Modal Besar Masa Depan, Banyuwangi Luncurkan Inovasi Ini pada Pendidikan

10 tahun terakhir Banyuwangi meningkatkan kualitas SDM

Banyuwangi, IDN Times - Dalam 10 tahun terakhir, Kabupaten Banyuwangi menggulirkan banyak kebijakan untuk pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan. Ini dilakukan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang diyakini dapat menjadi pendorong kemajuan di kabupaten berjuluk The Sunrise of Java itu.

Bagi Banyuwangi, pendidikan adalah modal dasar sebuah masyarakat dan daerah untuk berkembang pada masa mendatang. Sehimpun ikhtiar pun digeber Pemkab Banyuwangi untuk menyiapkan generasi masa depan yang lebih gemilang, kompeten, dan berdaya saing tinggi sehingga mampu membawa daerah menggapai kemilangan.

Banyuwangi menerapkan dua strategi besar dalam pendidikan, yakni membangun infrastruktur dan membangun SDM yang mumpuni. Kedua hal tersebut berkolerasi erat, terutama dalam upaya meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan. Pendidikan, bagi Banyuwangi, harus menembus demarkasi strata ekonomi dan sosial, serta menipiskan kesenjangan kualitas SDM antara wilayah desa dan kota.

Terkait hal tersebut, Banyuwangi menggeber berbagai inovasi pendidikan, terutama yang berkaitan dengan langkah afirmasi membantu proses pendidikan anak-anak muda dari keluarga kurang mampu.

Berikut adalah beragam inovasi pendidikan yang diluncurkan Pemkab Banyuwangi selama hampir 10 tahun terakhir:

Baca Juga: Bupati Banyuwangi: Sejumlah Sektor Ekonomi di Daerah Mulai Recovery

1. Garda Ampuh untuk memberantas anak putus sekolah

Modal Besar Masa Depan, Banyuwangi Luncurkan Inovasi Ini pada PendidikanIlustrasi belajar di rumah (IDN Times/Rochmanudin)

Pemkab Banyuwangi menggulirkan inovasi ‘Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh)’ sejak 2016 silam. Gerakan ini menjaring anak yang berhenti sekolah dan mengajaknya kembali ke kelas.

Melalui gerakan ini, Pemkab Banyuwangi mendorong pengentasan anak putus sekolah untuk mewujudkan pelaksanaan wajib belajar 12 tahun. Ada tim khusus yang digerakkan Dinas Pendidikan dengan melibatkan sejumlah elemen masyarakat. Tim tersebut bertugas menjaring dan memburu anak-anak putus sekolah, kemudian mengajaknya kembali ke sekolah. 

Penuntasan anak putus sekolah ini dilakukan dengan tiga skema. Skema pertama, anak yang ditemukan drop out sesuai usianya. Misalnya, saat kelas III SD langsung dikembalikan ke sekolah normal. Skema kedua, jika ditemukan putusnya di kelas VI SD tidak perlu dikembalikan ke sekolah, tetapi diikutkan ujian akhir dengan diberi modul belajar sebagai bahan untuk mengerjakan ujian agar bisa naik ke jenjang berikutnya. Sementara skema ketiga, jika ditemukan sudah lewat usianya, bisa diikutkan program paket melalui Pusat Kegiatan Belajar masyarakat (PKBM).

Jika ternyata skema I, II, dan III ini belum memungkinkan dilakukan, Pemkab Banyuwangi masih memberikan pilihan dengan program pendidikan kewirausahaan, seperti pelatihan pengasuh bayi ataupun pelatihan lainnya sebagai bekal hidup mereka kelak.

Program Garda Ampuh juga meluncurkan tabungan bagi 2.800 anak yang rentan putus sekolah. Masing-masing anak akan mendapatkan tabungan senilai Rp1 juta per tahun. Selain tabungan, Pemkab Banyuwangi juga menggelontorkan dana untuk uang saku dan uang transportasi bagi pelajar kurang mampu.

Dalam program uang saku, pelajar SD diberi Rp5.000 setiap hari, SMP Rp10.000 per hari, dan SMA/SMK Rp15.000 per hari. Adapun bantuan uang transportasi Ro 5000 per hari. Program uang saku dan uang transportasi tersebut dikhususkan bagi pelajar dari empat kecamatan dengan partisipasi sekolah terendah. Total dana Rp1,5 miliar per tahun dibelanjakan untuk program tersebut. Tujuannya untuk mendorong para pelajar semakin giat belajar.

2. Siswa Asuh Sebaya (SAS), program yang mendorong tumbuhnya empati sejak dini

Modal Besar Masa Depan, Banyuwangi Luncurkan Inovasi Ini pada PendidikanSAS adalah yang digagas Pemkab Banyuwangi dengan mengumpulkan dana sukarela dari siswa mampu, lalu diberikan untuk rekannya dari keluarga kurang mampu guna mendukung pendidikannya. (Dok. Banyuwangi)

Di bidang pendidikan, Banyuwangi juga memiliki program inovasi yang mampu menumbuhkan karakter penuh empati, yakni Siswa Asuh Sebaya (SAS). Program ini merupakan gerakan membangun kepedulian antarpelajar di Banyuwangi yang digulirkan sejak 2011.

Dalam program ini, siswa yang berasal dari keluarga mampu secara ekonomi membantu siswa dari keluarga kurang mampu. Secara berkala di setiap sekolah, para siswa menggalang dana sukarela untuk membantu biaya pendidikan temannya yang kurang mampu. Ada yang mendonasikan Rp1.000, Rp2.000, Rp5.000, atau Rp10.000 untuk membantu temannya. Pengelolaannya dilakukan dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa di sekolah tersebut.

Program tersebut menjadi nominator penghargaan Millenium Development Goals (MDGs) untuk kategori pendidikan pada 2014, menyisihkan ratusan program dari seluruh Indonesia. Program SAS ini memang selaras dengan salah satu komitmen tujuan MDGs terkait penanggulangan kemiskinan dan pendidikan dasar untuk semua.

Sejak pertama kali diluncurkan pada 2011, hingga saat ini SAS menyalurkan dana hingga Rp19,1 miliar untuk membantu pendidikan ribuan anak di seluruh penjuru Bumi Blambangan. Bantuan ada yang berupa beasiswa, alat dan modul pembelajaran, tas, sepatu, maupun uang saku untuk transportasi. Ada juga handphone dan pulsa internet untuk menunjang pendidikan siswa kurang mampu dalam melakukan pembelajaran daring selama masa pandemik.

Sepuluh tahun pelaksanaannya, program ini diikuti seluruh sekolah di Banyuwangi mulai tingkat SD, SMP, sampai SMA dengan jumlah 911 sekolah. Sasaran penerimanya juga melebar. Bukan hanya teman satu sekolah, melainkan juga sekarang menyasar siswa sekolah lain yang membutuhkan.

SAS adalah salah satu ikhtiar Banyuwangi untuk memajukan kualitas sumber daya manusia (SDM). Gerakan SAS menjadi pelengkap program intervensi kebijakan pemkab yang lain di bidang pendidikan, seperti beasiswa kuliah Banyuwangi Cerdas, pembangunan fasilitas pendidikan, uang saku dan transportasi untuk pelajar, tabungan pelajar kurang mampu, hingga pengangkatan anak putus sekolah.

Baca Juga: Wakil Menteri Agama Apresiasi Mal Pelayanan Publik Banyuwangi 

3. Banyuwangi Mengajar menyebarkan inspirasi ke pelosok desa

Modal Besar Masa Depan, Banyuwangi Luncurkan Inovasi Ini pada PendidikanIlustrasi kegiatan belajar mengajar di kala pandemi. twitter.com/GYMObrad

Untuk pemerataan pendidikan hingga ke pelosok desa, Pemkab Banyuwangi menggulirkan program ‘Banyuwangi Mengajar’. Dalam program ini, pemkab menugaskan 222 anak muda lulusan berbagai kampus alumnus program Beasiswa Banyuwangi Cerdas untuk mengabdi di 37 lembaga pendidikan di berbagai lokasi dengan akses tersulit.

Honor sebesar Rp2 juta per bulan per anak muda disiapkan dengan masa pengabdian satu tahun untuk memberikan inspirasi kepada anak-anak di perdesaan dengan lokasi geografis yang sulit dijangkau.

Program Banyuwangi Mengajar digelar sebagai upaya mentransformasi peningkatan kualitas SDM di desa-desa yang secara geografis sulit dijangkau. Tiap tahun, 37 sarjana muda dikirim ke desa-desa dan wajib tinggal di sana selama setahun.

Program ini digelar lantaran desa bukan hanya butuh dana, melainkan juga butuh inspirasi yang bisa digerakkan oleh anak-anak muda. Mereka mengajar, berinteraksi, memberi kursus dan sebagainya. Kehadiran mereka memberi nilai tambah bagi pendidikan anak-anak di perdesaan.

Program Banyuwangi Mengajar dilaksanakan sejak 2015. Program tersebut mengajak para lulusan perguruan tinggi dengan beasiswa Banyuwangi Cerdas untuk mengabdikan ilmunya dengan mengajar anak usia sekolah di wilayah pelosok Banyuwangi. Para pengajar ini diberikan insentif bulanan secara khusus oleh Pemkab Banyuwangi.

Serangkaian inovasi di sektor pendidikan itulah yang menjadi ikhtiar Banyuwangi untuk meningkatkan kualitas SDM. Hanya dari sektor pendidikan yang berkualitas, akan tercipta SDM yang produktif, berpengatahuan, dan selalu siap menghadapi perubahan zaman.  

Setelah hampir sepuluh tahun diikhtiarkan, sejumlah capaian menggembirakan di bidang pendidikan pun berhasil diukir Banyuwangi. Mulai dari angka melek huruf yang meningkat, angka putus sekolah yang terus merosot, angka harapan lama sekolah yang menanjak, dan angka partisipasi pendidikan yang kian membaik. CSC

 

 

 

Topik:

  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya