PPATK: Koruptor Harus Dimiskinkan, Bukan Dihukum Mati

Kepala PPATK menilai hukuman mati tak menghentikan kejahatan

Bogor, IDN Times - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai penanganan hukum terkait kejahatan ekonomi atau kasus korupsi masih lemah, sehingga kemungkinan para pelaku mengulang aksi serupa sangat besar.

Kepala PPATK Dian Ediana Rei menyampaikan, penegakan hukum di Indonesia terkait kejahatan ekonomi belum maksimal. Vonis yang diberikan juga tidak memberikan efek jera.

"Penanganan masalah kejahatan ekonomi tidak efektif, kami berharap pelaku kejahatan ekonomi atau para koruptor dapat dimiskinkan, dan dengan menyita barang bukti milik terdakwa," kata Dian di Bogor, Kamis (17/12/2020).

1. PPATK berharap penegak hukum bisa hentikan seluruh aliran dana koruptor

PPATK: Koruptor Harus Dimiskinkan, Bukan Dihukum MatiKepala PPATK, Dian Ediana Rae (IDN Times/Rubiakto)

Dian mengatakan jika hanya dengan hukuman penjara, tidak akan ada efek jera dari pelaku atau terdakwa. Malah, terdakwa bisa saja bermain mata karena masih memiliki uang banyak.

"Kalau belajar dari luar negeri, seperti Amerika mereka menyita semua aliran dana yang terindikasi terjadi kejahatan. Sehingga peredaran uang haram tersebut bisa terhenti," katanya.

2. Hukuman mati tidak menghentikan kejahatan

PPATK: Koruptor Harus Dimiskinkan, Bukan Dihukum MatiIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dian menilai hukuman mati tidak dapat menghentikan kejahatan.

"Meski menggunakan hukuman mati, uang negara yang berhasil dicuri bisa dikelola kembali, dan malah menimbulkan masalah baru," kata Dian.

Dia juga menyampaikan PPATK kerap menganalisis aksi-aksi kejahatan ekonomi yang kemungkinan besar terjadi penyelewengan. "Kalau sudah kami analisis berarti itu sudah indikasi kuat terjadi pelanggaran," kata Dian.

3. Realisasi pencegahan melampaui target

PPATK: Koruptor Harus Dimiskinkan, Bukan Dihukum MatiKetua PPATK Dian Ediana Rae (Dok.Instagram.com/PPATK_Indonesia)

Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Sigit menyampaikan berdasarkan data kompilasi target dan kinerja hingga (30/11/2020), PPATK menargetkan 155 kasus transaksi keuangan yang mencurigakan, dan berhasil merealisasi 213 kasus dalam kinerjanya melakukan pencegahan.

Dia membeberkan dari penyusunan laporan audit kepatuhan, pihaknya menargetkan 44 kasus dan baru terealisasi 33 kasus. Penyusunan laporan audit khusus memiliki target 20 kasus dan baru terealisasi 11 kasus. Sedangkan untuk penyusunan laporan pemantauan tindak lanjut hasil audit dengan target 20 dan baru terealisasi 12 kasus.

Selain itu, kecurigaan terhadap dokumen kebijakan, PPATK menargetkan 4 kasus, namun berhasil merealisasikan 8 kasus. Sedangkan laporan pengelolaan Sipesat ditargetkan 4 kasus dan terealisasi 3 kasus. Dokumen evaluasi kualitas data Pelaksanaan Rencana (PP) ditargetkan 4 kasus dan baru terealisasi 3 kasus. "Untuk Laporan pembinaan kita mampu memenuhi target, ditargetkan 20 dan mampu direalisasikan semua," kata Sigit.

Pada masalah hukum pihaknya juga banyak target, seperti kasus penyusunan peraturan dan desiminasi ditargetkan 12 kasus dengan realisasi 11 kasus. Pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Jaringan Informasi Hukum (JDIH) saja PPATK menargetkan 1 kasus, dan berhasil diungkap.

Kasus penyusunan pendapat hukum, kajian hukum, anotasi, bantuan hukum dan judicial review ditargetkan 22 kasus dan dapat direalisasikan 34 kasus.

"Tapi paling banyak adalah pemberian keterangan saksi, PPATK mengindikasi dan menargetkan 120 kasus, dan realisasinya membengkak menjadi 167," kata dia.

 

Laporan: Rubi

Baca Juga: PPATK: Penipuan Alat Kesehatan Paling Banyak Terjadi Saat Pandemik

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya