Suara Lantang Nur Hidayati Perjuangkan Lingkungan

Selama 20 tahun aktif sebagai aktivis lingkungan hidup.

Jakarta, IDN Times - IDN Times menggelar Indonesia Millennial Summit (IMS) 2019. Acara dengan tema "Shaping Indonesia's Future" ini dilangsungkan pada 19 Januari 2019 di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta. 

IMS 2019 menghadirkan lebih dari 50 pembicara kompeten di berbagai bidang, dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial. Ajang millennial terbesar di tanah air ini akan dihadiri oleh 1500-an pemimpin millennial.

Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati merupakan salah satu pembicara yang akan hadir di IMS 2019. Lebih dari 20 tahun memperjuangkan isu-isu advokasi lingkungan hidup, kepemimpinan perempuan kelahiran Surabaya, 14 Agustus 1973 ini tak perlu diragukan lagi.

Yaya, begitu dia biasa disapa, terpilih sebagai Direktur Eksekutif Nasional Walhi periode 2016-2020 dalam acara Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) Walhi XII di Palembang, 22-28 April 2016 silam. Bagi dia, setelah malang melintang di berbagai NGO, memimpin Walhi menjadi tantangan terbesar baginya.

Berikut perjalanan karier Nur Hidayati yang telah dirangkum oleh IDN Times.

1. Aktif di Walhi sejak kuliah di Institut Teknologi Bandung

Suara Lantang Nur Hidayati Perjuangkan LingkunganTwitter/@walhinasional

Meski lahir di Surabaya, Yaya besar di Jakarta. Sejak kanak-kanak, dia dan keluarga sudah hijrah ke ibu kota. Sosok Yaya yang vokal dan independen adalah buah hasil pendidikan kedua orangtuanya yang mantan aktivis.

"Bapak selalu mengatakan kepada kami, yang menentukan masa depan adalah kalian sendiri. Orangtua hanya membekali. Jadi, nanti kamu gede jadi apa pun, itu tanggung jawab kamu," kata Yaya.

Usai tamat dari sekolah menengah atas (SMA), Yaya memilih Fakultas Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pilihan ini jatuh setelah sang kakak, Nur Amalia, membujuknya. Kala itu, Nur Amalia sudah aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan kebetulan sedang menangani kasus Walhi.

Di ITB, untuk pertama kali Yaya berkenalan dengan organisasi Walhi. Sejak itu, dia mulai menemukan passion-nya menggeluti isu-isu pembangunan dan lingkungan hidup.

Baca Juga: Anies Baswedan, Rektor Termuda Tanah Air yang Kini Pimpin Jakarta

2. Pengalaman di berbagai NGO yang bergerak di bidang lingkungan hidup

Suara Lantang Nur Hidayati Perjuangkan LingkunganTwitter/@walhinasional

Satu tahun setelah lulus dari ITB, Yaya mulai serius mengawal kasus-kasus yang menjadi ranah Walhi. Dia pernah terlibat advokasi warga terkena dampak pencemaran PT Indorayon, Porsea, Sumatera Utara, pada 1999-2000. Dia juga ambil peranan dalam kasus pencemaran PT Freeport Indonesia.

Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk beraktivitas dalam organisasi non-pemerintah. Yaya sempat aktif di NGO Greenpeace sebagai Pengkampanye Perubahan Iklim dan Energi, Greenpeace Asia Tenggara pada 2006-2008, dan Country Representative untuk Indonesia pada 2009-2012.

Dia juga terlibat dalam gerakan Civil Society Forum for Climate Justice (CSF), sebagai koordinator nasional. Bahkan, dia sempat mengemban tugas sebagai Ketua Badan Pengawas Perkumpulan Sawit Watch pada 2010-2012, sebelum akhirnya kembali ke Walhi pada 2012 dan diberi mandat menjadi Kepala Departemen Advokasi.

3. Perkuat kaderisasi Walhi untuk melawan korporasi perusak lingkungan

Suara Lantang Nur Hidayati Perjuangkan LingkunganTwitter/@walhinasional

Di penghujung Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XII di Palembang, 28 April 2016 silam, Yaya mendapat kepercayaan untuk memimpin organisasi lingkungan hidup terbesar di Indonesia ini. Ia berhasil meraih 289 suara dengan mengalahkan dua kandidat Direktur Ekseutif WALHI lainnya, yaitu Aries Rompis yang meraih 123 suara dan Mardan Pius Ginting yang meraih 16 suara.

Dalam pidato perdananya, dia menyampaikan pentingnya konsolidasi, soliditas, dan solidaritas dari seluruh komponen WALHI dan gerakan lingkungan hidup di Indonesia di tengah semakin menguatnya kekuatan korporasi yang semakin mengancam lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat.

Untuk itu, ia berupaya untuk menguatkan internal Walhi dengan melakukan kaderisasi, mulai dari sistem pendidikan hingga leadership.

4. Menentang keras reklamasi

Suara Lantang Nur Hidayati Perjuangkan LingkunganTwitter/@walhinasional

Yaya dikenal sebagai penentang keras proyek reklamasi. Dia bersama Walhi menilai reklamasi bukanlah alasan logis yang bisa mewakili kepentingan masyarakat.

"Reklamasi adalah sesat pikir proyek-proyek pembangunan di Indonesia, mulai dari basis argumentasi dan logika itu tidak jelas," tegas Yaya dalam wawancaranya dengan Mongabay.

"Tidak ada alasan logis yang bisa mewakili kepentingan masyarakat dan lingkungan dari proyek-proyek reklamasi di Indonesia. Kecuali alasan ekonomi, memberi kesempatan seluas mungkin kepada developer sektor properti untuk melakukan akumulasi keuntungan dan mengambil profit dari proyek-proyek reklamasi," imbuhnya.

Saksikan kehadiran Nur Hidayati sebagai pembicara di Indonesia Millennial Summit 2019 ini.

Dalam IMS 2019, IDN Times meluncurkan Indonesia Millennial Report 2019. Survei ini dikerjakan bersama oleh IDN Research Institute bekerja sama dengan Alvara Research Center. Melalui survei yang melibatkan 1400-an responden di 12 kota ini, IDN Times menggali aspirasi dan DNA millennial Indonesia. Simak hasilnya di IMS 2019, dan ikuti perkembangannya di situs kami ya.

Kamu tertarik ingin menjadi bagian dari IMS 2019? Buruan klik ims.idntimes.com untuk mendapatkan tiket IMS. Tiket terbatas!

Baca Juga: Umesh Phadke, Memimpin dengan Hati di Dunia Bisnis Asia

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Anata Siregar
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya