Begini Potret Pendidikan Profesi Guru bagi Guru PAI di Kemenag 

40 tahun dibutuhkan untuk tuntaskan sertifikasi guru di Kemenag

Jakarta, IDN Times - Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) pada Kementerian Agama diberi mandat oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan akademik sarjana pendidikan dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Namun, program sertifikasi guru bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) itu tidak lepas dari persoalan. 

Keluhan dari ribuan GPAI yang belum tersertifikasi seolah tak pernah surut. Sejak digulirkan program sertifikasi tahun 2007 dengan model portofolio hingga perubahan model Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dan kemudian berubah menjadi Pendidikan Profesi Guru (PPG) ternyata masih menyisakan persoalan.

“Persoalan tersebut menjadi dasar yang melatarbelakangi penelitian yang berjudul ‘Implementasi Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru bagi Guru Pendidikan Agama Islam di Indonesia’. Penelitian ini akan mencoba mengurai bagaimana pelaksanaan PPG bagi GPAI dari regulator, sasaran, dan implementor dengan berbagai aspek seperti: pembiayaan, pelaksanaan sistem aplikasi daring dan tatap muka, akomodasi dan konsumsi, kurikulum, kepesertaan, serta aspek regulasi dan kebijakan itu sendiri,” bunyi ringkasan penelitian tersebut. 

1. Kemenag sulit memberikan kesempatan bagi guru-guru PAI untuk segera bersertifikat

Begini Potret Pendidikan Profesi Guru bagi Guru PAI di Kemenag Seorang guru sedang mengajarkan murid (Pexels.com/Monstera)

Menurut data yang dilansir Direktorat PAI Kementerian Agama, khusus untuk guru PAI saja yang belum mengikuti PPG mencapai 130.089. Sementara itu, kuota yang tersedia rata-rata berkisar 2000-3000 orang per tahun. Bila mengacu kepada UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No.13 Tahun 2015 setiap guru diharuskan bersertifikat sebagai bukti formal yang diakui menjadi guru profesional. 

“Artinya sertifikasi merupakan keniscayaan yang diharuskan menurut undang-undang. Dalam hal ini negara harus memfasilitasinya dengan menyediakan kuota yang memadai. Untuk kasus guru PAI, sangat sulit bagi Kementerian Agama memberikan kesempatan kepada guru-guru PAI untuk segera bersertifikat. Dibutuhkan waktu lebih dari 40 tahun untuk menuntaskan 130.089 guru yang belum bersertifikat jika rata-rata kuotanya hanya 3.000 orang per tahun,” sebut penelitian itu. 

Baca Juga: Kemenag Segera Cairkan Dana RA dan BOS Tahap II Rp3,67 T

2. Beberapa contoh persoalan di LPTK menurut penelitian

Begini Potret Pendidikan Profesi Guru bagi Guru PAI di Kemenag Murid sedang belajar di kelas (Pexels/RODNAE Productions)

Kegiatan PPG dirancang secara sistematis dengan menerapkan prinsip mutu, mulai dari seleksi, proses pembelajaran dan penilaian, hingga uji kompetensi. Namun, dalam implementasinya, hal tersebut belum sepenuhnya berjalan optimal. Salah satunya adalah kegiatan seleksi peserta tidak dilakukan atau tidak melibatkan LPTK, melainkan dropping dari Kementerian Agama. Akibatnya, LPTK tidak memiliki peta potensi dan rekam jejak akademik peserta PPG. 

Berikut beberapa hal yang bersifat spesifik pada LPTK tertentu yang ditemui dalam penelitian berdasarkan informasi dari beberapa informan, terkait kesenjangan atau informasi lainnya:


1. LPTK UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

  • Dosen menilai banyak materi PAI terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan peserta. Misalnya terlampau berat, luas, dan tingginya materi yang dipelajari pada modul sehingga tidak aplikatif dengan materi PAI yang diajarkan di sekolah.
  • Masih terdapat dosen yang mengajar tidak sesuai dengan keahliannya dan pengalaman mengajarnya belum 10 tahun sebagaimana disyaratkan dalam regulasi yang berlaku. 
  • Sebagian peserta PPG dinilai belum siap mengikuti PPG, dengan indikasi malas mengerjakan tugas selama PPG. 
  • Persentase kelulusan 64 persen (58 dari jumlah peserta 90 orang).

2. LPTK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

  • Masih ditemui kelemahan LPTK menerjemahkan regulasi/kebijakan Program PPG dan masih ada kesenjangan antara konsep regulasi dengan pemahaman LPTK.
  • Terjadi kesenjangan pelaksanaan PPG sesuai dengan prinsip dan prasyarat pendidikan profesi. PPG belum sesuai dengan kriteria dan standar akademik, pelaksanaan PPG lebih bernuansa keterlaksanaan administratif, sering kali regulasi disosialisasikan pada detik-detik terakhir. 
  • Sekolah mitra akreditasi B, ternyata di lapangan belum menjamin sekolah tersebut memiliki infrastruktur yang memadai dan SDM yang bermutu. 
  • Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah memberikan alokasi anggaran bagi GPAI untuk kegiatan PPG Daljab. 
    Persentase kelulusan 64 persen (119 dari jumlah peserta 187 orang) 

3. Penelitian menyimpulkan beberapa hal ini

Begini Potret Pendidikan Profesi Guru bagi Guru PAI di Kemenag Ilustrasi seorang guru sedang mengajar online (Pexels.com)

Pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dalam Jabatan tahun 2019 yang diselenggarakan oleh 9 LPTK (UIN dan IAIN) ini secara umum dapat dikategorikan sesuai dengan regulasi yang ada. 

“Sejumlah regulasi yang dijadikan dasar hukum pada kegiatan PPG dinilai sangat memadai, hanya saja pada lingkup Direktorat PAI tidak menerbitkan atau tidak menyosialisasikan keputusan Dirjen tentang Pedoman Penyelenggaraan PPG GPAI Dalam Jabatan Tahun 2019,” menurut penelitian itu.

Adapun pada aspek sarana-prasarana, seluruh LPTK belum memiliki asrama khusus mahasiswa PPG, sehingga kesulitan untuk mengukur capaian kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial peserta PPG. Selain itu, ketersediaan ruang laboratorium microteaching untuk mahasiswa S1 relatif maksimal pemanfaatannya, sehingga mahasiswa PPG tidak dapat menggunakan laboratorium tersebut, terutama pada saat peer teaching. 

4. Ini beberapa rekomendasi penelitian

Begini Potret Pendidikan Profesi Guru bagi Guru PAI di Kemenag Seorang murid sedang mengikuti pembelajaran daring (Pexels.com/Ketut Subianto)

Penelitian yang berjudul “Implementasi Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru bagi Guru Pendidikan Agama Islam di Indonesia” ini pun memberikan beberapa rekomendasi, antara lain: 

Pelaksanaan seleksi/prates calon peserta PPG sebaiknya melibatkan LPTK, atau memberikan informasi terkait kemampuan awal peserta PPG agar LPTK dapat memberikan treatment yang lebih tepat untuk hasil lebih optimal. Pengumuman dan penetapan peserta PPG pun hendaknya tidak terlalu berdekatan dengan masa dimulainya kegiatan PPG agar LPTK memiliki waktu yang memadai untuk melaksanakan PPG lebih baik. 

Selain itu, perlu adanya koordinasi dengan LPTK-LPTK terkait seluruh aspek kegiatan yang dilaksanakan dalam PPG, baik penyusunan kurikulum, kebijakan dan aturan, penentuan kelulusan seleksi. Penetapan lokasi PPG bagi setiap peserta sebaiknya mempertimbangkan jarak dan kedekatan geografis peserta dengan LPTK. 

Untuk diketahui, hasil penelitian tersebut bertujuan memberi masukan kepada pemangku kebijakan, seperti Direktorat Pendidikan Agama Islam dan Direktorat PTKI pada Ditjen Pendidikan Islam, serta pemerintah daerah dalam pelaksanaan PPG GPAI, dan bagi pimpinan LPTK/PTKIN sebagai penyelenggara PPG untuk penguatan dan perbaikan kebijakan terkait pelaksanaan PPG yang akan datang. (WEB)

Baca Juga: Kemenag: Masyarakat Semakin Religius di Masa Pandemik COVID-19

Topik:

  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya