Achmad Yurianto Buka-Bukaan Soal Beda Data COVID-19 Pusat dan Daerah

Perbedaan data mulai terjadi saat melakukan contact tracing

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto memberikan penjelasan terkait perbedaan data yang kerap disampaikan pemerintah pusat dengan daerah terkait kasus virus corona di tanah air.

Yuri sapaan akrabnya mengatakan, hal tersebut lantaran data yang dimiliki daerah bersifat dinamis seiring contact tracing yang terus mereka lakukan kepada pasien positif virus corona.

1. 38 laboratorium bisa melakukan tes COVID-19

Achmad Yurianto Buka-Bukaan Soal Beda Data COVID-19 Pusat dan DaerahRSPI Sulianti Saroso (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Ia menuturkan, saat ini sudah ada 38 laboratorium di seluruh Indonesia yang dapat memeriksa hasil spesimen COVID-19.

“Begitu dia (daerah) melakukan pemeriksaan hasilnya dikirim ke kita di pusat. Pusat di rekap dengan data yang besar disertai identitas lengkap,” kata Yurianto dalam acara ‘Jubir Pemerintah Jawab Pertanyaan Publik Soal Virus Corona” yang disiarkan di YouTube IDN Times, Rabu (1/4).

Baca Juga: Wabah Virus Corona, Layanan BPJS Kesehatan Call Center Melonjak

2. Perbedaan data dengan daerah terjadi pada saat melakukan contact tracing

Achmad Yurianto Buka-Bukaan Soal Beda Data COVID-19 Pusat dan DaerahIlustrasi (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Setelah itu, lanjut Yuri, data tersebut dikembalikan lagi kepada daerah untuk mencari tau contact tracing yang dilakukan pasien tersebut. Sejak itulah data antara pemerintah pusat dan daerah terjadi perbedaan.

“Nah pada saat tracing dia (daerah) akan menemukan kasus yang dicurigai, mereka mengatakan ODP, PDP. Data ini yang kemudian simpang siur sehingga datanya tidak sama,” ujarnya.

3. Pemerintah pusat mengacu pada data yang telah terkonfirmasi di laboratorium

Achmad Yurianto Buka-Bukaan Soal Beda Data COVID-19 Pusat dan DaerahJuru Bicara Pemerintah COVID-19, Achmad Yurianto/Dok. BNPB

Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini menjelaskan, pemerintah pusat selalu mengacu pada data yang telah terkonfirmasi di laboratorium berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, bukan berdasarkan perkiraan.

“Misal angka kematian, data kita berbasis pada hasil konfirmasi positif. Ini jadi pasien kalau kemudian meninggal ini jadi pasien meninggal satu. Tapi di daerah ada orang yang meninggal hasil lab-nya belum keluar, akhirnya jadi ragu-ragu meninggal karena apa, paling gampang meninggal karena COVID. Jadi di daerah meninggal dua di pusat meninggal satu,” katanya.

Baca Juga: Data Lengkap Kasus COVID-19 per 1 April: 1.677 Positif, 157 Meninggal

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya