Kualitas Udara di Jakarta Membaik 45 Persen selama Penerapan PSBB

Kualitas udara sempat capai standar WHO level PM 2.5

Jakarta, IDN Times - Kualitas udara Ibu Kota Jakarta mengalami perbaikan sejak adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama pandemik COVID-19. Dengan adanya kebijakan PSBB, semua kegiatan sehari-hari masyarakat dibatasi, termasuk operasional moda transportasi.

Saat itu, lalu lintas kendaraan di Jakarta terpantau lengang, tidak padat seperti biasanya. Hasilnya, kualitas udara di Jabodetabek mengalami perbaikan kualitas udara yang signifikan.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Nafas, aplikasi mobile pemantau kualitas udara, terjadi penurunan level partikel udara (PM) 2,5 hingga 45 persen di beberapa wilayah kota di Jabodetabek. Hasil ini didapat dari data 48 sensor kualitas udara yang tersebar di Jabodetabek.

“Pengurangan aktivitas dalam kota melalui mekanisme lockdown sangat membantu dalam meningkatkan kualitas udara. Dengan bantuan awal musim hujan, kami bahkan melihat kualitas udara meningkat sesuai standar WHO AQI 78 atau level PM2.5 sebesar 25mg / m3,” ujar Pendiri dan CEO Nafas, Nathan Roestandy, dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, (24/10/2020).

1. Pada 2019, Jakarta tercatat sebagai ibu kota dengan polusi udara terparah ke-4 di dunia

Kualitas Udara di Jakarta Membaik 45 Persen selama Penerapan PSBBSejumlah kendaraan bermotor melintas dengan latar belakang pembangunan 'longspan' atau bentangan beton panjang lintasan Light Rail Transit (LRT) di Kuningan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Dengan 32 juta penduduk yang tinggal di wilayah Jabodetabek, kualitas udara terus menurun selama beberapa tahun terakhir. Pada 2019, Jakarta tercatat sebagai ibu kota dengan polusi udara terparah ke-4 di dunia, bahkan lebih tinggi dari Beijing. Pada 2020, Indeks Kehidupan Kualitas Udara yang dirilis EPIC di Universitas Chicago menyebut bahwa penduduk Jakarta kehilangan 4,8 tahun harapan hidup karena polusi udara.

Kabar gembiranya, kualitas udara di Jakarta kian membaik semenjak penerapan PSBB yang berlaku untuk semua masyarakat dan semua sektor. Menurut pengamatan Nafas, peningkatan kualitas udara Jabodetabek pun membaik dibanding sebelumnya.  

“Sangat menyegarkan melihat peningkatan kualitas udara selama PSBB di semua lokasi yang kita pasang sensor kualitas udara, Kami sangat senang dapat berbagi kabar baik terkait kualitas udara Jakarta dalam bentuk 5 pembelajaran utama” kata salah satu pendiri dan Chief Growth Officer Nafas, Piotr Jakubowski.

Baca Juga: Kualitas Udara Kota Tangerang Berisiko, Lebih Baik Dari Kota Jakarta, Tetapi Lebih Buruk Dari Kota Depok

2. Kualitas udara Jabodetabek pada saat PSBB lebih rendah

Kualitas Udara di Jakarta Membaik 45 Persen selama Penerapan PSBBWarga memakai masker pelindung menunggu pergantian lampu lalu lintas di penyebrangan Shibuya, di tengah penyebaran penyakit virus korona (COVID-19), di Tokyo, Jepang, Jumat (16/10/2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/WSJ/cfo

Menurut pengamatan Nafas, bulan-bulan PSBB rata-rata memiliki tingkat Air Quality Index (AQI) atau Indeks Kualitas Udara yang melambangkan kepekatan polusi udara, jauh lebih rendah dibandingkan bulan non-PSBB. Semakin rendah angka AQI, maka semakin baik kualitas udara di tempat tersebut.

Berdasarkan data tersebut, pada minggu sebelum PSBB, angka AQI sebesar 156. Lalu, pada PSBB pertama Jakarta yakni April hingga Juni 2020, AQI rata-rata sebesar 130. Pada minggu pertama PSBB, sebesar 146, pada minggu kedua menjadi 142 dan terus membaik pada minggu ketiga AQI 118. Puncaknya, AQI pada minggu keempat PSBB sebesar 102.

Namun, saat pemberlakuan PSBB transisi, Juni-Agustus 2020, AQI meningkat kembali. Pada Juni sebesar 159, Juli 155, dan Agustus sebesar 153. Sedangkan ketika PSBB kembali diperketat pada September, angka AQI menurun menjadi 142. Dari data tersebut menunjukkan perbaikan kualitas udara di Jabodetabek terjadi ketika penerapan PSBB lebih ketat terhadap seluruh masyarakat.

3. Kadar partikel udara (PM) mencapai standar WHO

Kualitas Udara di Jakarta Membaik 45 Persen selama Penerapan PSBBIlustrasi Suasana Yogyakarta (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Hasil pengamatan Nafas terhadap sensor udara, 37 dari 48 sensor mengalami tingkat partikel udara (PM) 2,5, dari 25 mg/m3 dengan AQI 78 setidaknya pada satu hari yakni pada 5 Oktober. Hal tersebut berhasil mencapai standar WHO untuk paparan PM 2.5 dalam 24 jam. Meskipun kedengarannya mengerikan karena rata-rata hanya satu hari yang memenuhi standar WHO, sebenarnya relatif kabar baik dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

Jika kita melihat masing-masing sensor, 23 sensor memenuhi standar WHO untuk satu hari, tiga sensor selama dua hari selama periode PSBB, enam sensor selama tiga hari, dan Bogor Timur menempati urutan teratas dengan lima sensor dari 28 hari standar WHO terpenuhi.

Anehnya, sensor di TPA Bantar Gebang, yang biasanya menduduki peringkat teratas di level AQI, ternyata memiliki tiga hari yang memenuhi standar WHO selama seminggu terakhir PSBB. 

4. Warga Jabodetabek bagaikan terhindar dari paparan asap 40 batang rokok per bulan

Kualitas Udara di Jakarta Membaik 45 Persen selama Penerapan PSBBIlustrasi Rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Pengamatan lainnya ialah, kadar PM 2,5 menurun 45 persen dari kadar sebelum PSBB. Menurut Studi Berkeley Earth, hal itu setara dengan pengurangan 40 batang rokok setiap bulannya.  

Dengan kadar pra-PSBB, kualitas udara Jabodetabek setara dengan menghisap hampir 3 batang per hari, atau 89 batang per bulan. Pada minggu keempat, kualitas udara setara dengan rokok hampir setengahnya diturunkan menjadi 1,6 batang per hari.

Jika minggu ke-4 kadar PSBB terus berlanjut selama satu bulan penuh, warga Jabodetabek akan mengurangi paparan polusi udaranya menjadi 40 batang per bulan dari level normalnya. Itu adalah dua bungkus rokok!

Sebagai perbandingan, kualitas udara di Amerika Serikat setara dengan 0,4 batang per hari, atau 12 batang per bulan. Meski masih jauh dari angka itu, penurunan yang signifikan selama PSBB memang membawa harapan.

5. Olahraga di level kualitas udara PSBB lebih baik untuk kesehatan

Kualitas Udara di Jakarta Membaik 45 Persen selama Penerapan PSBBIlustrasi olahraga (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Dari seluruh pengamatannya, Nafas memberikan pesan bahwa olahraga di luar ruangan selama penerapan PSBB lebih menguntungkan dibanding saat pra-PSBB.Sebuah studi Center for Diet and Activity Research (CEDAR) menunjukkan bahwa tingkat polusi udara yang tinggi dapat membuat olahraga kita lebih berbahaya daripada bermanfaat.

Ketika level PM2.5 berada di 100mg/m3 (AQI 175) di luar ruangan, maka setelah 30 menit tidak ada manfaatnya untuk latihan, dan setelah 75 menit, latihan tersebut menyebabkan bahaya. Pada 165mg/m3 (AQI 217), latihan ini menyebabkan kerusakan setelah hanya 30 menit.

Pada Agustus, 16 persen dari total jam dari semua sensor kami melebihi level PM2.5 100mg/m3 (AQI 174, tidak sehat) dan 2,1 persen dari total jam melebihi 165mg/m3 (AQI 215, sangat tidak sehat).

Sebaliknya, selama empat minggu penerapan PSBB, hanya 3,5 persen dari total jam melebihi 100mg/m3 dan 0,3% dari total jam melebihi 165mg/m3. Ini adalah pengurangan 4,6 kali dan tujuh kali dari bulan sebelumnya.

Artinya, aktivitas di luar ruangan, jauh lebih bermanfaat bagi kesehatan dalam level PSBB daripada sebelumnya. Kualitas udara dapat sangat bervariasi hanya dalam beberapa saat. Jangan lupa memeriksa data kualitas udara secara real-time sebelum berolahraga di luar ruangan.

Baca Juga: Anies Baswedan Akui Polusi Udara di Jakarta Berbahaya

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya