Sebabkan Kematian, Pemerintah Jepang Ingatkan Warga untuk Kurangi Jam Lembur
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Desember 2015 silam, seorang wanita berusia 24 tahun asal Jepang melakukan tindakan bunuh diri di asrama pegawai perusahaannya. Berdasarkan laporan The Guardian, wanita bernama Matsuri Takahashi itu bergabung dengan perusahaan Public Relation Dentsu pada April 2015. Namun, delapan bulan usai menjadi pegawai tetap, Takahashi bunuh diri dengan dugaan stres atas pekerjaannya.
Temuan pada September 2016, sembilan bulan usai meninggalnya Takahashi, bahwa dirinya mengalami depresi karena jam bekerja yang terlalu panjang. Lebih dari 100 jam lembur dirasakan Takahashi selama delapan bulan di Dentsu. Kasus ini pun akhirnya membuat Presiden Direktur Dentsu Tadashi Ishii mengundurkan diri Desember 2016.
Belajar dari kasus tersebut, pemerintah Jepang pun akhirnya membuat peraturan baru terkait jam kerja. Sebuah kebijakan baru berupa hari libur khusus bagi seluruh pegawai di Jepang yang diberi nama "Premium Friday".
Shinzo Abe ingin turunkan jam lembur.
Dilansir Independent.co.uk, awal Januari ini, pemerintah Jepang secara resmi mengumumkan untuk adanya batasan jam lembur pegawai. Ini juga bertujuan agar tidak adanya depresi berlebihan yang berujung kematian. Data yang dihimpun pemerintah menunjukkan kalau para pegawai Jepang bisa memiliki jam lembur sendiri selama 80 jam setiap bulannya.
Editor’s picks
Kasus kematian Takahashi lebih dari satu tahun silam pun membuat pemerintah inginkan perubahan budaya kerja di Jepang. Perdana Menteri Shinzo Abe pun ingin menunrunkan jam lembur yang diberatkan pada para pegawai. Maka pihaknya pun memperkenalkan "Premium Friday" yang akan mulai berlaku Februari 2017.
Baca Juga: Tes Psikologi "Kubus" dari Jepang Ini Benar-benar Akurat, Berani Buktikan?
Kampanye ini telah disebarkan ke seluruh perusahaan di jepang. Kebijakannya adalah untuk memberikan kesempatan para pegawai untuk pulang lebih awal pada hari Jumat terakhir setiap bulannya. Jatah pulang cepatnya terlalu sedikit? Jangan khawatir, pemikiranmu tidak jauh beda para kritikus.
"Premium Friday" dianggap tidak akan efektif.
Dikutip dari Fortune.com, seorang pengacara khusus kasus kematian karena lembur (karoshi) Kazunari Tamaki menyebut kalau kebijakan ini tidak akan efektif. Budaya kerja Jepang tidak akan berubah dengan cepat meski "Premium Friday" diterapkan. Menurutnya yang harus diterapkan adalah adanya jam pasti kapan mulai dan menyelesaikan pekerjaan. Hal tersebut yang akan meningkatkan produktivitas.
Pada akhirnya, juru bicara pemerintahan Yoshihide Suga menyebut kalau pihaknya akan mengusahakan kebijakan yang lebih baik. Tujuannya adalah untuk kebaikan warga sendiri. Keseimbangan hidup seperti liburan dan keluarga juga dianggap penting, bukan hanya bekerja.
Baca Juga: Ini 20 Permen Teraneh dari Jepang yang Buat Dunia Terheran-heran