Wamenkumham Sebut KUHP Baru Atur Pidana di Bawah 5 Tahun Tak Dipenjara
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Malang, IDN Times - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, menerangkan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional menjadi solusi atas over kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Eddy mengatakan, dalam KUHP yang akan diimplementasikan pada 2026 itu, nantinya bisa mencegah penjatuhan pidana dalam waktu singkat.
"Jadi, kalau ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun, gak ada pidana penjara, (adanya) pidana pengawasan. Kalau tidak lebih dari 3 tahun, tidak ada pidana penjara, adanya pidana kerja sosial," ujarnya dalam acara Kumham Goes To Campus di Universitas Brawijaya (UNIBRAW) Malang, Kamis (25/5/2023).
Baca Juga: Wamenkumham: Yang Buat Lapas Over Kapasitas itu Hakim, Jaksa, Polisi
1. 70 persen penghuni lapas narapidana narkoba
Hal lain yang membuat lapas overcrowded adalah penghuni lapas narkotika. Sebab, 70 persen yang menghuni lapas adalah narapidana kasus narkoba.
"Hari Senin tanggal 29, kami rapat dengan DPR, itu (KUHP) akan mengurangi over kapasitas karena hampir 70 persen penghuni lapas itu adalah narkotika," katanya.
Baca Juga: Kasus Lapas Mewah Viral, Wamenkumham: Diperiksa Kakanwil
2. Kemenkumham diprotes akibat over kapasitas
Editor’s picks
Eddy mengaku, Kementerian Hukum dan HAM selalu disalahkan tentang over kapasitas atau overcrowded di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Menurutnya, yang membuat penghuni lapas membludak adalah para jaksa, hakim, dan polisi.
"Kementerian Hukum dan HAM itu diprotes besar-besaran terkait yang namanya over kapasitas, emang over kapasitas itu kesalahan Kementerian Hukum dan HAM? Tidak! Itu yang mengakibatkan over kapasitas adalah polisi, jaksa, dan hakim, kan," ujarnya.
Baca Juga: Wamenkumham Klaim KUHP Bisa Atasi Masalah Over Kapasitas di Lapas
3. Kemenkumham tidak bisa menolak eksekusi dari hakim
Eddy mengungkapkan, Kemenkumham tidak bisa menolak eksekusi yang dijatuhkan hakim kepada seseorang dengan alasan over kapasitas lapas.
Eddy menambahkan, lapas hanya dijadikan tempat pembuangan akhir dan tidak bisa melakukan intervensi dalam proses yudikatif.
"Hakim itu gak mau tahu. Ketika dia mau memutuskan perkara, kan, dia tidak tanya, di Malang itu apakah lapas overcrowded atau tidak, jaksa mau eksekusi kan tidak pernah tanya ini lapas penuh atau tidak dan lapas tidak bisa menolak eksekusi itu dengan hanya alasan overcrowded," katanya.
Baca Juga: Lapas Narkoba Samarinda Terima 20 Napi Baru dari Bontang