Luas Hutan di Pulau Jawa Makin Ciut, Hanya Tersisa 24 Persen

Fakta menyedihkan tentang eksistensi hutan di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Sebuah fakta mengejutkan tentang hutan di Pulau Jawa diungkap ahli peneliti utama bidang konservasi keanekaragaman hayati dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan. Menurut dia, luas kawasan hutan di Pulau Jawa semakin mengecil karena beberapa sebab dan saat ini luasnya hanya sekitar 24 persen dari luas pulau tersebut sekitar yakni 128.297 km2.

"Dari sekitar 24 persen kawasan hutan di Pulau Jawa tutupan hutannya hanya sekitar 19 persen, sedangkan lima persen lainnya, di antaranya berupa kebun raya dan taman kehati, yang memiliki fungsi seperti hutan," ungkap Hendra dalam webforum peringatan Hari Hutan Internasional 2021: "Forest Restoration a path revovery and will-being" yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) secara daring, seperti dikutip dari ANTARA, Senin (29/3/2021).

1. Alih fungsi hutan menyebabkan bencana banjir hingga tanah longsor

Luas Hutan di Pulau Jawa Makin Ciut, Hanya Tersisa 24 PersenPetugas mengevakuasi tanah longsor di pinggir jalan utama Puncak, Gunung Mas, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (11/1/2021) (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Menurut Hendra, semakin mengecilnya hutan di Pulau Jawa, yakni pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia, karena beberapa sebab, di antaranya adalah, alih fungsi hutan untuk lahan pertanian, pemukiman, industri, infrastruktur, kawasan komersial, dan sebagainya.

Adanya alih fungsi hutan itu menurut dia menjadi penyebab kawasan hutan menjadi hilang, rusak, terpecah-pecah, dan hal ini mengancam keanekaragaman hayati di dalamnya.

"Dampak lainnya yang terjadi adalah, krisis air, bencana banjir, tanah longsor, konflik satwa, dan sebagainya," katanya.

Baca Juga: Dalam Sebulan, Sudah 107 Hektare Hutan dan Lahan Terbakar di Aceh

2. Perlu ada restorasi penghijauan untuk mengganti hutan yang hilang permanen

Luas Hutan di Pulau Jawa Makin Ciut, Hanya Tersisa 24 PersenIlustrasi hutan/ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Hendra mengatakan, hutan yang hilang, rusak, dan terpecah-pecah itu perlu dilakukan penanganan, untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati. Dia menjelaskan, hutan yang hilang secara permanen, misalnya untuk pembangunan gedung dan infrastruktur, maka perlu dilakukan restorasi dengan melakukan penghijauan di lokasi lainnya yang memungkinkan.

"Hutan yang rusak perlu direhabilitas serta yang yang terpecah-pecah perlu dibuat koridor penghubung bagi keanekaragaman hayati," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Hendra mengusulkan agar para pemangku kepentingan melakukan aksi-aksi lokal untuk penyelamatan keanekaragaman hayati melalui kegiatan menanam pohon di ruang terbuka hijau (RTH).

"Pembangunan RTH itu akan lebih baik dibangun dengan konsep keanekaragaman seperti ekosistem hutan," katanya.

 

3. Pemberdayaan kebun raya dan taman kehati

Luas Hutan di Pulau Jawa Makin Ciut, Hanya Tersisa 24 PersenPengunjung berswafoto dengan latar belakang Istana Bogor di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Minggu (9/6/2019) (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Hendra mencontohkan, konsep tersebut adalah kebun raya dan taman kehati. Berdasarkan data LIPI pada 2019, di Indonesia ada 43 kebun raya dengan luas total sekitar 8.850,6 hektare dan 29 taman kehati dengan luas total 1,863,5 hektare.

Menurut dia, Taman Kehati ini sangat cocok sebagai laboratorium lapangan dan wahana pembelajaran bagi siswa sekolah, sekaligus memberikan pengetahuan dan pembentukan karakter cinta lingkungan.

Dia menjelaskan, di taman kehati ini banyak aspek yang dapat digali, seperti ekologi, konservasi, hidrologi, botani, sosiologi, ekonomi, tanaman obat, pangan, hingga peran tumbuhan sebagai peredam kebisingan dan pencemaran.

Baca Juga: Gawat! 25 Persen Luas Hutan Tersisa di Sulsel Terancam Tambang Nikel

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya