Dilema Millennials Punya Rumah di Ibu Kota, Ternyata Begini Faktanya

Harga hunian tak sebanding dengan penghasilan millennials

Jakarta, IDN Times - Keresahan millennials untuk dapat membeli hunian di ibu kota kian hari semakin terasa. Lantaran saat ini harga hunian Jakarta dianggap terlampau mahal, tak sebanding dengan penghasilan millennials.

Selain itu, tata kelola hunian di Jakarta termasuk ke dalam kategori padat dan masih perlu dibenahi.

Meskipun begitu, Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Pemukiman DKI Jakarta Suharti mengatakan bahwa millennials sangat mungkin untuk tinggal di ibu kota.

“Sebenarnya kesimpulannya adalah millennials masih sangat mungkin untuk tinggal di dalam Kota Jakarta,” ujarnya dalam acara webinar “Menetap di Tengah Kota, Mungkinkah?” yang diselenggarakan Rujak Center for Urban Studies pada Jumat (28/8/2020).

1. Hak guna bangunan yang hanya 30 tahun menjadi pertimbangan terberat bagi millennials

Dilema Millennials Punya Rumah di Ibu Kota, Ternyata Begini FaktanyaIlustrasi Apartemen (IDN Times/Anata)

Jakarta Property Institute (JPI) menjalankan satu survei dalam jangka waktu enam bulan, dengan 300 responden secara acak. Dengan topik pembahasan mengenai ekspektasi millennials saat tinggal di tengah kota.

Direktur Eksekutif JPI Wendy Haryanto mengatakan, dalam hasil survei disebutkan millennials merasa mampu untuk membayar cicilan setiap bulannya sebesar Rp3 juta. Milennials juga menjawab mereka ingin tinggal di tengah kota karena dekat dengan tempat kerja dan mudah untuk diakses.

Di sisi lain, mereka juga pertimbangan terbesar bagi millennials untuk tinggal di apartemen adalah Hak Guna Bangunan (HGB) yang hanya 30 tahun.

“Konsep HGB menurut mereka itu ‘oh suatu waktu bangunan itu akan hilang’, itu permasalahan keamanan untuk masa depan sih,” ujarnya.

Baca Juga: Millennial, Ini Tips Agar Kamu Bisa Punya Rumah Sebelum Usia 30 Tahun

2. Seharusnya masyarakat lokal bukan “digusur” tetapi “digeser”

Dilema Millennials Punya Rumah di Ibu Kota, Ternyata Begini FaktanyaIlustrasi Permukiman di Jakarta (IDN Times/Anata)

Penggusuran kerap kali dijadikan sebagai langkah yang tepat untuk memperbaiki tata kelola hunian di Jakarta. Namun, hal tersebut justru menimbulkan permasalahan baru yang terjadi dengan masyarakat sekitar penggusuran.

Dalam hal ini, Wendy menjelaskan bahwa penggusuran itu tidak bisa dibenarkan, karena masyarakat yang tinggal di rumah-rumah sekitar bangunan besar ini merupakan salah satu support system-nya.

“Jadi, seharusnya mereka itu bukan digusur, tapi digeser ke tempat lain untuk sementara waktu. Karena ini adalah peluang dari pekerjaan untuk masyarakat sekitar juga,” jelasnya.

3. Konsep menggeser masyarakat lokal untuk pembangunan hunian

Dilema Millennials Punya Rumah di Ibu Kota, Ternyata Begini FaktanyaIlustrasi pameran perumahan di mal Semarang. IDN Times/Anggun Puspitoningrum

Kewajiban setiap pengembang bangunan kepada pemerintah dalam hal ini adalah setiap pengembang membangun sebuah bangunan di atas 8 lantai, mereka wajib membangun rumah susun untuk masyarakat.

Wendy menjelaskan untuk menggeser warga setempat bisa dibangunkan melalui kewajiban pengembang di lahan yang seharusnya diserahkan kepada pemerintah.

“Jadi lahan warga tersebut dipakai dulu untuk dikembangkan, kemudian lahan itu dikosongkan, lalu dibangun rusun yang layak untuk warga asli yang dulunya menempati lahan tersebut,” jelasnya.

4. Dana untuk bangun rusun yang layak huni masih tersedia

Dilema Millennials Punya Rumah di Ibu Kota, Ternyata Begini FaktanyaRusunawa Jalan Rajawali, Kota Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Direktur Eksekutif JPI itu juga mengatakan bahwa konotasi yang ada di pasar saat ini adalah tidak ada dana untuk membangun rusun yang layak huni bagi masyarakat.

“Sebenarnya itu tidak benar menurut saya. Karena sebagai pengembang kalau membangun gedung tinggi di atas 8 lantai dia punya kewajiban untuk membangun rumah susun,” ujarnya.

Lahan untuk membangun rumah susun (rusun) juga dapat menggunakan lahan milik Pemprov DKI Jakarta. Namun, permasalahannya lahan tersebut letaknya jauh dan waktu pembangunannya pun sering menjadi permasalahan.

“Tapi, dana tersebut ada. Namun kalau bicara nominal, itu tergantung bicara dengan siapa dan berapa tahun pengembangannya mundur,” tambahnya.  

5. Mencari win win solution dengan warga untuk pembangunan penghunian yang layak

Dilema Millennials Punya Rumah di Ibu Kota, Ternyata Begini FaktanyaIlustrasi Rusun Pasar Jumat. (Dok.PUPR)

Menurut Wendy, mengembangkan lahan hunian masyarakat lokal memang sulit. Lantaran, lahan ini sudah dihuni oleh masyarakat lokal sejak dahulu kala hingga saat ini. Sehingga, pengembang harus memikirkan nasib masyarakat lokal bila ingin mengembangkan lahan tersebut.

“Masyarakat itu akan menjual sesuatu kalau mereka membayangkan ada keuntungan yang mereka peroleh. Mereka akan susah kalau merasa dilemparkan keluar, sementara selama ini mereka hidup di tempat tersebut,” jelasnya.

Mencari win win solution antara masyarakat lokal dengan pengembang merupakan hal yang wajib dilakukan, sebelum terjadinya kesepakatan pengembangan lahan.

Baca Juga: Pemprov DKI: Banyak Milennials Enggan Tinggalkan Rumah Masa Kecil

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya