5 Ulama Betawi Terkemuka, Berpengaruh hingga di Tanah Suci

Ulama-ulama Betawi melahirkan banyak ulama terkemuka lainnya

Jakarta, IDN Times - Betawi tidak hanya terkenal dengan jagoannya, namun juga memiliki banyak ulama. Bahkan dari dulu, struktur kepemimpinan di etnis Betawi didominasi oleh ulama dan jagoan. 

Di tanah Betawi, ulama dan jagoan memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat di lingkungannya. Tak heran jika mereka memiliki banyak murid dan pengikut yang setia.

Dikutip dari buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi yang ditulis oleh Rakhmad Zailani Kiki, berikut 5 ulama Betawi terkemuka dan berpengaruh pada zamannya.

Baca Juga: Jejak Santri dan KH Hasyim Asy'ari Jihad Usir Belanda dari Indonesia

1. Syaikh Junaid Al-Betawi: Ulama Betawi terkemuka hingga di Tanah Suci

5 Ulama Betawi Terkemuka, Berpengaruh hingga di Tanah SuciUlama Betawi (Jakarta Islamic Center/islamic-center.or.id)

Satu-satunya ulama Betawi yang memiliki pengaruh di dunia Islam pada awal abad ke-19, dan menjadi poros utama silsilah ulama Betawi masa kini adalah Syaikh Junaid Al-Betawi.

Syaikh Junaid Al-Betawi adalah ulama Betawi yang lahir di Pekojan dan berpengaruh juga di Makkah, Arab Saudi, meski hanya enam tahun bermukim di Kota Suci. Ia juga imam Masjidil Haram dengan julukan Syaikhul Masyaikh, yang terkenal di dunia Islam Sunni dan mazhab Syafi’I sepanjang abad ke-18 dan 19.

Menurut Alwi Shahab, salah seorang murid Syaikh Junaid yang menjadi ulama terkemuka yaitu Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, sangat dekat dengan gurunya. Karena itu, setiap haul Syaikh Nawawi, selalu dibacakan Fatihah untuk arwah Syaikh Junaid.

Syaikh Junaid Al-Betawi juga sangat dihormati di Tanah Hijaz, sebelah Barat Laut Arab Saudi. Begitu berpengaruhnya Syaikh Junaid hingga diajukan sebagai syarat ketika Syarif Ali (putra Syarif Husin) ditaklukkan oleh Ibnu Saud pada 1925.

“Agar keluarga Syaikh Junaid tetap dihormati setingkat dengan keluarga Raja Ibnu Saud. Persyaratan yang diajukan Syarif Ali ini diterima oleh Ibnu Saud,” ujar Buya Hamka dalam ‘Diskusi Perkembangan Islam di Jakarta,’ pada 27-30 Mei 1987.

Hingga sekarang, keturunan Syaikh Junaid ada yang menjadi pengusaha hotel dan pedagang. Mereka berdagang di toko-toko di Kota Makkah dan Madinah. Konon, sebutan ‘Siti Rohmah, Siti Rohmah’ yang dilontarkan oleh para pedagang untuk para haji perempuan dikarenakan istri Syaikh Junaid Al-Betawi bernama Siti Rohmah.

2. Guru Manshur di Jembatan Lima

5 Ulama Betawi Terkemuka, Berpengaruh hingga di Tanah SuciUlama Betawi (Jakarta Islamic Center/islamic-center.or.id)

Nama lengkap Guru Manshur adalah Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Damiri bin Abdul Muhid bin Tumenggung Tjakra Jaya (Mataram, Jawa). Guru Manshur lahir di Jakarta pada 1878 dan wafat pada Jumat, 2 Shafar tahun 1387 H atau 12 Mei 1967.

Guru pertamanya dalam menuntut ilmu adalah bapaknya sendiri, KH Abdul Hamid. Setelah bapaknya meninggal, ia mengaji di kakak kandungnya, KH Mahbub bin Abdul Hamid, kakak misannya yang bernama KH Thabrani bin Abdul Mughni, dan juga kepada Syekh Mujitaba.

Setelah dewasa, ia pergi ke Makkah, Arab Saudi. Ia berguru kepada sejumlah ulama, antara lain kepada Syekh Mukhtar Atharid Al-Bogori, Syekh Umar Bajunaid Al-Hadrami, Syekh Ali Al-Maliki, Syekh Said Al-Yamani, Syekh Umar Sumbawa, dan Syekh Mujitaba.

Saat di Makkah, Guru Manshur belajar ilmu falak, yakni ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit khususnya bumi, bulan, dan matahari. Ia belajar kepada Abdurrahman Misri, ulama asal Mesir dan Ulugh Bek, ulama asal Samarkand.

Seperti guru-gurunya yang kembali ke Tanah Air, Guru Manshur membuat halaqah di Masjid Jembatan Lima, Jakarta Barat dan mengajar di beberapa tempat halaqah, antara lain di Kenari dan Cikini, Jakarta Pusat.

Adapun murid-murid Betawi Guru Manshur yang menjadi ulama terkenal ialah mu’allin Rojiun Pekojan, KH Firdaus, Syekh KH Muhadjirin Aamsar Ad-Dary, Mu’allim Rasyid, Mu’allim KH M Syafi’I Hadzami, dan KH Abdul Khoir.

3. Guru Marzuqi di Cipinang Muara

5 Ulama Betawi Terkemuka, Berpengaruh hingga di Tanah SuciIlustrasi masjid (IDN Times/Sunariyah)

Guru Marzuqi diberikan gelar “Laksamana Melayang” dari salah seorang sultan tanah Melayu yang berasal dari Pattani, Thailand Selatan. Nama lengkap Guru Marzuqi adalah As-syekh Ahmad Marzuqi bin Ahmad Mirshod bin Hasnum bin Ahmad Mirshod bin Hasnum bin Khotib Sa’ad bin Abdurrohman bin Sulthon

Guru Marzuqi dilahirkan pada malam Ahad waktu Isya tanggal 16 Ramadhan 1293 H di Rawa Bunga, Jatinegara, Jakarta Timur. Ketika berusia 6 tahun, ia dikirim ibundanya, Siti Fatimah, belajar ilmu agama kepada kakeknya, Syekh Syihabuddin Al-Maduri.

Pada usia 9 tahun, ayahandanya yang juga menjadi gurunya, wafat. Kemudian, pada usia 12 tahun ia diserahkan kepada seorang alim al-ustadz, H. Anwar, untuk mendapat pendidikan dan pengajaran Al-Qur’an dan berbagai disiplin ilmu agama Islam lainnya.

Melihat kejeniusan dan kekuatan hafalan dari Marzuki muda, pada usianya yang keenam belas tahun, Saayyid ‘Utsman mengirimnya ke Makkah untuk belajar ilmu fiqih, ushul fiqih, tafsir, hadits hingga mantiq.

Pada tahun 1340 H, Guru Marzuqi kembali ke Rawa Bunga setelah 7 tahun belajar di Makkah. Beliau melihat kondisi lingkungan daerahnya yang sudah rusak dan tidak memungkinkan lagi untuk mengembangkan agama Islam. Hingga, ia mengambil keputusan untuk pindah ke Kampung Muara, Jakarta Timur.

Kampung Muara menjadi tempat ia mengajar dan mengarang kitab-kitab, di samping memberikan bimbingan kepada masyarakat. Nama dan pengaruhnya semakin bertambah besar. Karena bimbingannya banyak orang-orang kampung memeluk agama Islam dan kembali ke jalan Allah SWT.

Tak hanya itu, para santri dan pelajar banyak berdatangan dari pelosok penjuru untuk menimba ilmu kepada beliau. Sehingga tepat kalau akhirnya kampung tersebut dijuluki “Kampung Muara”, karena disanalah muaranya orang-orang yang menuntut ilmu.

4. Guru Mughni di Kuningan

5 Ulama Betawi Terkemuka, Berpengaruh hingga di Tanah Suciilustrasi Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi sebelum pandemik virus corona (IDN Times/Mela Hapsari)

Guru Mughni besar di keluarga yang sangat taat dalam menjalankan ajaran Agama Islam. Guru pertamanya adalah bapaknya sendiri, H. Sanusi. Selain mengaji kepada ayahnya, ia dan kakak-kakaknya juga mengaji kepada H. Jabir.

Nama lengkap Guru Mughni adalah Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qais. Ia lahir sekitar tahun 1860 di Kampung Kuningan, Jakarta Selatan, dan wafat pada hari Kamis, 5 Jumadil Awwal 1354H, dalam usia 70 tahun.

Karena kecerdasannya, membuat sang bapak bertekad mengirimnya untuk belajar ke Makkah. Pada usia 18 tahun, ia dikirim bapaknya ke Makkah. Pada 1885, ia sempat kembali ke Tanah Air. Namun, karena merasa belum cukup berilmu, ia kembali lagi ke Makkah untuk mengaji selama lima tahun.

Adapun guru-gurunya selama di Makkah antara lain Syekh Sa`id Al-Babsor (Mufti Makkah), Syekh Abdul Karim Al-Daghostani, Syekh Muhammad Sa`id Al-Yamani, Syekh Umar bin Abi Bakar Al-Bajnid, Syekh Muhammad Ali Al-Maliki, Syekh Achmad AlDimyathi, Syekh Sayyid Muhammad Hamid, dan syekh lainnya.

Setelah 14 Tahun di Makkah, ia kembali ke Tanah Air. Dengan kapasitas ilmunya, orang datang berduyun-duyun untuk belajar dan menimba ilmu darinya. Sejak itulah ia dikenal dengan panggilan “Guru Mughni”.

Guru Mughni mengajar ilmu fiqih, tauhid, tafsir, hadits, akhlak, dan bahasa Arab di majelis taklim yang dibuatnya. Murid-muridnya yang menjadi ulama Betawi terkemuka di antaranya adalah Guru Abdul Rachman Pondok Pinang, KH. Mughni Lenteng Agung, Guru Naim Cipete, KH Hamim Cipete, KH Raisin Cipete, Guru Ilyas Karet, Guru Ismail, atau Guru Mael Pendurenan, dan ulama lainnya.

5. Guru Madjid di Pekojan

5 Ulama Betawi Terkemuka, Berpengaruh hingga di Tanah SuciIlustrasi bedoa (IDN Times/Sukma Shakti)

Guru Madjid alias Abdul Madjid lahir pada 1887 di Pekojan, Jakarta Pusat. Ayahnya bernama KH Abdurrahman bin Sulaiman bin Muhammad Nur bin Rahmatullah. Buyutnya bernama Rahmatullah yang dikabarkan masih keturunan Pangeran Diponegoro yang datang di daerah Kebayoran Lama.

Guru Madjid belajar agama kepada ayahnya sendiri, KH Abdurrahman, sebelum bermukim di Makkah dan mengaji antara lain kepada Syekh Mukhtar Atharid dan Syekh Sa'id Al-Yamani. Guru Madjid di Makkah mendalami ilmu fiqih, ushul fiqih, tafsir, hadits, dan beberapa cabang ilmu bahasa Arab.

Guru Madjid terkenal sebagai alim ahli tasawuf, ahli tafsir, dan terutama ahli ilmu falak. Bagi murid-murid dan orang yang mengenalnya, Guru Madjid dikenal banyak menunjukkan keluarbiasaan, yang dalam bahasa Arab disebut Khariqul `adah.

Dikisahkan, ketika Guru Madjid dan salah seorang ulama lain, KH Abdurrahman, sedang mengajar mengaji, tiba-tiba ia memperoleh firasat untuk memindahkan acara pengajian ke serambi masjid. Sekitar 15 menit kemudian, bangunan utama masjid itu roboh dan tinggal serambinya yang masih tegak.

Kehebatan dan kecerdasan Guru Madjid tak pernah lepas dari penulisan sejarah ulama-ulama Betawi. Guru Madjid juga memiliki banyak murid dalam majelis taklimnya.

Adapun murid-muridnya yang kemudian menjadi ulama Betawi adalah Mu`allim Thabrani Paseban; KH. Abdul Ghani, Pesalo Basmol ; KH. Abdul Rozak Ma`mun, Tegal Parang; KH. Abdul Rahman, Petunduan; KH. Soleh, Tanah Koja; KH. Abdullah Syafi`i, pendiri dan pemimpin Perguruan AsySyafi`iyyah; KH. Nahwari, dan sebagainya.

Baca Juga: Jejak Santri dan KH Hasyim Asy'ari Jihad Usir Belanda dari Indonesia

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya