Survei Wahana Visi: Orangtua Tidak Siap Bertanggung Jawab Sebagai Guru

Seorang ibu aniaya anak sampai tewas gegara belajar online

Jakarta, IDN Times - Ketua Tim Perlindungan Anak Wahana Visi Indonesia (WVI) Emmy Lucy Smith mengungkapkan, peristiwa penganiayaan seorang anak hingga meninggal dunia di Lebak, Banten yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri gegara belajar online, membuka mata bahwa persoalan perlindungan anak di masa pandemik COVID-19 merupakan masalah serius.

"Kekerasan anak ini nyata dan semakin meningkat di masa pandemik COVID-19. Peristiwa yang menyedihkan ini mestinya dapat dijadikan momentum bagi semua, orangtua, sekolah dan pemerintah untuk lebih memberi perhatian kepada upaya-upaya perlindungan anak di masa pandemik COVID-19 ini,” kata Emmy dalam siaran tertulis, Rabu (16/9/2020).

Baca Juga: Kejam, Ibu di Lebak Bunuh Anaknya Hanya karena Susah Belajar Online

1. Orangtua atau pengasuh tidak siap mengganti tanggung jawab sebagai guru

Survei Wahana Visi: Orangtua Tidak Siap Bertanggung Jawab Sebagai GuruIlustrasi belajar online dengan manfaatkan wifi gratis (IDN Times/Dini suciatiningrum)

Ketua Tim Pendidikan WVI Mega Indrawati menambahkan, berdasarkan hasil kaji cepat WVI mengenai dampak pandemik COVID-19 pada anak dan rumah tangga di daerah
terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), ditemukan bahwa 62 persen rumah tangga mengaku dapat menangani situasi dalam kendali penuh, sementara 28,7 persen hanya bisa menangani sebagian.

Pengasuh perempuan menunjukkan kapasitas yang lebih baik dalam menangani situasi, menggunakan pengasuhan positif (64%) dibandingkan dengan pengasuh laki-laki (55%).

"Namun demikian, orangtua atau pengasuh tidak siap mengganti tanggung jawab sebagai guru atau untuk mendukung anak-anak dalam belajar saat melakukan kegiatan mata pencaharian pada saat yang sama," imbuhnya.

2. Beberapa anak mengalami kekerasan di rumah

Survei Wahana Visi: Orangtua Tidak Siap Bertanggung Jawab Sebagai GuruIlustrasi Kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Mega menjelaskan, pengasuh dengan tingkat pendidikan formal rendah memiliki kesulitan yang lebih besar mendukung anak-anak belajar di rumah. Akibatnya, beberapa anak mengalami kekerasan di rumah, dengan 61,5 persen mengalami teriakan dan 11,3 persen hukuman fisik.

“Orangtua dan anak sama-sama terisolir dan beraktivitas dalam kondisi tidak ideal. Tidak hanya menimbulkan tekanan pada anak, tidak semua orangtua memiliki kapasitas mengajar untuk materi pelajaran, memiliki waktu, dan cukup kesabaran selama proses belajar bersama anak,” tutur Mega.

3. Dukungan psikososial kepada orangtua sangat penting

Survei Wahana Visi: Orangtua Tidak Siap Bertanggung Jawab Sebagai GuruIlustrasi (IDN Times/Dini suciatiningrum)

Menurutnya, hal ini berpotensi menempatkan orangtua ke dalam kondisi rawan secara sosial dan emosional. Oleh karena itu, Mega menyarankan agar sekolah dan pemerintah memiliki perhatian dan program khusus yang mendukung orangtua tidak hanya untuk kepentingan akademis, namun juga dukungan psikososial.

"Orangtua yang memiliki kondisi psikososial yang baik, akan dapat menjalankan perannya
mendampingi anak dengan baik," ucap Mega.

4. Buku panduan psikososial untuk guru dan orangtua bisa diunduh

Survei Wahana Visi: Orangtua Tidak Siap Bertanggung Jawab Sebagai GuruTangkapan layar webinar Wahana Visi Indonesia

WVI sendiri meluncurkan buku saku berisi panduan psikososial untuk guru dan orangtua yang dapat diunduh di website https://www.wahanavisi.org/id/media-materi/publikasi.html.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi diharapkan dapat mendukung para guru dan orangtua atau pengasuh untuk menyebarkan pesan 'mendidik/mengasuh anak tanpa kekerasan' melalui saluran-saluran belajar jarak jauh, termasuk melalui berbagai media, baik media cetak, elektronik maupun media sosial.

5. Seorang ibu aniaya anak hingga tewas hanya karena kesulitan belajar online

Survei Wahana Visi: Orangtua Tidak Siap Bertanggung Jawab Sebagai GuruIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Diberitakan sebelumnya, seorang ibu di Lebak, Banten menganiaya anaknya yang masih duduk di bangku kelas 1 SD hingga tewas hanya gara-gara kesal korban susah diajarkan belajar online.

"Ibu kandungnya itu melakukan pemukulan lebih dari lima kali hingga anaknya, Keysya Safiyah (8), kelas I SD meninggal dunia," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Lebak Ajun Komisaris David Adhi Kusuma di Lebak, seperti dilansir ANTARA, Selasa (15/9/2020).

David mengungkapkan, ibu korban yakni Lia Handayani (26) merasa kesal melihat anaknya sulit diberitahu saat belajar secara daring, sehingga pelaku gelap mata.

Masih kata David, pelaku mulai mencubit dan memukul lebih dari lima kali menggunakan gagang sapu hingga korban terjatuh ke lantai.

"Melihat anak itu tak berdaya merasa panik dan mengajak suaminya Imam Safi'e untuk pergi," ujar David.

Baca Juga: Belajar Online Picu Kekerasan Pada Anak, Orangtua Dituntut Lebih Sabar

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya