Penggunaan Energi Terbarukan Harga Mati untuk Indonesia Lebih Baik 

Mulai sekarang beralihlah ke energi ramah lingkungan

Jakarta, IDN Times – Berangkat dari menyatukan visi misi untuk Indonesia lebih baik ke depannya, terkhusus di bidang energi, ID Next Leader dan Forum Energi Muda (FEM) menggelar diskusi terbuka dengan tema ‘Renewable Energy: Harga Mati’, di Jakarta (12/12).

Pada kesempatan tersebut, hadir beberapa pemateri, di antaranya Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan pada Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Ir. Jisman P. Hutajulu, M.M; Managing Director Akuo Energy Indonesia, Refi Kunaefi; Senior Partner UMBRA Law, Kirana Sastrawijaya; Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri; Strategic Investment and Partnership PT PP Energi, Lukman Adi Pranoto; dan Energy Specialist, Florian Kitt. Keenam pemateri itu membahas tentang perkembangan energi terbarukan yang berdada di Indonesia selama kurang lebih tiga jam yang Dipandu oleh moderator dari PT Waskita Sangir Energi & Executive Director ID Next Leader, Hokkop Situngkir.

1. Energi terbarukan menjadi salah satu sektor fokus Indonesia ke depannya

Penggunaan Energi Terbarukan Harga Mati untuk Indonesia Lebih Baik IDN Times/Ester Ajeng

Sebelum penyampaian materi dimulai, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, Surya Dharma, mengajak para peserta diskusi untuk mendorong penggunaan energi terbarukan dalam opening speech-nya.

“Bicara tentang energi, pasti masyarakat mencari energi mana yang paling termurah dan termudah. Keberadaan energi terbarukan yang mahal dan perlu waktu, menjadi faktor kebanyakan orang enggan menggunakan,” kata Surya.

Menurut data ID Next Leader, dari sembilan sektor fokus Indonesia ke depan, posisi kedua diduduki sektor energi. Maka, Surya turut mendukung gagasan yang dilakukan ID Next Leader bisa diselenggarakan secara reguler.

“Mudah-mudahan kita bisa saling bahu-membahu mendorong penggunaan energi terbarukan untuk kepentingan Indonesia yang lebih baik,” tutupnya.

2. Renewable energy adalah bukti kemandirian energi di Indonesia

Penggunaan Energi Terbarukan Harga Mati untuk Indonesia Lebih Baik IDN Times/EBTKE

Sesuai amanah Presiden Jokowi bahwa defisit neraca perdagangan dan pembayaran harus diminimalisasi. Salah satu cara mudahnya dengan mengembangkan renewable energy, maka ada kemandirian energi di Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan pada Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Ir. Jisman P. Hutajulu, M.M, menjelaskan pengelolaan energi, baik di dalam maupun luar negeri, ada yang disebut energi trilema yang terdiri atas tiga kategori yaitu energy security, energy equity, dan energy/environmental sustainability

Energy security artinya energi harus memenuhi demand yang ada atau menaikkan kapasitasnya. Kemudian, energy equity yakni energi harus sampai ke masyarakat di mana pun berada. Artinya 36 ribu pulau di Indonesia harus tersambung aliran listrik. Namun kenyataannya, masih ada 1,1-1,2 juta rumah tangga belum terhubung listrik. Terakhir, environmental energi harus memenuhi isu lingkungan. Jangan sekadar bakar batu bara, tetapi menimbulkan dampak penyakit misalnya,” jelas Jisman.

Perlu diketahui di bagian timur Indonesia telah tersedia teknologi baru bernama TaLis atau tabung listrik. Wilayah sekitar Papua, Maluku, dan NTT memanfaatkan TaLis sebagai pembangkit listrik rumah. Jadi, tabung listrik itu semacam storage baterai yang diisi menggunakan sinar matahari di siang hari.

Senada dengan Surya, Jisman juga mengimbau kolaborasi antara pemerintah dan seluruh masyarakat sangat dibutuhkan dalam hal ini.

3. Keluar ketergantungan energi fosil itu yang dimaksud harga mati

Penggunaan Energi Terbarukan Harga Mati untuk Indonesia Lebih Baik IDN Times/Ester Ajeng

Penafsiran kalimat ‘harga mati’ pada tema yang diangkat menurut pandangan Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri adalah bukan energi terbarukannya, tetapi keluar dari ketergantungan energi fosil itu yang harga mati. 

Tanpa memakan waktu lama, wanita itu menegaskan kepada para peserta untuk mengganti mindset ‘Bagaimana caranya keluar dari pemanfaatan dan produksi energi fosil?’ Sebab, bila penggunaan fosil yang berlebihan, akan semakin menyebabkan perubahan iklim. Jika perubahan iklim terjadi, salah satu dampaknya yang paling dirasakan yakni krisis air. Hal ini terjadi dikarenakan perubahan iklim atau kenaikan suhu akan berpatok pada sistem hydrology jadi semua yang terkait dengan air, yaitu sumber air, aliran air, cuaca, curah hujan, kekeringan, banjir, semua akan terdampak. Bahkan sektor perekonomian juga akan merasakan dampaknya.

Topik:

  • Ester Ajeng

Berita Terkini Lainnya