Sebanyak 95 Ribu Warga Jakarta Masuk Miskin Ekstrem, Terbanyak Jakut

Jakarta, IDN Times - Badan Statistik DKI Jakarta melaporkan angka kemiskinan ektrem di DKI Jakarta meningkat. Adapun wilayah yang paling banyak penduduk di garis kemiskinan ekstrem berada di Jakarta Utara.
Kepala Bagian Umum BPS Suryana menerangkan, angka kemiskinan ekstrem di DKI Jakarta pada Maret 2022 meningkat 0,2 persen menjadi 0,89 persen dari periode sama di 2021. Angka ini sekitar 10,7 juta jiwa penduduk DKI Jakarta atau setara 95.668 jiwa yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem pada Maret 2022.
"Dalam diskusi tadi bersama Pak Pj Gubernur DKI Jakarta, kami menyampaikan kondisi dan menerima seluruh treatment pengentasan kemiskinan, seharusnya miskin ekstrem di DKI Jakarta itu sudah tidak ada," ujar Suryana usai rapat bersama Pemprov DKI Jakarta di Balai Kota, Senin (30/1/2023).
Baca Juga: Menpan RB Buka Suara soal Anggaran Kemiskinan Tersedot untuk Rapat
1. Masih ada penduduk yang masuk dalam miskin ekstrem
Namun fakta di lapangan, lanjut Suryana, BPS masih menemukan penduduk yang teridentifikasi masuk dalam kemiskinan ekstrem, termasuk di survei sosial ekonomi nasional pada bulan Maret dan September.
"Setiap tahunnya masih ada sampel-sampel rumah tangga yang teridentifikasi sebagai penduduk miskin ekstrem," imbuhnya.
2. Indikator penduduk masuk kemiskinan ekstrem
Suryana menerangkan, indikator kemiskinan ekstrem antara lain memiliki pengeluaran per hari kurang Rp11.633 atau kurang dari Rp350 ribu per bulan. Kondisi ini ditemukan pada penduduk yang memiliki kepala keluarga rata-rata usia 45,5 tahun dengan pendidikan terakhirnya rata-rata adalah SMA.
"Kemudian ada juga yang lansia, balita. Kondisi perumahan ada yang belum layak, luas lahan per kapita di bawah 8 meter persegi," terangnya.
3. Jakarta Utara memiliki kemiskinan ekstrem terbanyak
Suryana menerangkan, berdasarkan survei BPS penduduk dengan kemiskinan ekstrem paling banyak di wilayah Jakarta Utara (Jakut). Sementara wilayah terendah di Jakarta Barat (Jakbar).
"Intinya bahwa kalau BPS itu menghitung data makro, maka untuk menelusuri siapa dan di mananya membutuhkan data mikro. By name by address itu menggunakan data mikro yang sudah ada di Pemprov DKI Jakarta," jelasnya.
Baca Juga: Wapres Klaim Angka Kemiskinan Turun secara Tahunan