Satgas: Vaksin Nusantara Dikembangkan di AS, Uji Coba di Indonesia

BPOM temukan berbagai kejanggalan dalam vaksin nusantara

Jakarta, IDN Times - Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan vaksin nusantara merupakan jenis vaksin yang dikembangkan di Amerika dan diujicobakan di Indonesia.

Wiku mengatakan pada prinsipnya semua vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat harus mendapatkan izin dari Badan POM terutama dalam aspek keamanan efikasi dan kelayakan selama memenuhi kriteria.

"Pemerintah akan memberikan dukungan, sehingga diharapkan tim pengembang vaksin nusantara dapat berkoordinasi dengan baik dengan Badan POM agar isu yang ada terkait aksi ini dapat segera terselesaikan," ujarnya dipantau dalam Youtube BNPB, Kamis (15/4/2021).

1. Pembuatan vaksin dengan metode sel dendritik diimpor dari Amerika

Satgas: Vaksin Nusantara Dikembangkan di AS, Uji Coba di IndonesiaIDN Times/Helmi Shemi

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) merilis pointers terkait vaksin nusantara ke publik pada Rabu, 14 April 2021. Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengatakan semua komponen untuk pembuatan vaksin dengan metode sel dendritik diimpor dari Negeri Paman Sam. Komponen yang diimpor itu antara lain antigen, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GMSCF), medium pembuatan sel, dan alat-alat untuk persiapan. 

Penny mengatakan industri farmasi yang bekerja sama dengan AIVITA Biomedica Inc belum memiliki sarana produksi untuk produk biologi, maka sulit membayangkan Vaksin Nusantara bisa dikembangkan dalam waktu cepat di tanah air. "Butuh waktu sekitar 2-5 tahun untuk dikembangkan di Indonesia," ungkap Penny. 

"CEO AIVITA Indonesia mengatakan mereka akan mengimpor obat-obatan sebelum produksi di Indonesia," tutur dia lagi. 

 

Baca Juga: Abaikan Rekomendasi BPOM, Terawan Tetap Lanjutkan Vaksin Nusantara

2. Peneliti didominasi orang asing

Satgas: Vaksin Nusantara Dikembangkan di AS, Uji Coba di IndonesiaIlustrasi (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Peneliti yang melakukan pengembangan Vaksin Nusantara di tanah air juga didominasi oleh orang asing. Relawan yang diteliti adalah warga Indonesia. 

"Tetapi, mereka tidak dapat menunjukkan izin penelitian bagi peneliti asing di Indonesia," kata dia. 

Bahkan, BPOM menemukan temuan lain yang fatal ketika melakukan inspeksi Vaksin Nusantara.

3. BPOM temukan kejanggalan

Satgas: Vaksin Nusantara Dikembangkan di AS, Uji Coba di IndonesiaInfografis Vaksin Nusantara. (IDN Times/Sukma Shakti)

Temuan lain yang fatal yaitu data-data penelitian disimpan dan dilaporkan dalam electronic case report form menggunakan sistem elektronik dengan nama redcap cloud. Teknologi itu dikembangkan oleh AIVITA Biomedical dengan menggunakan server di Amerika Serikat.

"Sementara, kerahasiaan data dan transfer data ke luar negeri tidak tertuang di dalam perjanjian penelitian, karena tidak ada perjanjian antara peneliti Indonesia dengan AIVITA Biomedical Inc," kata Penny. 

Metode pembuatan dan paten dimiliki oleh AIVITA Biomedical. BPOM mengakui ada peralihan teknologi kepada staf di RSUP dr. Kariadi. Namun, masih ada beberapa hal yang belum dijelaskan secara terbuka seperti campuran medium sediaan vaksin yang digunakan. 

"Tim dari RSUP dr. Kariadi tidak memahami sediaan vaksin itu," ujarnya. 

Kejanggalan lainnya yang ditemukan oleh BPOM yakni ketika dilakukan hearing dengan panel berisi para ahli dan BPOM, semua pertanyaan justru dijawab oleh para peneliti dari AIVITA Biomedical. Padahal, di dalam protokol penelitian, tidak tercantum nama peneliti dari perusahaan bioteknologi AS tersebut. 

4. Terawan kembangkan vaksin nusantara

Satgas: Vaksin Nusantara Dikembangkan di AS, Uji Coba di IndonesiaMantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Diketahui mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tengah mengembangkan vaksin nusantara yang diklaim oleh Terawan sebagai satu-satunya vaksin COVID-19 di dunia yang menggunakan teknologi sel dendritik. Teknologi tersebut biasanya digunakan untuk pengobatan pasien kanker. 

Secara sederhana, pembuatan vaksin dilakukan dengan mengambil darah dari tubuh pasien. Sel darah putih dipisahkan lalu diberi protein rekombinan atau antigen Sars-CoV-2 di laboratorium. Usai disimpan selama satu pekan di dalam laboratorium, maka sel tersebut disuntikkan lagi ke tubuh pasien. 

Terawan menyebut meski teknologi sel dendritik bersifat personal, tetapi bila diberi lampu hijau oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), maka vaksin tersebut tetap dapat diproduksi massal. 

"Dalam sebulan bisa kok diproduksi sekitar 10 juta (dosis)," kata Terawan pada media 16 Februari 2021 lalu. 

Terawan juga mengklaim sekali suntik, vaksin tersebut bisa menghasilkan antibodi seumur hidup. Bagi anggota komisi IX DPR yang ikut diajak oleh Terawan untuk meninjau pengembangan vaksin nusantara, teknologi tersebut bisa jadi alternatif dalam menangani pandemik COVID-19. 

Baca Juga: Teknologi Vaksin Nusantara dari AS, Bukti Bukan Inovasi Anak Bangsa

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya