Terjerat Utang, 7 ABK Diduga Kerja Paksa dan Ditelantarkan di Marauke 

Terjebak penipuan lowongan pekerjaan iklan di media sosial.

Jakarta, IDN Times - Sebanyak tujuh orang awak kapal perikanan terlantar di Pelabuhan perikanan Merauke. Mereka diduga menjadi korban kerja paksa di atas kapal. Hal tersebut diketahui dari laporan tujuh awak kapal tersebut kepada Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, sebagai pengelola Fishers Center Tegal.

“Mereka diturunkan oleh nakhoda KM Jaya Utama dan akhirnya terlantar setelah sebelumnya merasakan kondisi kerja yang tidak nyaman, dan minimnya bahan bahan makanan diatas kapal ikan tempat mereka bekerja” kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam siaran tertulis, Selasa (9/3/2021).

Baca Juga: 22 ABK WNI Meninggal di Kapal Tiongkok, Jokowi Diminta Turun Tangan

1. Tujuh awak kapal terjebak penipuan lowongan pekerjaan iklan di media sosial

Terjerat Utang, 7 ABK Diduga Kerja Paksa dan Ditelantarkan di Marauke Deretan ABK Indonesia yang meninggal atau hilang di kapal penangkap ikan Tiongkok (IDN Times/Sukma Shakti)

Abdi menceritakan tujuh awak kapal perikanan tersebut, berasal dari pulau Jawa. Mereka yang terjebak penipuan lowongan pekerjaan oleh calo yang diiklankan di sebuah platform media sosial.

“Rantai perjalanan mereka cukup panjang, berasal dari Jakarta dan sejumlah daerah di Jawa Barat, direkrut oleh nakhoda di Pekalongan, berangkat dari Surabaya menuju Sorong, mencari ikan di Dobo Kepulauann Aru dan terlantar di Merauke” kata Abdi.

2. Gaji Rp30 ribu per hari ditambah bonus penangkapan

Terjerat Utang, 7 ABK Diduga Kerja Paksa dan Ditelantarkan di Marauke Ilustrasi gaji (IDN Times/Arief Rahmat)

Selanjutnya, Abdi menerangkan dalam Perjanjian Kerja Laut yang ditandatangani oleh mereka, tertulis bahwa gaji mereka adalah Rp30 ribu per hari ditambah bonus penangkapan. Jika mengacu pada Permen KP 42/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut, pengupahan awak kapal perikanan diberikan 2 kali UMR.

“PKL mereka tidak sesuai dengan Permen KP 42/2016 sebab tidak ada satupun provinsi di Indonesia saat ini yang menetapkan UMR Rp 900 ribu bulan” kata Abdi.

Baca Juga: Terombang-ambing di Laut, 6 ABK Selamat Dari Gulungan Ombak Ganas

3. Terjebak utang kepada nakhoda dan kerja paksa

Terjerat Utang, 7 ABK Diduga Kerja Paksa dan Ditelantarkan di Marauke Ilustrasi utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, korban melaporkan mereka terjebak utang kepada nakhoda yang akhirnya mengikat mereka untuk bekerja keras selama diatas kapal. “Sejumlah fakta tersebut mengindikasikan bahwa praktik kerja paksa dan bahkan perdagangan orang masih terjadi pada industri perikanan tangkap dalam negeri” kata Abdi

Atas kejadian tersebut, Abdi meminta Kementerian kelautan dan Perikanan serta pemerintah provinsi Maluku agar melakukan investigasi dan penyelidikan bersama serta melakuka mediasi dengan pemilik kapal.

4. Tata kelola awak kapal perikanan kita belum optimal

Terjerat Utang, 7 ABK Diduga Kerja Paksa dan Ditelantarkan di Marauke IDN Times/Hisyam Keleten Kelin

Sementara itu peneliti DFW Indonesia Baso Hamdani, mengatakan bahwa ada ketidaksinkronan pelaksanaan aturan Perjanjian Kerja Laut oleh UPT Pelabuhan dibawah KKP dan provinsi.

“Kapal ukuran dibawah 30GT yang izinnya dikeluarkan oleh Provinsi belum sepenuhnya patuh kepada Permen 42/2016 sehingga awak kapal yang bekerja di kapal ikan dengan izin daerah banyak yang tidak memiliki PKL” kata Baso.

Bukan cuma PKL, para awak kapal perikanan tersebut banyak yang tidak memiliki buku pelaut dan sertifikat basic safety training. “Untuk wilayah yang remote seperti Papua dan Maluku, tata kelola awak kapal perikanan kita belum optimal sehingga perlu pengawasan ketenagakerjaan yang lebih ketat” kata Baso.

Baca Juga: 157 ABK WNI di Kapal Tiongkok Dipulangkan, 2 Sudah Tak Bernyawa

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya