oseltamivir untuk Pasien Isomanilustrasi obat azitromisin atau azithromycin (settlementhelpers.com)

Zubairi mengimbau agar pasien COVID-19 berhenti memakai Azitromisin sebab bukan obat COVID-19.

" Ya setop. Karena tidak dibenarkan. Meski saya tahu niatnya baik untuk menyembuhkan, tapi harus dipahami bahwa Azitromisin bukan obat Covid-19," ungkapnya.

5. Kemenkes klaim Oseltamivir dan Azitromisin tak sebabkan efek buruk

Satgas IDI: Setop Obat Azitromisin dan Oseltamivir untuk Pasien IsomanJuru bicara vaksin dari Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi (Tangkapan layar YouTube Kemenkes)

Juru bicara vaksin dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengakui hingga kini pihaknya belum mengikuti protokol yang telah direvisi oleh lima organisasi profesi bagi pasien isoman.

Menurut tata laksana tersebut, obat Oseltamivir dan Azitromisin hanya diberikan bagi pasien COVID-19 dengan gejala berat dan kritis. Lima organisasi profesi justru menyarankan agar pasien dengan gejala ringan diberikan Favipiravir.

"Sampai saat ini masih (diberikan) Oseltamivir, karena pedoman kan belum direvisi. Favipiravir belum diberikan (di dalam paket obat terapi)," kata Nadia saat dihubungi, Senin. 

 Ia menambahkan bahwa pemerintah masih melakukan kajian bersama Komisi Nasional Obat dan Organisasi Profesi lainnya soal penambahan obat lain di dalam paket tersebut. Menurutnya, meski Oseltamivir dan Azitromisin tak direkomendasikan, namun kedua obat itu tidak memiliki efek buruk pada tubuh.

Baca Juga: Olimpiade Tokyo Terancam Batal Imbas Meledaknya COVID-19

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya